PENGAWASAN PERATURAN DAERAH DR. Ni’matul Huda, SH, MHum. Materi Kuliah FH UII 2016
Pengawasan di Orde Baru DI DALAM UU NO. 5 TAHUN 1974 TENTANG PEMERINTAHAN DI DAERAH DIKENAL TIGA BENTUK PENGAWASAN, YAITU PENGAWASAN UMUM, PENGAWASAN PREVENTIF, DAN PENGAWASAN REPRESIF. PENGAWASAN PREVENTIF MENGANDUNG PRINSIP BAHWA PERATURAN DAERAH (PERDA) DAN KEPUTUSAN KEPALA DAERAH MENGENAI HAL TERTENTU BARU BERLAKU SESUDAH ADA PENGESAHAN PEJABAT YANG BERWENANG (PASAL 68). JADI, PENGAWASAN PREVENTIF DILAKUKAN SESUDAH PERATURAN DAERAH ATAU KEPUTUSAN KEPALA DAERAH DITETAPKAN, TETAPI SEBELUM PERATURAN DAN KEPUTUSAN ITU BERLAKU.
lanjutan BAGI PERDA KHUSUSNYA, PENGAWASAN PREVENTIF TERHADAP PERDA DILAKUKAN SESUDAH PERDA ITU DITETAPKAN OLEH KEPALA DAERAH DENGAN PERSETUJUAN DPRD, TETAPI SEBELUM PERDA ITU DIUNDANGKAN. UU NO. 5 TAHUN 1974 MENGATUR WEWENANG INI ADA PADA: (A) MENTERI DALAM NEGERI BAGI PERATURAN DAERAH DAN KEPUTUSAN KEPALA DAERAH TINGKAT I; (B) GUBERNUR KEPALA DAERAH BAGI PERATURAN DAERAH DAN KEPUTUSAN KEPALA DAERAH TINGKAT II.
Perda dan Keputusan Kepala Daerah yang Memerlukan Pengesahan Penjelasan Umum UU No. 5 Tahun 1974: Perda dan Keputusan Kepala Daerah yang untuk berlakunya memerlukan pengesahan : 1. menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengikat rakyat, ketentuan-ketentuan yang mengandung perintah, larangan, keharusan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan lain-lain yang ditujukan langsung kepada rakyat; 2. mengadakan ancaman pidana berupa denda atau kurungan atas pelanggaran ketentuan tertentu yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah; 3. memberikan beban kepada rakyat, misalnya pajak atau retribusi Daerah; 4. menentukan segala sesuatu yang perlu diketahui oleh umum, karena menyangkut kepentingan rakyat, misalnya mengadakan hutang piutang, menanggung pinjaman, mengadakan perusahaan daerah, menetapkan dan mengubah APBD, menetapkan perhitungan APBD, mengatur gaji pegawai dan lain-lain.
Urgensi Pengawasan Preventif Pengesahan diperlukan dengan alasan sebagai berikut: 1. Pengesahan merupakan perwujudan pengawasan (toezicht). Pengawasan itu sendiri merupakan salah satu sendi sistem penyelenggaraan pemerintahan berotonomi. Tiada sistem penyelenggaraan pemerintahan berotonomi tanpa pengawasan. 2. Pengesahan merupakan perwujudan hak “placet”, yaitu hak yang ada pada satuan atau pejabat yang lebih tinggi tingkatannya untuk mencegah atau mengukuhkan agar suatu keputusan satuan pemerintahan yang lebih rendah tingkatannya mempunyai kekuatan mengikat.
lanjutan 3. Pengesahan dapat juga dipandang sebagai tindak lanjut dalam pembuatan Perda atau keputusan lain yang memerlukan pengesahan. 4. Pengesahan merupakan cara melakukan pemeriksaan (checking), dalam rangka mempertahankan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya, kepentingan pemerintahan daerah lain yang mungkin terkena (baik langsung maupun tidak langsung) dan lain sebagainya.
Batas Waktu Pengesahan Pasal 69: (1)Perda dan atau Keputusan Kepala Daerah yang memerlukan pengesahan, dapat dijalankan sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang, atau apabila setelah tiga bulan sejak diterimanya Perda dan atau Keputusan Kepala Daerah tersebut pejabat yang berwenang tidak mengambil suatu keputusan. (2)Jangka waktu tiga bulan tersebut oleh pejabat yang berwenang dapat diperpanjang tiga bulan lagi, dengan memberitahukannya kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan sebelum jangka waktu tiga bulan (pertama) itu berakhir.
lanjutan (3)Penolakan pengesahan Perda dan atau Keputusan Kepala Daerah oleh pejabat yang berwenang diberitahukan kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan disertai alasan-alasannya. (4)Terhadap penolakan pengesahan tersebut, Daerah yang bersangkutan dalam waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai saat pemberitahuan penolakan pengesahan itu diterima, dapat mengajukan keberatan kepada pejabat setingkat lebih atas dari pejabat yang menolak.
Pengawasan Represif UU No. 5 Tahun 1974 Pasal 70 tentang pengawasan represif : (1)Perda dan atau Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan atau Perda tingkat atasnya ditangguhkan berlakunya atau dibatalkan oleh pejabat yang berwenang; (2)Apabila Gubernur Kepala Daerah tidak menjalankan haknya untuk menangguhkan atau membatalkan Perda Tingkat II dan atau Keputusan Kepala Daerah Tingkat II, maka penangguhannya dan atau pembatalannya dapat dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri; (3) Pembatalan Perda dan atau Keputusan Kepala Daerah karena bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan atau Perda Tingkat atasnya, mengakibatkan batalnya semua akibat dari Perda dan atau Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud, sepanjang masih dapat dibatalkan.
lanjutan (4)Keputusan penangguhan atau pembatalan, disertai alasan-alasannya diberitahukan kepada kepala daerah yang bersangkutan dalam jangka waktu 2 (dua) minggu sesudah tanggl jeputusan itu. (5)Lamanya penangguhan, tidak boleh melebihi 6 (enam) bulan dan sejak saat penangguhannya, Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan kehilangan kekuatan berlakunya. (6)Jika dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah penangguhan itu tidak disusul dengan keputusan pembatalannya, maka Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah itu memperoleh kemvali kekuatan berlakunya. (7)Keputusan mengenai pembatalan, diumumkan dalam Berita Negara RI dan atau Lembaran Daerah yang bersangkutan.
Pengawasan Represif dalam UU No. 22 Tahun 1999 Pasal 113 UU No. 22 Tahun 1999: “Dalam rangka pengawasan, Perda dan Keputusan Kepala Daerah disampaikan kepada Pemerintah selambat-lambatnya lima belas hari setelah ditetapkan”. Pengawasan disini lebih ditekankan pada pengawasan represif untuk lebih memberikan kebebasan kepada Daerah Otonom dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD dalam mewujudkan fungsinya sebagai badan pengawas terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, Perda yang ditetapkan Daerah Otonom tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang.
Segi Positif & Negatif Menghilangkan Pengesahan Ada segi positif dan negatif meniadakan pranata pengesahan peraturan daerah. Segi positif, karena pengawasan preventif dapat menjadi daya kendali atau belenggu terhadap inisiatif daerah. Melalui pengawasan preventif, daerah “dipaksa” selalu tunduk pada kemauan pihak yang berwenang memberi pengesahan. Segi negatif, tidak ada unsur pencegahan terhadap kekeliruan, kecerobohan, atau kesalahan suatu peraturan daerah, misalnya ternyata bertentangan dengan kepentingan umum, atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
Pembatalan Produk Hukum Daerah Pasal 114 UU No. 22 Tahun 1999: Pemerintah dapat membatalkan Perda dan Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya. Keputusan pembatalan Perda dan Keputusan Kepala Daerah diberitahukan kepada Daerah yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan-alasannya. Selambat-lambatnya satu minggu setelah keputusan pembatalan Perda dan Keputusan Kepala Daerah, Perda atau Keputusan Kepala Daerah tersebut dibatalkan pelaksanaannya. Daerah yang tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda dan Keputusan Kepala Daerah, dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung setelah mengajukannya kepada Pemerintah.
lanjutan Penjelasan Pasal 114 ayat (4): Pengajuan keberatan kepada Mahkamah Agung sebagai upaya hukum terakhir dilakukan selambat-lambatnya lima belas hari setelah adanya keputusan pembatalan dari Pemerintah.
Pengawasan Represif dalam UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 145: Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah. Keputusan pembatalan Perda ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud.
lanjutan (5)Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda tersebut dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung. (6)Apabila keberatan tersebut dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum. (7)Apabila pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda tersebut, Perda dimaksud dinyatakan berlaku.
Evaluasi Raperda Dan Peraturan Kepala Daerah Provinsi Pasal 185 tentang evaluasi Raperda dan Peraturan Kepala Daerah tentang APBD, perubahan APBD dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD: (1)Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. (2)Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. (3)Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan gubernur tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Gubernur.
lanjutan (4)Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. (5)Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD dan Gubernur tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan Perda dan Peraturan Gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya Perda APBD tahun sebelumnya.
Evaluasi Raperda Dan Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota Pasal 186 Pengaturan evaluasi untuk Raperda Kabupaten/kota: (1) Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi. (2)Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/Walikota paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Perda kabupaten/kota dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota.
lanjutan (4)Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. (5)Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD dan Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan Perda dan Peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya Perda APBD tahun sebelumnya. (6)Gubernur menyampaikan hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri.
Tindak Lanjut Evaluasi Pasal 187 tentang tindak lanjut evaluasi: (1)Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (3) tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD. (2)Rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan Gubenrur bagi kabupaten/kota.
lanjutan (3)Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD beserta lampirannya disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan Perda tentang APBD. (4)Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari Menteri Dalam Negeri atau Gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.
Pengawasan Terhadap Rancangan Perda Dan Perda Penjelasan Umum angka 9 UU No. 32 Tahun 2004, Pemerintah melakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut: 1. Pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah (RAPERDA), yaitu terhadap rancangan peraturan daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR sebelum disahkan oleh kepala daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Raperda provinsi, dan oleh Gubernur terhadap Raperda kabupaten/kota. Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna yang optimal. 2. Pengawasan terhadap semua peraturan daerah diluar yang termasuk dalam angka 1, yaitu setiap peraturan daerah wajib disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk provinsi dan Gubernur untuk kabupaten/kota untuk memperoleh klarifikasi. Terhadap peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan sesuai mekanisme yang berlaku.
Karakteristik Produk Hukum Daerah Yang Dibatalkan Kategori pertama, adalah Perda-Perda sebenarnya merupakan pelaksanaan dari undang-undang mengenai pajak dan retribusi daerah, tetapi Perda-Perda tersebut memberikan penafsiran yang salah terhadap UU tersebut. Dari data produk hukum daerah yang dibatalkan, dapat diketahui bahwa yang paling sering tidak ditaati oleh Pemerintah Daerah dalam mengatur pajak daerah adalah mengatur objek pajak yang bukan wewenangnya seperti yang diatur dalam UU No. 34 Tahun 2000. Sedangkan Peraturan Daerah yang mengatur tentang retribusi daerah, adalah tidak dipenuhinya kriteria yang harus dipenuhi yaitu ketentuan bahwa retribusi harus memberikan jasa langsung kepada pihak yang dikenai retribusi.
lanjutan Kategori kedua, adalah Perda-perda yang memang dibuat untuk menciptakan pajak atau retribusi baru yang tidak ada dalam UU yang berlaku. Kategori ini dampaknya lebih besar daripada kategori pertama dan akhirnya memicu reaksi publik bahwa otonomi daerah dan desentralisasi hanya menciptakan raja-raja kecil yang sibuk memungut dari perusahaan yang berlokasi di daerahnya. Dari ketegori ini, muncullah jenis pungutan, seperti sumbangan wajib, pajak ekspor (retribusi terhadap hasil bumi daerah yang dijual ke laur daerah), pajak komoditas daerah tertentu dan bertentangan dengan UU pajak nasional), serta retribusi tenaga kerja.
Penetapan Rancangan Perda Menurut UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 242 UU No. 23 Tahun 2014: Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Perda. Penyampaian rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Gubernur wajib menyampaikan rancangan Perda Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri paling lama 3 (tiga) hati terhitung sejak menerima rancangan Perda Provinsi dari pimpinan DPRD Provinsi untuk mendapatkan nomor registrasi Perda.
lanjutan (4)Bupati/Walikota wajib menyampaikan rancangan Perda Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak menerima rancangan Perda kabupaten/kota dari pimpinan DPRD kabupaten/kota untuk mendapatkan nomor register Perda. (5)Menteri memberikan nomor register rancangan Perda Provinsi dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat memberikan nomor register rancangan Perda Kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari sejak rancangan Perda diterima. (6)Rancangan Perda yang telah mendapat nomor register sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh kepala daerah dengan membubuhkan tanda tangan paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak rancangan Perda disetujui bersama oleh DPRD dan kepala Daerah.
lanjutan (7)Dalam hal kepala Daerah tidak menandatangani rancangan Perda yang telah mendapat nomor register sebagaimana dimaksud pada ayat (6), rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah. (8)Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (7)dinyatakan sah dengan kalimat pengesahannya berbunyi, “Peraturan Daerah ini dinyatakan sah”. (9)Pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud padaayat (8) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam lembaran daerah.
Registrasi Rancangan Perda Pasal 243 (1) UU No. 23 Tahun 2014: (1)Rancangan Perda yang belum mendapatkan nomor register sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 ayat (5) belum dapat ditetapkan kepala Daerah dan belum dapat diundangkan dalam lembaran daerah. (2)Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat secara berkala menyampaikan laporan Perda Kabupaten/Kota yang telah mendapatkan nomor register kepada Menteri. (3)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian nomor register Perda diatur dengan Peraturan Menteri.
Evaluasi Rancangan Perda Pasal 245 (1) UU No. 23 Tahun 2014: (1) Rancangan Perda Provinsi yang mengatur tentang RPJPD,RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah harus mendapat evaluasi Menteri sebelumditetapkan oleh gubernur. (2) Menteri dalam melakukan evaluasi Rancangan Perda Provinsi tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan dan untuk evaluasi Rancangan Perda Provinsi tentang tata ruang daerah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang tata ruang.
lanjutan (3) Rancangan Perda kabupaten/kota yang mengatur tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah harus mendapat evaluasi gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebelum ditetapkan oleh bupati/wali kota. (4)Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dalammelakukan evaluasi rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah berkonsultasi dengan Menteri dan selanjutnya Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan, dan untuk evaluasi rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang tata ruang daerah berkonsultasi dengan Menteri dan selanjutnya Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang tata ruang.
lanjutan (5)Hasil evaluasi rancangan Perda Provinsi dan rancangan Perda Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) jika disetujui diikuti dengan pemberian nomor register.
Penyampaian Perda dan Perkada Pasal 249 menurut UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah : (1)Gubernur wajib menyampaikan Perda Provinsi dan Peraturan Gubernur kepada Menteri paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. (2)Gubernur yang tidak menyampaikan Perda Provinsi dan Peraturan Gubernur kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis dari Menteri. (3)Bupati/Walikota wajib menyampaikan Perda Kabupaten/Kota dan Peraturan Bupati/Walikota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. (4)Bupati/wali kota yang tidak menyampaikan Perda Kabupaten/Kota dan Peraturan Bupati/Walikota kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis dari Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
Larangan Bagi Perda & Perkada Pasal 250: (1)Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. (2)Bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat; b. terganggunya akses terhadap pelayanan publik; c. terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum; d. terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan/atau e. diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender.
Pembatalan Perda dan Perkada Pasal 251: (1) Perda Provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri. (2) Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. (3) Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak membatalkan Perda Kabupaten/Kota dan/atau peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri membatalkan Perda Kabupaten/Kota dan/atau peraturan bupati/wali kota.
lanjutan (4) Pembatalan Perda Provinsi dan peraturan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri dan pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. (5)Paling lama 7 (tujuh) Hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepala daerah harus menghentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud. (6)Paling lama 7 (tujuh) Hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepala daerah harus menghentikan pelaksanaan Perkada dan selanjutnya kepala daerah mencabut Perkada dimaksud.
lanjutan (7) Dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda Provinsi dan gubernur tidak dapat menerima keputusan pembatalan peraturan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, gubernur dapat mengajukan keberatan kepada Presiden paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak keputusan pembatalan Perda atau peraturan gubernur diterima. (8) Dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan bupati/wali kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, bupati/wali kota dapat mengajukan keberatan kepada Menteri paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak keputusan pembatalan Perda Kabupaten/Kota atau peraturan bupati/wali kota diterima.
Macam-macam Sanksi Pasal 252: (1)Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota yang masih memberlakukan Perda yang dibatalkan oleh Menteri atau oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (4), dikenai sanksi. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. sanksi administratif; dan/atau b. sanksi penundaan evaluasi rancangan Perda; (3)Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenai kepada Kepala Daerah dan anggota DPRD berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 3 (tiga) bulan.
lanjutan (4)Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diterapkan pada saat penyelenggara Pemerintahan Daerah masih mengajukan keberatan kepada Presiden untuk Perda Provinsi dan kepada Menteri untuk Perda Kabupaten/Kota. (5)Dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota masih memberlakukan Perda mengenai pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang dibatalkan oleh Menteri atau dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, dikenai sanksi penundaan atau pemotongan DAU dan/atau DBH bagi Daerah bersangkutan.