PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI By. M. Firdaus Wahidi SE., ME.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
Advertisements

WARISAN YANG BELUM TERBAGI
Pajak Penghasilan Umum M-2
Oleh : Muhammad Bahrul Ilmi, SE. M.ESy. Dasar Hukum: UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang terakhir diubah oleh UU No. 36 tahun 2008 Undang-undang.
PAJAK PENGHASILAN UMUM
IN HOUSE TRAINING PERPAJAKAN–seri PPh OP
UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN UU No
BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI – WP BUT PASAL 9.
BIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
RUANG LINGKUP DAN DASAR HUKUM PPH PASAL ORANG PRIBADI (UU NO
POLITEKNIK PRATAMA PURWOKERTO
Wisnu Haryo Pramudya, S.E.,M.Si.,Ak
KLASIFIKASI BIAYA.
Biaya Konsep, Pengakuan, dan Realisasi
PAJAK PENGHASILAN.
DEDUCTIBLE NON DEDUCTIBLE EXPENSES
Pajak Penghasilan.
PERPAJAKAN UNTUK DOKTER
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Objek PPh dan Non Objek PPh
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Undang-undang No 36 Tahun 2008
PAJAK PENGHASILAN DAN PPh PASAL 21
PAJAK PENGHASILAN.
PERTEMUAN KE 6 PAJAK PENGHASILAN UMUM.
PAJAK PENGHASILAN (PPH): PASAl 4 AYAT 2, PASAL 15 dan 26
KETENTUAN MATERIIL PAJAK PENGHASILAN
PAJAK PENGHASILAN Niken Nindya H., SE., MSA., CA., Ak
PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN UU No
Triyanto Univ. Sebelas Maret – Surakarta
KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PENGHASILAN KENA PAJAK
MATERI E LEARNING MATERI E LEARNING INI DILAKUKAN, KARENA RUANG TIDAK ADA. MAKA HARAP MAKLUM. MATA KULIAH : MANAJEMEN PAJAK KELAS : MALAM HARI/TGL : SENIN/13.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PPh 23 & 26.
Pertemuan 3,4 Pertemuan Ke
PPh 4 ayat 2 & PPh 15 Perpajakan 2 21/09/2015.
PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI PPh pasal 21
Materi 4.
Penghasilan Kena Pajak 5
AKUNTANSI PERPAJAKAN BIAYA & PENGELUARAN MODUL 5,6 Dr.Harnovinsah
Konsep Pajak Penghasilan
SLIDE 12 Penghasilan dan Kredit Pajak dari Luar Negeri serta Kompensasi Kerugian.
BIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
BIAYA YANG TIDAK DIPERKENANKAN SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN
PAJAK PENGHASILAN UMUM
OLEH: IIM IBRAHIM NUR, M.AK.
Pengurangan Yang Diperkenankan Dari Penghasilan Bruto
BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PAJAK PENGHASILAN.
Hukum Pajak Pajak Penghasilan (PPh)
BIAYA YANG TIDAK DIPERKENANKAN SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN
Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
AKUNTANSI PAJAK ATAS KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN
Pengantar PPh Hafiez Sofyani, SE., M.Sc PPh_Obyek dan Subyek Pajak.
PERTEMUAN #3 PEMBUKUAN FISKAL
PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pajak Penghasilan.
B R E V E T PAJAK TERAPAN ( Seri-PPh )
Undang-undang No 36 Tahun 2008
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Pajak Penghasilan Pertemuan 02
Pengurangan Yang Diperkenankan Dari Penghasilan Bruto
PERPAJAKAN UNTUK DOKTER Arif Muhlasin. ISU PERPAJAKAN  Kenaikan Target Pajak sebesar 600 T minimal 1250 T  Pegawai pajak baru mendapat suntikan “vitamin”
OBJEK DAN NON OBJEK PAJAK PENGHASILAN
PPh PAJAK PENGHASILAN.
BIAYA YANG DAPAT DIKURANGKAN (DEDUCTIBLE EXPENSES DAN YANG TIDAK DAPAT DIPERKURANGKAN (NON DEDUCTIBLE EXPENSES)
Transcript presentasi:

PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI By. M. Firdaus Wahidi SE., ME.

DASAR HUKUM UU NO. 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UU NO. 7 TAHUN 1983 TENTANG PPH

ARAH DAN TUJUAN PENYEMPURNAAN UU PPH lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak; lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak; lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan; lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi; lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas.

PAJAK PENGHASILAN (PPh) [ Pasal 1 ] A D A L A H Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak

BAGAN SUBJEK PAJAK Objek Pajak Orang Pribadi SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI Seluruh Penghasilan Badan Pasal 4 Pasal 2(3) Warisan yang belum terbagi SUBJEK PAJAK Penghasilan dari kegiatan operasi dan harta yang dimiliki/dikuasai Penghasilan kantor pusat Penghasilan lainnya yang diperoleh sehubungan dengan penghasilan kantor pusat Pasal 2(2) Orang Pribadi SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI BUT Badan Pasal 5(1) Pasal 2(4) Penghasilan yang diperoleh dari Indonesia Non BUT Pasal 5(1)

SUBJEK PAJAK [ PASAL 2 (1) ] - ORANG PRIBADI - WARISAN YG BELUM TERBAGI BADAN (PT, CV, BUMN/D, FIRMA, KONGSI, KOPERASI, DAPEN, PERSEKUTUAN, ORMAS YAYASAN, LEMBAGA, KIK BENTUK USAHA TETAP (BUT)

SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI [ PASAL 2 (3) ] ORANG PRIBADI : - BERTEMPAT TINGGAL / BERADA DI INDONESIA LEBIH DARI 183 HARI DLM 12 BULAN; ATAU - DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI INDONESIA DAN MEMPUNYAI NIAT BERTEMPAT TINGGAL DI INDONESIA BADAN YANG DIDIRIKAN ATAU BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA WARISAN YANG BELUM TERBAGI SEBAGAI SATU KESATUAN MENGGANTIKAN YANG BERHAK

CONTOH SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI Budi lahir dan bertempat tinggal selama hidupnya di Indonesia, maka ia adalah Subjek Pajak Dalam Negeri; Mr. Alex warga negara Singapore bolak balik Indonesia - Singapore selama 1 tahun, namun lebih lama berada di Indonesia ( lebih dari 183 hari ), maka Mr. Alex merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri. Mr. David warga negara Canada mulai bekerja di Indonesia bulan Oktober 2005 tapi berniat untuk menetap di Indonesia, maka untuk tahun 2005 Mr. David sudah sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri

SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI [ PASAL 2 (4) ] ORANG PRIBADI YG TIDAK BERTEMPAT TINGGAL DI INDONESIA / BERADA DI INDONESIA TIDAK LEBIH DARI 183 HARI DALAM 12 BULAN BADAN YG TIDAK DIDIRIKAN DAN TIDAK BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA YANG MENJALANKAN USAHA ATAU KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA YANG MENERIMA ATAU MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA BUKAN DARI MENJALANKAN USAHA ATAU KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA

MULAI DAN BERAKHIRNYA KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI ORANG PRIBADI MULAI: SAAT DILAHIRKAN BERADA ATAU BERNIAT TINGGAL DI INDONESIA BERAKHIR: SAAT MENINGGAL DUNIA MENINGGALKAN INDONESIA UNTUK SELAMA-LAMANYA PASAL 2A Ayat (1), (2), (3), (4),(5),& (6)

MULAI DAN BERAKHIRNYA KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF ORANG PRIBADI/BADAN Ps. 2 : (4) huruf a SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI MULAI: SAAT MENJALANKAN USAHA/ MELAKUKAN KEGIATAN MELALUI BUT BERAKHIR: SAAT TIDAK LAGI MENJALANKAN USAHA TIDAK MELAKUKAN KEGIATAN MELALUI BUT PASAL 2A Ayat (1), (2), (3), (4),(5),& (6)

TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK [ Pasal 3 ] KANTOR PERWAKILAN NEGARA ASING ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN OLEH MENKEU DGN SYARAT INDONESIA MENJADI ANGGOTANYA DAN TDK MENJALANKAN USAHA / KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL YG DITETAPKAN DGN KEPMENKEU DGN SYARAT BUKAN WNI DAN TDK MENJALANKAN USAHA / KEGIATAN/ PEKERJAAN LAIN UTK MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK DAN KONSULAT BESERTA ORANG-ORANG YANG DIPERBANTUKAN DENGAN SYARAT BUKAN WNI DAN TIDAK MENERIMA PENGHASILAN LAIN SELAIN PEKERJAAN SERTA BERLAKU ASAS TIMBAL BALIK

WP DALAM NEGERI VS WP LUAR NEGERI

Bagan Pajak Penghasilan (PPh OP) Luar Negeri Pembayaran dari Luar Negeri Pembayaran ke Luar Negeri Pasal 24 Pasal 26 Indonesia WAJIB PAJAK OP Pasal 23 Pasal 23 Laporan Laba / Rugi Penghasilan xxx Biaya (xxx) Laba xxx Koreksi Fiskal xxx Penghasilan Neto xxx PTKP (xxx) Penghasilan Kena Pajak xxx Pajak Terutang xxx Pajak dibayar dimuka (xxx) Pajak yang harus dibayar xxx Pasal 4 Pasal 6 Pasal 9 Pasal 7 Pasal 17 Pasal 21, 22, 23, 24, 25 Pasal 29

OBJEK PAJAK / PENGHASILAN [ Pasal 4 (1) ] Pengertian : Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atas diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak, yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.

OBJEK PAJAK Penggantian atau imbalan berkenaan dgn pekerjaan atau Pasal 4 ayat (1) Penggantian atau imbalan berkenaan dgn pekerjaan atau jasa yg diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dlm bentuk lainnya, kec. ditentukan lain dlm UU ini Hadiah dari undian atau pekerjaan/kegiatan dan penghargaan Laba Usaha

OBJEK PAJAK Pasal 4 ayat (1) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : 1. keuntungan krn pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sbg pengganti saham/penyertaan modal; 2. keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya krn pengalihan harta kpd pemegang saham, sekutu atau anggota; 3. keuntungan krn likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha; 4. keuntungan krn pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kec. yang diberikan kpd keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yg ditetapkan oleh Menkeu, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yg bersangkutan 5.Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan

OBJEK PAJAK [ Pasal 4 ayat (1) ] Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan krn jaminan pengembalian utang Dividen, dgn nama dan dlm bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kpd pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala Keuntungan krn pembebasan utang Keuntungan krn selisih kurs mata uang asing, selisih lebih karena penilaian kembali aktiva, premi asuransi, iuran yg diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yg terdiri dari WP yg menjalankan usaha / pekerjaan bebas, tambahan kekayaan neto yg berasal dari penghasilan yg belum dikenakan pajak.

OBJEK PAJAK Penghasilan dari Usaha Berbasis Syariah imbalan bunga Pasal 4 ayat (1) Penghasilan dari Usaha Berbasis Syariah imbalan bunga surplus Bank Indonesia

PENGHASILAN DAPAT DIKENAI PAJAK FINAL Pasal 4 ayat (2) penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi Transaksi saham dan sekuritas di bursa efek; penghasilan berupa hadiah undian; penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan; dan Penghasilan tertentu lainnya PENGENAAN PAJAKNYA DIATUR DENGAN (PP)

Kalo gitu PAJAK FINAL ?? Jenis pajak yang memiliki sifat final, dimana si pembayar pajak tidak lagi dikenai kewajiban untuk memasukkan obyek pajak dan pajak yang bersangkutan kedalam perhitungan pajak akhir tahun, karena pajak dan obyek pajak tersebut sudah dianggap rampung, tuntas, atau pasti. lebih pada konteks Pajak Penghasilan (PPh), karena dalam PPh ada ‘Perampungan’ yang dilakukan setiap akhir tahun

Kalau Sudah Kena Pajak Final ?? Tidak Dapat Dikreditkan Terhadap Total PPh Terutang Pengeluaran dalam memperoleh penghasilan (obyek PPh Final) yang bersangkutan tidak boleh dibiayakan secara fiskal

Kenapa Harus Pajak Final ?? Penyederhanaan Administrasi PPh oleh OP yang belum terdaftar secara resmi sebagai WP PPh atas obyek yang timbul atau terjadi hanya sekali / tidak sering PPh berkaitan dengan pembayar pajak tertentu yang dikecualikan dari kewajiban tertentu seperti pembukuan atau memasukkan SPT Obyek Tertentu : Industri spesifik Transaksi khusus

PENGHASILAN TERTENTU YANG PENGENAAN PAJAKNYA TELAH DIATUR DGN PERATURAN PEMERINTAH (PP) 1. PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK ( PP No. 41 TAHUN 1994 jo PP No. 14 TAHUN 1997) 2. PENGHASILAN DARI HADIAH UNDIAN ( PP No. 132 TAHUN 2000) 3. PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (PP No. 48 TAHUN 1994 jo PP No.79 TAHUN 1999) 4. PENGHASILAN DARI BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SBI ( PP No. 131 TAHUN 2000 jo KMK No.51/KMK.04/2001) 5. PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ( PP No. 29 TAHUN 1996 Jo. PP No. 5 Tahun 2002 ) 6. PENGHASILAN BERUPA OBLIGASI YG DIPERDAGANGKAN DI BURSA EFEK ( PP No. 139 TAHUN 2000 jo PP No. 6 Tahun 2002 Jo. KMK No.121/KMK.03/2002) 7. PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI DAN JASA KONSULTAN ( PP No. 51 TAHUN 2008)

NON OBJEK PAJAK Pasal 4 ayat (3) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat Harta hibahan; Warisan; harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura atau kenikmatan dari WP atau Pemerintah;

NON OBJEK PAJAK dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WP DN, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

NON OBJEK PAJAK penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham- saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

NON OBJEK PAJAK beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu; sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan ; bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu.

PENGURANG PENGHASILAN BRUTO [ Pasal 6 UU PPh ] Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan ( pembelian bahan, upah, gaji, bunga, sewa, royalty; perjalanan, pengolahan limbah, asuransi, promosi, administrasi dan pajak kec. PPh) Penyusutan dan amortisasi Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan Kerugian karena penjualan/pengalihan harta yang digunakan dalam perusahaan Kerugian selisih kurs Biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia Beasiswa, magang dan pelatihan

PENGURANG PENGHASILAN BRUTO [ Pasal 6 UU PPh ] Penghapusan Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat : Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; dan Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; dan Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan Menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak. Premi asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja, dengan syarat bahwa premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi karyawan

PENGURANG PENGHASILAN BRUTO [ Pasal 6 UU PPh ] sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional ketentuannya diatur dengan PP; sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia ketentuannya diatur dengan PP; biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan PP; sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah

KOMPENSASI KERUGIAAN Kerugian tahun lalu dapat dibawa dan dikompensasikan ke penghasilan kena pajak selama 5 tahun pajak berikutnya Kerugian yang diakibatkan karena penghasilan yang telah dikenakan pajak final, tidak dapat dibawa/dikompensasikan ke tahun pajak berikutnya

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK Ketentuan Sekarang: KMK Nomor: 137/PMK.03/2005 Diri Sendiri Rp.13,2 juta Tambahan WP Kawin Rp. 1,2 juta Tambahan Istri Bekerja Rp.13,2 juta Tambahan Tanggungan Rp. 1,2 juta (Maksimal 3 orang) Pasal 7 UU PPh No 36 Tahun 2008 : Diri Sendiri Rp.15,84 juta Tambahan WP Kawin Rp. 1,32 juta Tambahan Istri Bekerja Rp.15,84 juta Tambahan Tanggungan Rp. 1,32 juta (Maksimal 3 orang) 4

PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA KAWIN Pasal 8 ayat (1) PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA YANG TELAH KAWIN DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN ATAU KERUGIAN SUAMINYA KECUALI 1. PENGHASILAN TSB SEMATA-MATA DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI SATU PEMBERI KERJA YG TELAH DIPOTONG PPh PASAL 21, DAN 2. PEKERJAAN TSB TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS SUAMI ATAU ANGGOTA KELUARGA LAINNYA

PENGHASILAN SUAMI ISTRI DIKENAI PAJAK SECARA TERPISAH [ PASAL 8 (2) ] a.suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; b.dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; c. dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya. [ PASAL 8 (4) ]

NON DEDUCTIBLE EXPENSES Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota Pembentukan dana cadangan, kecuali : Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi Cadangan untuk usaha asuransi Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan

NON DEDUCTIBLE EXPENSES Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan

NON DEDUCTIBLE EXPENSES Hadiah, bantuan atau sumbangan, warisan kecuali zakat yang dibayarkan kepada badan amil zakat Pajak penghasilan Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO Pasal 14 UU No. 17 Tahun 2000: WP orang pribadi yang memiliki peredaran usaha kurang dari Rp 600 juta dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto Keputusan Perubahan: Batas peredaran usaha untuk dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto bagi WP orang pribadi dinaikkan menjadi Rp. 4,8 milyar 5 39

Pasal 14 ayat (2,3,4), jo. PMK-01/PMK.03/2007 PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN Pasal 14 ayat (2,3,4), jo. PMK-01/PMK.03/2007 Norma Penghitungan Penghasilan Neto HANYA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SYARAT * Peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp 1.800.000.000 * Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari Tahun Pajak Ybs. Apabila tidak memberitahukan, dianggap memilih Pembukuan * Wajib menyelenggarakan Pencatatan

TARIF WP ORANG PRIBADI Pasal 17 UU No. 17 Tahun 2000 Lapisan Penghasilan Tarif 1. S.d Rp 25.000.000,- 5% 2. Di atas Rp25.000.000,- s.d. Rp 50.000.000,- 10% 3. Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000 15% 4. Di atas Rp100.000.000,- s.d.Rp200.000.000,- 25% 5. Di atas Rp200.000.000,- 35% Keputusan Perubahan: No. Lapisan Penghasilan Tarif 1. S.d. Rp 50.000.000,- 5% 2. Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 250.000.000 15% 3. Di atas Rp250.000.000,- s.d.Rp 500.000.000,- 25% 4. Di atas Rp500.000.000,- 30% 6 41

TARIF ATAS DIVIDEN YANG DITERIMA WP ORANG PRIBADI Pasal 23 (1.a) UU No. 17 Tahun 2000 : sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; Pasal 17 ayat (2c) UU No. 36 Tahun 2008 : Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final. 6 42 42

TARIF PPh BAGI WAJIB PAJAK CONTOH PENERAPAN TARIF PPh BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DN JUMLAH PKP Rp 390.000.000,00 PPh TERUTANG : 5% X Rp 25.000.000 = Rp 1.250.000 10% X Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000 15% X Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000 25% X Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000 35% X Rp 190.000.000 = Rp 66.500.000 Rp 102.750.000,00

TARIF PPh BAGI WAJIB PAJAK CONTOH PENERAPAN TARIF PPh BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DN (RUU) JUMLAH PKP Rp 390.000.000 PPh TERUTANG : 5% X Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000 15% X Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000 25% X Rp 140.000.000 = Rp 35.000.000 Rp 67.750.000

KREDIT PAJAK Pasal 21 - Pembayaran pajak melalui pemotongan pajak yang dilakukan oleh pemberi kerja – tidak berlaku untuk wajib pajak badan. Pasal 22 - Pembayaran pajak melalui pemungut pajak, seperti pada waktu impor. Pasal 23 - Pembayaran pajak melalui pemotongan oleh pihak ketiga Pasal 24 - Kredit Pajak Luar Negeri – pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri Read the slide

KREDIT PAJAK LUAR NEGERI [ Pasal 24 ] Untuk menghindari beban pajak ganda atas penghasilan yang sama Jumlah yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah diantara : Jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri; atau Jumlah pajak yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh penghasilan kena pajak dikalikan PPH terutang Jumlah pajak terutang atas seluruh penghasilan kena pajak, apabila penghasilan luar negeri > total penghasilan (didalam negeri menjalani kerugian)

KREDIT PAJAK LUAR NEGERI [ Pasal 24 ] Pengakuan penghasilan berdasarkan negara asal sumber penghasilan Penghasilan dari kegiatan usaha: stelsel akrual Pendapatan dividen: stelsel kas / ditetapkan Penghasilan lain-lain: stelsel kas Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak di Indonesia Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.

KELEBIHAN PAJAK YANG DIBAYAR ATAU TERUTANG DI LUAR NEGERI Tidak dapat diperhitungkan dengan PPh terutang tahun berikutnya; Tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan; Tidak dapat dimintakan restitusi;

SYARAT PENGKREDITAN PPH PASAL 24 Menyampaikan permohonan ke DJP; Melampirkan L/K dari penghasilan yang berasal dari LN; Melampirkan Dokumen Pajak di LN;

KREDIT PAJAK Pasal 25 - Pembayaran angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan untuk setiap bulan. Fiskal Luar Negeri - Pajak yang dibayar pada saat seorang karyawan pergi ke luar negeri – terbatas hanya untuk perjalanan dinas Read the slide

KREDIT PAJAK PPH PASAL 25 1) Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT PPh tahun pajak yang lalu, dikurangi dengan: a. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan b. PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak Read the slide

KREDIT PAJAK PPH PASAL 25 (2) Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu; (4) Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut, dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak Read the slide

KREDIT PAJAK PPH PASAL 25 (6) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut: a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian; b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur; c. SPT PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan; d. WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan; e. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan f. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP. Read the slide

PELUNASAN PPh DALAM TAHUN BERJALAN Pasal 20 ayat (1), (2) dan (3) PEMOTONGAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK OLEH PIHAK LAIN (PPh Psl 21,22,23,24) PEMBAYARAN OLEH WAJIB PAJAK SENDIRI (PPh Pasal 25) MERUPAKAN ANGSURAN PAJAK YANG BOLEH DIKREDITKAN TERHADAP PPh YANG TERUTANG UNTUK TAHUN PAJAK YBS KECUALI PEMBAYARAN PPh YANG BERSIFAT FINAL - DILAKUKAN SETIAP BULAN, ATAU - MASA LAIN YANG DITETAPKAN OLEH MENTERI KEUANGAN

Terima kasih 55

PASAL 31 E (1)Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). (2)Besarnya bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan

CONTOH PENGHITUNGAN PASAL 31 E Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00. Penghitungan pajak yang terutang: Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00. Pajak Penghasilan yang terutang: 50% x 28% x Rp500.000.000,00 = Rp70.000.000,00

CONTOH PENGHITUNGAN PASAL 31 E Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp30.000.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000. Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang: Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: (Rp4.800.000.000 : Rp30.000.000.000) x Rp3.000.000.000 = Rp480.000.000 Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: Rp3.000.000.000 – Rp480.000.000 = Rp2.520.000.000 Pajak Penghasilan yang terutang: 50%x 28% x Rp480.000.000 = Rp 67.200.000 28% x Rp2.520.000.000 = Rp 705.600.000 Jumlah PPh yang terutang Rp 772.800.000