Sekitar Berdirinya PNI Terjadinya Pemberontakan PKI (tanggal 11-12 November 1926) di Indonesia dapat dipatahkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Ini menjadi perhatian Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda. Waktu itu Semaun sebagai pemimpin PKI telah berada di Negeri Belanda. Selanjutnya terjadilah suatu perundingan antara Bung Hatta dengan Semaun dengan menghasilkan suatu konvensi politik yang hanya diketahui oleh Abdul Madjid Djojoadiningrat. Dibuatnya konvensi tersebut adalah atas usul Bung Hatta kepada Semaun, yang mengatakan bahwa Perhimpunan Indonesia akan memperoleh peranan yang penting dalam pergerakan nasional Indonesia (untuk mendirikan Partai Nasional Indonesia). Pada tanggal 4 Juli 1927 berdirilah suatu organisasi politik yang bernama Partai Nasional Indonesia di bawah pimpinan Ir. Soekarno, Ir. Anwari, Dr. Samsi, Mr. Sartono dan beberapa orang lainnya lagi dari bekas anggota PI dari Negari Belanda. PNI Soekarno ini adalah suatu partai nasional radikal yang revolusioner dengan mempunyai tujuan Indonesia merdeka sekarang juga. PNI cepat menjadi suatu partai yang berpengaruh di kalangan rakyat Indonesia, sampai partai itu beranggotakan hampir dua juta orang banyaknya. PNI cepat menjadi besar karena Ir. Soekarno sebagai seorang agitator besar yang penuh dengan demagoginya itu, dapat membangun kebangkitan semangat rakyat versus kapitalisme imperialisme. Pada saat itu Ir. Soekarno mengatakan: “Saya mengambil kekuasaan dengan kerongkongan.” PNI Soekarno yang demikian disokong Bung Hatta. Dari Belanda, ia banyak membari nasihat kepada pengurus besar PNI dan menulis di surat kabar Persatuan Indonesia, yang sangat berguna bagi sepak terjang PNI. Jika Ir. Soekarno berpendapat ‘mengambil kekuasaan dengan kerongkongan’, maka Bung Hatta berpendapat ‘organisasi mendatangkan kekuatan’. Dua cara dari dua pemimpin besar ini jangan dipertentangkan, tetapi kita padukan: Soekarno ialah sebagai juru bicara massa rakyat, dan Bung Hatta sebagai pemikir dan penyusun cita-cita konsep dasar, sekalipun kedua pemimpin ini belum pernah bertemu muka. Karena cepat dan pesatnya perkembangan PNI, Pemerintah Hindia Belanda menjadi khawatir. Lalu pada tahun 1929, Ir. Soekarno ditangkap bersama Gatot Mangunpradja, Maskun Sumadiredja, dan Soepradinata. Keempat-empatnya diajukan ke Landraad (Pengadilan Negeri) Bandung. Ir. Soekarno mendapat hukuman emapt tahun. Pada masa-masa tahun 1929 sampai tahun 1030 ada dua kejadian besar dalam PNI: pertama, Ir. Soekarno dihukum empat tahun oleh Pengadilan Negeri Bandung, lantas ia minta grasi. Kedua, Mr. Sartono dan kawan-kawan pada konperensi Solo membubarkan PNI (1930). Permintaan grasi Ir. Soekarno ini menimbulkan kemarahan Bung Hatta yang tidak kepalangtanggung. Beliau di saat itu masih berada di Negeri Belanda, sedang mengadakan persiapan berbagai tentamen dan persiapan menghadapi Ujian Doktoral untuk mencapai Sarjana Ekonomi. Sutan Sjahrir sebagai anggota Perhimpunan Indonesia sejalan dengan pikiran Bung Hatta dalam masalah grasi Ir. Soekarno tersebut. Juga tidak sependapat soal pembubaran PNI, ia segera mengambil keputusan pulang ke Indonesia (1931). Sjahrir kemudian menyusun organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, dimulai dari Yogyakarta bersama Sukemi, T.A. Moerad, dan Inu Perbatasari. Setelah terbentuk Pimpinan Umum Pendidikan Nasional Indonesia yang berkedudukan di Bandung (1932), di bawah pimpinan Sjahrir, Pendidikan Nasional Indonesia ini cepat berkembang. Bermawy Latief, Pribadi Manusia Hatta, Seri 6, Yayasan Hatta, Juli 2002.