Munafrizal Manan, S.H., S.Sos., M.Si., M.IP. HUKUM TATA NEGARA Munafrizal Manan, S.H., S.Sos., M.Si., M.IP.
Organ dan fungsi kekuasaan Negara Pokok Bahasan: Pembatasan Kekuasaan Cabang Kekuasaan Legislatif Cabang Kekuasaan Eksekutif Cabang Kekuasaan Yudisial Badan Pemeriksa Keuangan Organ Negara Menurut UUD 1945 Organ-Organ Negara Bersifat Independen
Pembatasan Kekuasaan Pembatasan kekuasaan merupakan salah satu ciri negara hukum. Ajaran konstitusionalisme modern menghendaki adanya pembatasan kekuasaan. Prinsip pembatasan kekuasaan menolak gagasan dan praktik penumpukan kekuasaan pada satu orang/lembaga seperti dalam sistem monarki absolut dan sistem otoriter. Tidak adanya pembatasan kekuasaan menjadi sumber kesewenang-wenangan penguasa dan penindasan terhadap kebebasan dan hak asasi manusia.
Lanjutan… Pembatasan kekuasaan berkait erat dengan teori pemisahan kekuasaan (separation of power) dan teori pembagian kekuasaan (division of power atau distribution of power). John Locke dan Baron de Montesquieu dinilai berjasa memberi sumbangan pemikiran tentang pembatasan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan menurut John Locke: legislatif, eksekutif, federatif. Pemisahan kekuasaan menurut Montesquieu: legislatif, eksekutif, yudisial trias politica pemisahan kekuasaan mutlak dinilai sulit diterapkan secara konsisten.
Lanjutan… Menurut van Vollenhoven, fungsi kekuasaan dapat dibagi menjadi 4 fungsi, yaitu: Regeling (pengaturan) legislatif Bestuur (pemerintahan) eksekutif Rechtspraak (peradilan) yudisial Politie (keamanan) aparat keamanan
Lanjutan… Teori pemisahan kekuasaan menghendaki fungsi kekuasaan harus dibedakan dan dipisahkan secara struktural dalam organ-organ yang tidak saling mencampuri urusan masing-masing. Menurut teori pemisahan kekuasaan, satu organ kekuasaan hanya dapat memiliki satu fungsi kekuasaan, atau sebaliknya satu fungsi kekuasaan hanya dapat dijalankan oleh satu organ kekuasaan. Pada prinsipnya, teori pemisahan kekuasaan bertujuan mencegah kecenderungan kekuasaan menjadi sewenang-wenang dan korup.
Lanjutan… Di Indonesia, penggunaan istilah pemisahan kekuasaan kadang dihindari karena diidentikkan dengan ajaran Montesquieu sebagai gantinya dipakai istilah pembagian kekuasaan. Istilah pemisahan kekuasaan sebetulnya adalah konsep yang bersifat umum. Istilah pemisahan kekuasaan dan pembagian kekuasaan sebetulnya punya arti yang sama, tergantung konteks pengertian yang dianut konteks hubungan kekuasaan vertikal atau horisontal
Lanjutan… Pembagian kekuasaan bersifat vertikal membedakan antara kekuasaan pemerintahan atasan (pusat/federal) dan pemerintahan bawahan (daerah/negara bagian). Sebelum berlaku perubahan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan bersifat vertikal (MPR sebagai lembaga tertinggi negara). Setelah perubahan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemisahan kekuasaan berdasarkan checks and balances.
Lanjutan… Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, ada beberapa bukti yang menunjukkan Indonesia pasca perubahan UUD 1945 menganut doktrin pemisahan kekuasaan: 1. Adanya pergeseran kekuasaan legislatif dari Presiden ke DPR kekuasaan membentuk UU yang sebelumnya berada pada Presiden, sekarang beralih ke DPR. 2. Diadopsinya sistem pengujian konstitusional atas UU sebagai produk legislatif oleh MK.
Lanjutan… 3. Diakuinya bahwa lembaga pelaku kedaulatan rakyat tidak dimonopoli lagi oleh MPR, melainkan oleh semua lembaga negara baik secara langsung atau tidak langsung. 4. MPR tidak lagi berstatus sbagai lembaga tertinggi negra, melainkan lembaga tinggi negara yang sederajat dengan lembaga tinggi negara lain. 5. Dalam hubungan antarlembaga tinggi negara berlaku prinsip checks and balances.
Cabang Kekuasaan Legislatif Lembaga legislatif atau parlemen dinilai lebih mencerminkan kedaulatan rakyat karena dipilih melalui pemilihan umum oleh rakyat. Anggota-anggota legislatif atau parlemen berstatus dan bertindak sebagai wakil-wakil rakyat. Eksistensi lembaga legislatif atau parlemen menunjukkan diterapkannya praktik demokrasi perwakilan (representative democracy) atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy).
Lanjutan… Ada 4 fungsi lembaga legislatif/parlemen, yaitu: 1. Fungsi Legislasi Kewenangan membentuk peraturan yang mengikat warga negara dengan norma-norma hukum yang mengikat dan membatasi. Fungsi legislasi dari legislatif atau parlemen terutama meliputi 3 hal berikut: Pengaturan yang dapat mengurangi hak dan kebebasan warga negara. Pengaturan yang dapat membebani harta kekayaan warga negara. Pengaturan mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara negara.
Lanjutan… Sebelum perubahan UUD 1945, Presiden memiliki kekuasaan melaksanakan fungsi legislasi namun DPR berhak mengajukan usulan UU (hak inisiatif). Setelah perubahan UUD 1945, DPR memiliki kekuasaan melaksanakan fungsi legislasi namun Presiden berhak mengajukan usulan UU ke DPR. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama menjadi UU jika Presiden tidak mengesahkan RUU menjadi UU dalam waktu 30 hari, RUU sah menjadi UU dan wajib diundangkan.
Lanjutan… 2. Fungsi Pengawasan Kewenangan melakukan pengawasan terhadap pemerintah dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan serta pengawasan atas pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pemerintahan. Pengawasan oleh legislatif/parlemen meliputi: pengawasan atas pemerintahan, pengawasan atas pengeluaran negara, dan pengawasan atas pemungutan pajak. Lembaga legislatif atau parlemen seharusnya lebih mengutamakan fungsi pengawasan.
Lanjutan… Untuk melakukan fungsi pengawasan DPR memiliki beberapa hak, yaitu: hak meminta keterangan, hak interpelasi, hak menyatakan pendapat. Hasil perubahan UUD 1945 telah memperkuat fungsi pengawasan DPR terhadap Pemerintah. DPR juga terlibat dalam pengangkatan pejabat- pejabat publik tertentu yang memerlukan pertimbangan atau persetujuan dari DPR. pemilihan 3 hakim konstitusi pemilihan Duta Besar pemilihan Gubernur BI dan Dewan Gubernur BI persetujuan pengangkatan Panglima TNI & Kepala Polri pemilihan anggota komisioner komisi-komisi negara
Lanjutan… 3. Fungsi Representasi Kewenangan mewakili dan menyalurkan aspirasi, pendapat, dan kepentingan warga negara sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk kebijakan. Ada 3 jenis dan fungsi representasi atau perwakilan di lembaga legislatif, yaitu: Sistem perwakilan politik Sistem perwakilan teritorial Sistem perwakilan fungsional Pilihan sistem perwakilan akan menentukan pilihan bentuk dan struktur pelembagaan sistem perwakilan: Struktur satu kamar (unicameral) hanya punya sistem perwakilan politik. Struktur dua kamar (bicameral) punya dua atau tiga sistem perwakilan di atas.
Lanjutan… Sebelum perubahan UUD 1945, Indonesia menggabungkan ketiga sistem perwakilan di atas sekaligus MPR terdiri atas anggota DPR, utusan daerah, dan utusan golongan. Setelah perubahan UUD 1945, sistem perwakilan Indonesia hanya terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD. Saat ini, Indonesia menganut bentuk dan struktur pelembagaan perwakilan bikameral, namun kadang disebut juga sebagai trikameral karena selain ada DPR dan DPD, masih ada juga MPR.
Lanjutan… Wewenang MPR setelah Perubahan UUD 1945 : Mengubah dan menetapkan UUD. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD. Wewenang MPR bersifat situasional, hanya jika ada agenda di atas MPR melaksanakan wewenangnya. MPR aktif melakukan kegiatan sosialisasi Empat Pilar Bangsa: Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika.
Lanjutan… Wewenang dan hak DPR setelah Perubahan UUD 1945 : Memegang kekuasaan membentuk UU. Memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul, dan pendapat serta hak imunitas. Anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan UU. Menyetujui atau tidak menyetujui Perpu yang ditetapkan oleh Presiden. Beberapa wewenang Presiden memerlukan persetujuan atau pertimbangan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain; mengangkat duta dan konsul; memberi amnesti dan abolisi;
Lanjutan… Wewenang DPD berdasarkan Perubahan UUD 1945 : Dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
Lanjutan… Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Lanjutan… 4. Fungsi Anggaran Kewenangan membahas dan memutuskan hal- hal yang berkaitan dengan anggaran pendapatan dan belanja negara. Segala kebijakan keuangan negara yang terkait dengan pendapatan dan belanja negara harus melibatkan dan mendapatkan persetujuan legislatif atau parlemen. Fungsi anggaran kadang dianggap sebagai bagian dari fungsi pengawasan.
Lanjutan… DPR memiliki kewenangan menentukan dalam proses perumusan dan pengesahan APBN. DPR melalui Badan Anggaran DPR dapat terlibat membahas hal-hal teknis APBN. DPR berwenang mencoret pos anggaran tertentu dari APBN yang tidak disetujui oleh DPR. DPR juga berwenang mempending pos anggaran tertentu yang belum dapat disetujui DPR dengan memberi tanda bintang.
Cabang Kekuasaan Eksekutif Kosakata eksekutif merupakan terjemahan dari kosakata executive, to execute dari bahasa Inggris, yang artinya menjalankan. Jadi kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan yang menjalankan peraturan perundang- undangan dan administrasi pemerintahan. Pelaksanaan kekuasaan eksekutif di tiap negara sesuai dengan sistem pemerintahan yang dianutnya. Ada 3 jenis sistem pemerintahan, yaitu: presidensiil, parlementer, dan campuran
Lanjutan… Ciri sistem pemerintahan presidensiil yaitu: Kedudukan kepala negara tidak terpisah dari jabatan kepala pemerintahan. Kepala negara tidak bertanggung jawab kepada parlemen, melainkan bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang memilihnya. Presiden tidak berwenang membubarkan parlemen. Kabinet sepenuhnya bertanggung jawab kepada Presiden.
Lanjutan… Ciri sistem pemerintahan parlementer yaitu: Jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan dipisah dan dijabat oleh orang yang berbeda. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen. Kabinet dapat dibubarkan jika tidak mendapat dukungan parlemen. Pemerintah dapat membubarkan parlemen jika tidak tidak mendapat dukungan parlemen, maka kemudian diselenggarakan Pemilu.
Lanjutan… Dalam sistem campuran (hybrid system), terdapat ciri-ciri dari sistem presidensiil dan sistem parlementer. Jika sistem presidensiil yang menonjol, maka disebut sebagai sistem kuasi-presidensiil misal: Indonesia sebelum Perubahan UUD 1945 peran MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Jika sistem parlementer yang menonjol, maka disebut sebagai sistem kuasi-parlementer misal: Perancis.
Lanjutan… Setelah Perubahan UUD 1945, Indonesia memantapkan sistem presidensiil murni. Presiden dipilih langsung oleh rakyat lewat Pemilu, tidak lagi dipilih oleh MPR. Presiden tidak bertanggung jawab kepada MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Presiden tidak lagi memiliki kekuasaan membentuk UU, tetapi dapat mengajukan usulan UU. Pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak dapat lagi dilakukan sepihak oleh MPR karena alasan politik, melainkan harus meminta pertimbangan MK karena alasan hukum. Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR.
Cabang Kekuasaan Yudisial Di Indonesia, kekuasaan yudisial biasa disebut kekuasaan yudikatif dari istilah judicatief bahasa Belanda. Bahasa Inggris menggunakan istilah judicial, judiciary, atau judicature. Kekuasaan yudisial atau yudikatif adalah kekuasaan kehakiman. Kekuasaan yudisial dijalankan oleh para hakim. Kekuasaan yudisial sering dianggap sebagai pilar ketiga dalam sistem kekuasaan modern, setelah legislatif dan eksekutif.
Lanjutan… Kekuasaan yudisial sebagai check and balance terhadap cabang-cabang kekuasaan lain. Kekuasaan yudisial adalah lembaga independen yang tidak boleh dipengaruhi atau diintervensi oleh cabang-cabang kekuasaan lain. Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara di pengadilan, hakim harus independen dan imparsial dari pengaruh atau intervensi pihak manapun.
Lanjutan… The Bangalore Principles of Judicial Conduct menyebut 6 prinsip utama yang harus dipedomani oleh para hakim, yaitu: Independensi (independency) Imparsial (impartial) Integritas (integrity) Kepantasan dan Kesopanan (propriety) Kesetaraan (equality) Kecakapan dan Keseksamaan (competence and diligence)
Lanjutan… Pasal 24 UUD 1945 dan Pasal 24 UU tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. MA court of justice MK court of law
Lanjutan… Sistem peradilan di bawah MA punya 4 lingkungan peradilan: Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dalam lingkungan peradilan umum. Pengadilan Agama dan dan Pengadilan Tinggi Agama dalam lingkungan peradilan agama. Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam lingkungan peradilan tata usaha negara. Pengadilam Militer dan Pengadilan Tinggi Militer dalam lingkungan peradilan militer.
Lanjutan… Sistem peradilan Indonesia mengenal beberapa pengadilan khusus: Pengadilan Hak Asasi Manusia Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Niaga Pengadilan Perikanan Pengadilan Anak Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Pajak Mahkamah Syar’iyah Provinsi Aceh Pengadilan Adat di Papua
Lanjutan… Melalui Perubahan Ketiga UUD 1945, pada Bab IX Kekuasaan Kehakiman kini ada Komisi Yudisial yang tugasnya terkait dengan soal kehakiman. Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, KY bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Badan Pemeriksa Keuangan Beberapa negara membentuk secara khusus cabang kekuasaan yang menjalankan tugas pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara. Misalnya; Perancis (Cour des Comptes), RRC (Yuan Pengawas Keuangan), Indonesia (Badan Pemeriksa Keuangan). Cabang kekuasaan negara ini berfungsi sebagai external auditor terhadap kinerja keuangan pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain.
Lanjutan… Fungsi pemeriksa keuangan sebenarnya terkait erat dengan fungsi pengawasan oleh parlemen atau legislatif. Jadi kedudukan kelembagaan BPK sebetulnya berada dalam wilayah kekuasaan legislatif, atau berhimpitan dengan fungsi pengawasan oleh DPR. Kedudukan kelembagaan BPK bersifat auxiliary terhadap fungsi pengawasan oleh DPR. Laporan hasil pemeriksaan oleh BPK harus dilaporkan atau disampaikan kepada DPR untuk ditindaklanjuti.
Lanjutan… Ada 3 fungsi BPK, yaitu: Fungsi operatif melakukan pemeriksaan, pengawasan dan penelitian atas penguasaan dan pengurusan keuangan negara. Fungsi yudikatif melakukan tuntutan terhadap bendaharawan dan pegawai negeri bukan bendaharawan yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melakukan kewajibannya, menimbulkan kerugian bagi negara. Fungsi rekomendasi memberi pertimbangan kepada pemerintah tentang pengurusan keuangan negara. Moh. Kusnardi, dkk, dalam Moh. Mahfud MD
Lanjutan… Melalui Perubahan Ketiga UUD 1945, kelembagaan BPK kini diperkuat ada bab sendiri (Bab VIIA). Penguatan kelembagaan BPK yaitu menyangkut dua hal : 1. Perubahan bentuk organisasi secara struktural UUD 1945 menegaskan hanya ada satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri dualisme antara BPK dan BPKP tidak ada lagi. 2. Perluasan jangkauan tugas pemeriksaan secara fungsional Pemeriksaan tidak hanya mencakup APBN, tapi juga APBD. Hasil pemeriksaan tidak hanya dilaporkan kepada DPR, tapi juga DPD serta DPRD provinsi da DPRD kabupaten/kota. Objek pemeriksaan tidak hanya subjek hukum (lembaga negara) tata negara dan subjek hukum administrasi negara, tapi juga subjek hukum perdata (BUMN, BUMD, dan swasta yang terdapat kekayaan negara)
Organ negara menurut uud 1945 Pasca-perubahan UUD 1945, dalam struktur kelembagaan negara RI ada 8 organ negara yang berkedudukan sederajat dan menerima kewenangan langsung dari UUD 1945, yaitu: DPR DPD MPR BPK Presiden dan Wakil Presiden MA MK KY
Lanjutan… Ada pula lembaga yang yang diatur kewenangannya dalam UUD 1945, yaitu: TNI, Kepolisian Negara RI, Pemerintah Daerah, dan Partai Politik. Ada pula lembaga yang tidak disebut namanya, tetapi disebut fungsinya, dan kewenangannya dinyatakan akan diatur dengan UU, yaitu: bank sentral, komisi pemilihan umum.
Organ-organ negara bersifat independen Organisasi negara mengalami perkembangan pesat, tidak lagi hanya sebatas cabang kekuasaan eksekutif, legsilatif, dan yudisial. Muncul lembaga-lembaga negara baru yang biasa disebut state auxiliary organs (organ penunjang negara) dengan aneka nama (agency, board, commission, authority, dll). Ada yang bersifat independen dan ada yang bersifat semi atau kuasi independen.
Lanjutan… Ada state auxiliary organs yang masuk dalam ranah cabang eksekutif, ada pula yang masuk dalam ranah cabang lain, atau dalam ranah sendiri. Anggota state auxiliary organs umumnya tidak dipilih langsung oleh rakyat lewat Pemilu, melainkan diangkat oleh pejabat yang dipilih langsung oleh rakyat (Presiden dan DPR).
Lanjutan… Di Indonesia sejak Era Reformasi dan Perubahan UUD 1945, muncul banyak state auxiliary organs. Ada state auxiliary organs yang diatur keberadaannya dalam UUD 1945 (KY, KPU). Ada state auxiliary organs yang diatur dalam UU (misal: Komnas HAM, KPI, Kompolnas). Ada state auxiliary organs yang diatur dalam Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden (misal: Komisi Kejaksaan, KHN, KON. Ada juga yang dibentuk hanya untuk sementara waktu saja (misal: Komisi Konstitusi dibentuk oleh BP-MPR, Komisi Kebenaran dan Persahabatan dibentuk oleh Pemerintah RI dan Pemerintah Timor Leste).
Sumber rujukan Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II (Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI: Jakarta, 2006). Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi (PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta, 2007). Moh. Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Edisi Revisi (PT Rineka Cipta: Jakarta, 2001). Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2005).