AGRIBISNIS BERBASIS SAPI POTONG DAN PERAH DI INDONESIA

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
STRATEGI POKOK Kebijakan Fiskal Kebijakan Perbankan/Keuangan
Advertisements

OLEH : SHANTI EMAWATI, S.Pt., MP.
BAB 6 EKONOMI MIKRO DAN EKONOMI MAKRO.
SISTEM AGRIBISNIS.
SAP 3 EVALUASI PROYEK DESAIN STUDI KELAYAKAN DAN MEMPEROLEH GAGASAN
PENGEMBANGAN ROTAN INDONESIA MELALUI POLA SENTRA HHBK
PERTANIAN PERTEMUAN 8 Powerpoint Templates.
KEBIJAKAN DAN REVITALISASI PERTANIAN
SISTEM PRODUKSI SAPI POTONG
MANAJEMEN RESIKO AGRIBISNIS.
DISTRIBUSI DAN SISTEM PEMBAYARAN SUSU
Studi Kasus : Klaster Susu Boyolali.
Lanjutan bab 3……………… Pertemuan 5.
PEMBANGUNAN AGRIBISNIS
Asisten Pemerintahan dan Kesra
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Pemalang
Berita Resmi Statistik
SISTEM AGRIBISNIS Usaha agribisnis mempunyai kecenderungan untuk dikembangkan menjadi suatu usaha yang berorientasi bisnis atau keuntungan yang dapat.
1. WAWASAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN
PELUANG BISNIS BERBASIS POTENSI LOKAL JAWA BARAT UNTUK PASAR GLOBAL
Oleh: Dr.Ir. Achmad Suryana Kepala Badan Litbang Pertanian
Peranan Usaha Mikro, Usaha Kecil Dan Menengah (UMKM)
Dr. Ir. Atien Priyanti SP, M.Sc
GLOBALISASI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS
POLA-POLA PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA
SUB SEKTOR PETERNAKAN.
OLEH : SHANTI EMAWATI, S.Pt., MP.
OLEH : SHANTI EMAWATI, S.Pt., MP.
AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI
Arah Kebijakan Persusuan
PENYEDIAAN DAGING NASIONAL
PERDAGANGAN PANGAN.
RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN TAHUN 2017 Surabaya, 7-9 Desember 2016
Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2010 menerapkan beberapa prinsip penting yaitu: (PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 59/Permentan/HK.060/8/2007.
Penjabaran Diversifikasi Pangan
PERUBAHAN DAN PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA
MENGGERAKKAN PRODUKSI TERNAK KAMBING DOMBA BERORIENTASI EKSPOR
AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN AYAM RAS DI INDONESIA
PERDAGANGAN INTERNATIONAL
Maria Lusia Hutagalung D1B011024
Implementasi Pemahaman Globalisasi Ekonomi dalam Pembangunan Wilayah: STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING DI ERA MASYARAT EKONOMI ASEAN (MEA) Oleh : Dr. Kurniyati.
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Kambing dan Domba
Arah Kebijakan Persusuan
Arah Kebijakan Persusuan
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Kambing dan Domba
Bahan Kuliah ke 8: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan
POLA-POLA KEMITRAAN DI JAWA BARAT
NAMA KELOMPOK : DESI AYU ARUM S. ( 176 ) BAYU ADI SURYONO ( 193 )
Bahan Kuliah ke 8: UU dan kebijakan Pembangunan Peternakan
Peran dan Perkembangan Agribisnis di Indonesia
Pola Kemitraan Ayam Ras Pedaging
International Trade Condition Kondisi Perdagangan International
Industri pangan berbasis hasil UNGGAS
Arah Kebijakan Persusuan
Jepang stop impor broiler dari indonesia
SISTEM PRODUKSI SAPI PERAH
Potensi dan Prospek Domba di Indonesia
Membangun Peternakan Kambing dan Domba untuk Mendukung Program Swasembada Daging dan Susu Disampaikan pada : Workshop dan Silaturahmi Nasional (SILATNAS)
Isu Komoditas Sapi Potong Merupakan isu terbesar
PEREKONOMIAN INDONESIA
PROFIL PETERNAKAN SAPI PERAH DI JAWA TIMUR TH 2008
SISTEM PRODUKSI SAPI POTONG
Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Pertanian
OLEH : SHANTI EMAWATI, S.Pt., MP.
Ketahanan Pangan dan Gizi Ade Saputra Nasution. Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun.
Judul : Perkembangan industri di Era globalisasi Terhadap pendapatan nasional indonesia Nama : Agustinus Jono Npm :
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
PERAN AGRIBISNIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
Data Hasil Penggemukan Sapi PO di Kebun Dolok Ilir PTPN IV (selama 30 hari), Tahun 2005 Nomor Sapi Pertambahan Bobot Badan 1 (kg) Pertambahan Bobot Badan.
Transcript presentasi:

AGRIBISNIS BERBASIS SAPI POTONG DAN PERAH DI INDONESIA

AGRIBISNIS SAPI POTONG

Pokok bahasan: Latar belakang agribisnis sapi potong Bisnis sapi potong sebagai suatu sistem agribisnis Kinerja agribisnis sapi potong di Indonesia Strategi pengembangan agribisnis sapi potong Bisnis sapi potong menghadapi globalisasi dan perubahan pasar

Latar belakang agribisnis sapi potong Pengembangan agribisnis sapi potong di Indonesia masih sangat minim Penyediaan daging sapi di Indonesia masih dipenuhi oleh peternak rakyat skala kecil, hanya sebagai usaha sambilan. Investasi swasta baru muncul pada tahun 1990 pada usaha penggemukan (fattening) dan perdagangan sapi Rendahnya efisiensi reproduksi, menyebabkan pertumbuhan populasi sapi potong di Indonesia rendah.

Sistem agribisnis sapi potong

Sistem agribisnis sapi potong

Subsistem agribisnis hulu (Input) Pasokan pakan Berkembangnya kawasan peternakan sapi potong  pola pemeliharaan semakin intensif Peningkatan kebutuhan pakan, kuantitas, kualitas dan kontinuitas Peningkatan lahan pangonan, penggembalaan, daerah aliran sungai, perkebunan, kehutanan Teknologi pengawetan hijauan, hay, silage, fermentasi dll. Diseminasi inovasi melalui pendekatan tekno-sosio-ekonomi  rekayasa social Pasokan Sapi Ketergantungan impor sapi dan daging Perlu upaya pembibitan di Indonesia Pertumbuhan pembibitan harus lbh besar dr pertumbuhan pemotongan Pencegahan penjualan betina keturunan IB Pasokan bibit hasil IB

Subsistem agribisnis hulu (Input) Straw semen Penyebaran melalui dinas peternakan Untuk lokasi terpencil/terisolir, kelancaran terhambat, pengaturan pengadaan tidak efektif Berkurangnya kemampuan pemerintah untuk, subsidi straw semen   Penyediaan obat-obatan Kebutuhan obat cacing dan vitamin Vaksin disediakan pemerintah

Subsistem agribisnis budidaya Peternak rakyat skala 2-5 ekor Semi intensif 5 – 10 ekor, Intensif > 10 ekor Ekstensif /digembalakan  perkawinan IB dan alam  S/C rendah  perlu pejantan unggul Program IB terprogam untuk mencegah inbreeding Pendapatan peternak rakyat rendah, tidak berorientasi komersil Masalah: Produktivitas rendah; CI tinggi, pubertas lambat, angka kematian pedet tinggi PBB relative rendah (0,2-0,4 kg/ekor/hari)  bibit, pakan, penyakit, manajemen Insentif ekonomi rendah (negative)  minat pembibitan jadi rendah Sumberdaya yang tersedia belum dimanfaatkan secara optimal

Subsistem agribisnis hilir (Pengolahan dan Pemasaran) Tergantung preferensi konsumen Hampir 60% prod daging diserap industri pengalengan dan pengusaha baso Kulit diserap oleh industri tas dan sepatu Kelembagaan peternak  produsen, bandar, pemotong (konsumen jagal) Pasar cenderung monopsoni atau oligopsoni Subsistem Pendukung Infrastruktur jalan Infrastruktur komunikasi Kapasitas kelembagaan (teknologi, modal posisi tawar di pasar) Kelembagaan kelompok  inovasi teknologi Tingkat penerapan teknologi  IB, pakan

Kinerja Agribisnis sapi potong di Indonesia Penyediaan daging sapi di sebagian besar disediakan oleh peternakan rakyat. Sampai saat ini masih sedikit sektor swasta yang investasi di bisnis ini, kecuali impor daging dan bakalan. Penyediaan sarana dan prasarana pengembangan masih disediakan pemerintah (Pembibitan oleh BIB, RPH), belum ada swasta yang bergerak disini. Pemerintah dihadapkan dilematis antara kepentingan produsen dan konsumen (kalo membebaskan impor akan menguntungkan konsumen namun merugikan produsen/peternak, kalo membatasi impor maka akan menguntungkan peternak namun merugikan konsumen karena harga tidak bebas).

Strategi pengembangan agribisnis sapi potong di Indonesia Untuk mempercepat pengembangan agribisnis sapi potong, tidak dapat mengandalkan peternak rakyat. Peran serta pengusaha swasta sangat diperlukan. Pengusaha dengan pola kemitraan dengan peternak rakyat Pada pola ini, usaha peternak rakyat diperbesar skala pemeliharaannya sehingga menjadi usaha pokok penghasil bakalan bahkan sampai penggemukan. Sementara usaha pemotongan, perdagangan daging sapi dan industri makanan ditangani oleh pengusaha. Pengusahaan dengan pola integrasi vertikal Pada pola ini, pengusaha mengembangkan suatu pembibitan (ranch) sebagai sumber bakalan, usaha penggemukan, pemotongan, perdagangan yang terintegrasi secara vertikal.

Bisnis sapi potong menghadapi globalisasi dan perubahan pasar Berbagai kebijakan proteksi perdagangan seperti tarif, subsidi, kuota dan berbagai bentuk hambatan non tarif lainnya yang popular membatasi perdagangan internasional di masa lalu akan dihapus atau diminimumkan. Penghapusan bentuk-bentuk proteksi tersebut akan membawa perubahan pada pasar daging sapi internasional. Perubahan pasar daging sapi juga terjadi akibat perubahan fundamental dalam preferensi konsumen. Adanya perubahan gaya hidup serta makin terbatasnya waktu yang tersedia bagi ibu rumah tangga telah menyebabkan pergeseran permintaan bahan makanan dari yang siap untuk dimasak (ready to cook) kepada yang siap untuk dikonsumsi (ready to eat). AKibatnya makin marak konsumen industri makanan cepat saji seperti: Pizza hut, McDonalds, Hoka-hoka Bento, Wendy’s

Bisnis sapi potong menghadapi globalisasi dan perubahan pasar Perubahan-perubahan yang akan terjadi dalam jangka pendek: Pasar daging sapi dan produknya akan terbuka di setiap negara dan dapat dimasuki dengan mudah oleh setiap negara tanpa hambatan berarti. Konsumsi daging sapi negara importir akan meningkat, karena konsumsi daging yang masih rendah perkapita/tahun. Hal ini karena peningkatan daya belinya. Diperkirakan negara Asia Timur dan Tenggara. Dalam jangka panjang: Peningkatan permintaan daging sapi menyebabkan peningkatan harga. Peningkatan ini akan menyebabkan peluang bisnis baru bagi negara-negara yang memiliki potensi untuk pengembangan sapi potong seperti : Indonesia, China.

AGRIBISNIS SAPI PERAH

Pokok Bahasan Latar belakang agribisnis sapi perah Agribisnis sapi perah di Indonesia Sistem agribisnis sapi perah Pola pengembangan agribisnis sapi perah Potensi dan lokasi pengembangan agribisnis sapi perah Bisnis sapi perah menghadapi globalisasi dan perubahan pasar

Latar belakang agribisnis sapi perah Peternakan sapi perah di Indonesia sejak abad ke 19 oleh Belanda Pada jaman penjajahan Jepang terbengkalai dan akhirnya dipelihara oleh rakyat Pada tahun 1949 tumbuh organisasi yang membina peternak yaitu Gabungan Petani Peternak Sapi Perah Pengalengan (GAPPSIP). Sekarang dalam wadah Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Kondisi persusuan 2009 : terjdi penurunan harga susu mulai awal 2009 (Rp.500 -600/lt)

Agribisnis sapi perah di Indonesia Produksi susu segar (90%) dihasilkan oleh usaha rakyat (2 – 3 ekor/peternak) dan umumnya menjalin kerjasama kemitraan dalam bentuk koperasi susu Bahan baku susu 70% lebih masih mengandalkan impor Jumlah 90.000 peternak dan menyerap tenaga kerja cukup besar di atas 250.000 jiwa, sewajarnya bila pemerintah melindungi peternak sapi perah. Dukungan pemerintah dalam agribisnis persusuan : (1) gerakan minum susu mulai tahun 1970-an (2) gerakan Koperasi Susu dalam wadah GKSI th 1979 (3) memberi kesempatan investasi industri pengolahan susu dan tahun 1979 tercatat 7 pabrik besar yang mengolah susu segar.

Agribisnis sapi perah di Indonesia Titik awal perkembangan pemasaran susu dimulai dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama tiga menteri tahun 1982 yang sekaligus menjadi entry point dalam pengembangan koperasi persusuan di Indonesia. (mewajibkan semua Industri Pengolah Susu (IPS) untuk menyerap susu dari peternak rakyat). Perkembangan persusuan hanya 5%/tahun. Lambatnya perkembangan ini akibat kurang mendukungnya kebijakan pemerintah yang berpihak pada petani. Yaitu dengan dicabutnya kebijakan wajib serap susu lokal oleh IPS membuat terjadinya kehancuran persusuan nasional akibat pemerintah menandatangi LOI dengan IMF, sehingga IPS bebas menggunakan bahan baku melalui impor susu (bea masuk bahan susu 0%).

Agribisnis sapi perah di Indonesia Jika asumsi tahun 2010 populasi penduduk Indonesia mencapai 240 juta orang, laju pertumbuhan penduduk 1,5% per tahun serta laju pertumbuhan sapi perah 10% per tahun akan dihasilkan susu 750.000–800.000 ton per tahun total konsumsi susu tahun 2010 akan mencapai 2.400.000 ton per tahun untuk mencapai “Indonesia Kolam Susu“ harus diproduksi bibit sapi perah sebanyak 100 ribu ekor, sehingga diperoleh angka ideal populasi susu sapi perah sebanyak 500.000– 600.000. Orang Indonesia, rata-rata mengkonsumsi susu hanya 4 kilogram/ perkapita/ tahun Target tingkat konsumsi susu mencapai 12,5 kg/tahun, atau setara konsumsi gizi 1,0 gram per kapita/tahun.

Sistem agribisnis sapi perah

Pola pengembangan agribisnis sapi perah

Potensi pengembangan agribisnis perah di Indonesia Produksi susu dalam negeri hanya mampu memasok 30% dari kebutuhan susu nasional (masyarakat dan Industri Pengolahan Susu), sedangkan sisanya 70% diimpor dari luar negeri (net importir). Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat, perkembangan konsumsi susu pada periode yang sama mengalami peningkatan sebesar 48,09% Dilaksanakan kesepakatan bersama antara IPS dengan Gabungan Kopersi Susu Indonesia (GKSI) tahun 1988 tentang Pengembangan Usaha Persusuan Nasional yang intinya pihak IPS dan pihak GKSI

Lokasi potensial pengembangan sapi perah Lokasi yang potensial untuk pengembangan usaha sapi perah yaitu: Provinsi Sumatera Utara (Tapanuli Utara dan Karo), Sumatera Barat (Padang Panjang), Bengkulu (Rejang Lebong), Jambi (kodya Jambi), Sumatera Selatan (Muara Enim), Lampung (Tanggamus, Lampung Barat), Jawa Barat (Bandung, Garut, Kuningan, Bogor, Sumedang, Majalengka, Cianjur, Sukabumi), Jawa Tengah (Boyolali, Semarang, Salatiga, Klaten, Ungaran, Banyumas, Wonosobo, Surakarta), Yogyakarta (Sleman). Kalimantan Selatan (Banjar), Kalimantan Timur ( Kutai) Nusa Tenggara Barat (Lombok Barat).

Agribisnis sapi perah menghadapi globalisasi dan perubahan pasar Adanya pengesahan Agreement Establishment The World Trade Organization (WTO), maka Indonesia harus mengikuti semua bentuk perdagangan dunia menuju pasar global, sesuai dengan tahapan waktu yang telah ditentukan. Dengan terbentuknya WTO, maka di satu sisi segala bentuk hambatan dalam perdagangan internasional dihapuskan, sedangkan di sisi lain muncul upaya-upaya proteksionisme oleh negara-negara anggota WTO yang masih menginginkan perlindungan tertentu bagi ekonomi nasionalnya dengan menerapkan pengaturan yang ketat terhadap perdagangannya. Persetujuan di bidang pertanian-WTO meliputi empat aspek pokok, yaitu : 1) ketentuan-ketentuan yang mengatur masalah akses pasar, 2) subsidi ekspor, dan 3) subsidi domestik serta 4) ketentuan masalah kebijaksanaan Sanitary and Phytosanitary (Perlindungan Terhadap Kesehatan atau Kehidupan Manusia, Hewan, dan Tumbuh-tumbuhan menurut Hukum WTO) .