Bagus Kurniawan (135020401111049) Firnanda Adhi N. (135020407111014) Rationing Health Care Bagus Kurniawan (135020401111049) Firnanda Adhi N. (135020407111014)
Sistem Pelayanan Kesehatan Indonesia Pelayanan Kesehatan Dasar Sistem Pelayanan Kesehatan Indonesia Pelayanan Kesehatan Rujukan
Sistem Rujukan Menurut SK. Menteri Kesehatan RI No.32 tahun 1972, yaitu suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antara unit-unit yang setingkat kemampuannya. Di Indonesia sendiri ada 2 macam rujukan yakni: 1. Rujukan Kesehatan 2. Rujukan Medis
Masalah Pelayanan Kesehatan Berkembangnya IPTEK, membuat perubahan pada pelayanan kesehatan, di satu sisi hal ini dapat mendatangkan keuntungan. Tetapi di sisi lain, perubahan ini justru mendatangkan permasalahan diantaranya: Berubahnya sifat pelayanan kesehatan Fragmented health services Regangnya hubungan antar petugas Makin mahalnya biaya kesehatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pelayanan kesehatan Pergeseran Masyarakat dan Konsumen IPTEK baru Isu legal dan etik Ekonomi Politik
BPJS Di indonesia sendiri di dirikan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) yang bertug asmenyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. BPJS Kesehatan sebelumnya bernama Askes, yang dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014.
Kehadiran BPJS ini bukannya tidak mungkin menimbulkan masalah, menurut berita dari Kompas.com menjelaskan bahwa BPJS mengalami defisit likuiditas sebesar 5,85 T di akhir 2015. Hal ini bisa menyebabkan terganggunya pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Akhirnya pemerintah pun turun tangan dengan menyuntikan dana sebesar 1,54 T. Penyebab kesulitan likuiditas ini adalah melonjaknya jumlah peserta JKN. Hal ini terjadi terutama pada kelompok pekerja bukan penerima upah. Kelompok pekerja ini tak punya jaminan kesehatan serta tak masuk dalam kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari pemerintah serta kelompok ini belum mampu membayar asuransi kesehatan swasta sehingga menyebabkan keinginan kelompok pekerja ini meningkat pesat ketika JKN ini di luncurkan. Hal ini tidak luput dari kesalahan proyeksi dalam kelompok pekerja ini. Realisasinya sangat jauh melampaui proyeksi. Yang awalnya hanya kisaran 500 rb – 600 rb orang pada 2014, saat ini tumbuh samapai 10 juta orang lebih.
Di kutip dari Republika Online bahwa menurut BPJS Watch pelaksanaan JKN masih banyak masalah, masih banyak permasalahan yang dialami peserta BPJS Kesehatan di rumah sakit (RS), baik RS pemerintah maupun RS swasta, yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Pasien kerap kali disuruh membeli obat sendiri, membayar biaya perawatan, dan obat karena total biaya sudah melebihi paket INA CBGs, membeli darah, menunggu jadwal operasi berbulan-bulan, dan adanya penolakan RS dengan alasan kamar penuh. Para peserta BPJS Kesehatan sangat berharap kehadiran staf BPJS Kesehatan secara langsung di seluruh RS selama 7 x 24 jam. Sehingga, ketika mereka mengalami masalah segera dapat dibantu ,nomor pengaduannya pun juga dianggap tidak efektif apalagi bila hari sabtu-ahad dan hari libur nasional. Hal ini menjadi kesulitan tersendiri bagi para peserta BPJS Kesehatan. Kemudian, dikeluarkannya Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014 yang direvisi oleh Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 jelas-jelas sangat menyusahkan rakyat yang ingin menjadi peserta BPJS Kesehatan. Alasannya, diberlakukannya masa aktivasi yang awalnya tujuh hari dan sekarang ditambah menjadi 14 hari merupakan keputusan Direksi BPJS Kesehatan yang telah melanggar Pasal 20 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN. "Rakyat yang mau menjadi peserta BPJS Kesehatan disuruh kembali lagi ke kantor BPJS Kesehatan 14 hari kemudian untuk membayar iuran," ujarnya.
Solusi untuk masalah BPJS kesehatan Harus adanya revolusi, dengan cara kerjasamana antar intansi terkait untuk menyuksesakan penyelanggaraan ini. Adanya Integrasi data antara peserta yang tergolong Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Non-PBI. Penegak hukum harus memberi sanksi tegas bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerjanya agar universal coverage dapat terealisasi Penyesuian UU agar tidak memberatkan peserta penjaminan kesehatan Upgrade peningkatan pelayanan kesehatan