VICTIMOLOGI WESSY TRISNA, SH, MH.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Advertisements

HUKUM PERIKATAN pertemuan ke 12
KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK
Latar Belakang Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang.
KDRT Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
KD 1. Mendeskripsikan pengertian sistem hukum dan peradilan nasional
HUKUM PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd
HAK ASASI MANUSIA PERKULIAHAN TGL 30 DESEMBER 2009.
Penanganan korban dalam Kasus-Kasus Pilihan oleh LPSK
Sejarah Viktimologi Kuliah 11.
PENYIMPANGAN SOSIAL.
M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn. PEMBIDANGAN HUKUM.
Penyertaan dan Pengulangan dalam Melakukan Tindak Pidana
PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja)
Hak-hak Sipil dan Politik
PERLINDUNGAN KORBAN DALAM REGULASI
PERMA NO. 1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK SLA
AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA ANAK MELALUI DIVERSI DI PENGADILAN
PENGATURAN TENTANG ANAK Universal Declaration of Human Rights (DUHAM) International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) atau Konvensi HAK SIPOL.
Doris Febriyanti M.Si ETIKA PROFESI Doris Febriyanti M.Si
WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN “HAK ASASI MANUSIA (HAM)”
AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN
LBH BALI WCC ( LEMBAGA BANTUAN HUKUM BALI WOMEN CRISIS CENTER )
PENYIDIKAN NEGARA.
Pendidikan kewarganegaraan
KAMPUS FHUI 21 FEBRUARI 2004 Pelatihan, Simulasi dan Penyuluhan Perlindungan Anak dari Tindak Kekerasan Seksual dalam Keluarga Maupun Lingkungan Sekitar.
Drs. AGUS ANDRIANTO, S.H. PERAN POLDA DALAM PENEGAKKAN HUKUM
DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN
INSTRUMEN HAM INDONESIA
PENGANTAR ILMU POLITIK
ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana
Pencegahan Perkawinan
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja)
Warga Negara 1 Hak asasi pribadi (personal rights) 2 Hak asasi ekonomi (property rights atau harta milik) 3 dan perlakuan yang sama dalam keadilan.
dalam Sistem Peradilan Pidana
P E NO L O G I FAKULTAS HUKUM UNIKOM.
MANFAAT KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI BAGI HUKUM PIDANA
WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Macam-macam Delik.
HUKUM PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
HAK ASASI MANUSIA di INDONESIA
PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAM RELASI HUKUM DAN KEKUASAAN SERTA DALAM MENGHADAPI ISU-ISU GLOBAL Kelompok 10 Anesta Ebri Dewanty
UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Ancaman Terhadap Kebebasan Berekspresi.
HUKUM DAN VIKTIMOLOGI PART. II
WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
PEMBIDANGAN HUKUM.
Fakultas Hukum Universitas Gorontalo
Dimodifikasi dari bahan kuliah Fully H. R, FHUI
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
INSTRUMEN HAM INDONESIA
Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP
Fakultas Hukum Universitas Gorontalo
PRAPERADILAN DAN BANTUAN HUKUM
Mahkamah Konstitusi. Rifqi Ridlo Phahlevy.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana
PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja)
PENERAPAN UNDANG-UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (PKDRT)
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.  KDRT adalah salah satu bentuk kekerasan berdasar asumsi yang bias gender tentang relasi laki-laki dan perempuan,  KDRT.
Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Jakarta, 06 April 2011.
Pidana & Pemidanaan di Berbagai Negara
Sistem Hukum Indonesia ( bahan 05 )
HUKUM DAN VIKTIMOLOGI PART. I
Transcript presentasi:

VICTIMOLOGI WESSY TRISNA, SH, MH

Literatur/Buku J.E Sahetapy, 1987, Viktimologi Sebuah Bunga Rampai, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Lilik Mulyadi, 2004, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi & Victimologi, Djambatan, Jakarta. Gosita Arief, 2004, Masalah Korban Kejahatan (Kumpulan Karangan), PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta. Rena Yulia, 2009, Victimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban;

GBPP & SAP Pola pikir victimologi dan Sejarah Victimologi Definisi dan perkembangan victimologi Tujuan New Victimologi dan objek victimologi Kategori korban dan manfaat victimologi Tipologi victimologi Pihak-pihak yang menjadi korban Hak dan kewajiban korban Faktor-faktor penyebab timbulnya korban Pengaruh korban terhadap putusan peradilan Perlindungan hukum bagi korban Metode pengaturan pidana terhadap korban Pengaturan Ganti kerugian terhadap korban Paradigma mempelajari kejahatan

SEJARAH VICTIMOLOGI Viktomologi sebagai suatu disiplin ilmiah tidak bisa dilepaskan dari perkembangan kriminologi. Melalui kajian kriminologilah viktimologi dapat diterima sebagai kajian ilmiah. Pada awal kajian terhadap korban diartikan secara luas yaitu korban akibat perbuatan manusia maupun yang bukan perbuatan manusia (misalnya bencana alam). Victimologi yang memfokuskan salah satu objek kajian adalah korban kejahatan (victims of crime).

Konsep “korban” telah terdapat sejak jaman Hebrew kuno Konsep “korban” telah terdapat sejak jaman Hebrew kuno. Pengertian aslinya berasal dari ide ‘pengorbanan’ atau ‘pengkambinghitaman’ – mengeksekusi atau membuang orang atau binatang guna memuaskan dewa-dewi atau penguasa bumi Pada awalnya, di tahun 1880-an, viktimologi adalah sekadar studi kejahatan yang mempergunakan perspektif korban Pada awalnya pula, teori viktimologi yang berkembang adalah ‘victim-blaming theory’ (Teori Kesalahan tentang korban)

Pelopor Viktimologi Mendelshon (1937) Mempelajari kasus-kasus pembunuhan Umumnya korban memiliki semacam kondisi ketidaksadaran bahwa sedang diviktimisasi – “the innocents” Korban umumnya menyumbang pada derita yang dideritanya terkait adanya situasi victim precipitation (korban tergesa2) Von Hentig (1948) Mempelajari kasus-kasus pembunuhan Tipe-tipe korban: Depresi (Depressive) Rakus (Greedy) Tdk bermoral (Wanton) Penyiksa (Tormentor)

Pemikiran viktimologi lanjutan Schafer (1968): Melihat pada bagaimana korban secara disadari atau tidak menyumbang pada viktimisasi yang dideritanya, bahkan juga pembagian tanggungjawab dengan pelaku (dalam kasus- kasus tertentu) Wolfgang (1958): Banyak pembunuhan yang dikontribusikan oleh korban sebenarnya disebabkan oleh keinginan tak sadar dari sang korban sendiri untuk bunuh diri, setidak-tidaknya mencelakakan diri sendiri

Universitas Westphalia Republik Federasi Jerman (Jerman Barat) Simposium Internasional tentang Viktimologi. Diselenggarakan Tahun 1973 (di Jerusalem) Pada Tahun 1976 di Boston   2 – 8 September 1979 di Jerman Barat.

PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) Mendeklarasikan tentang “ Declaration of basic principles of justice for victims of crime and abuse of power.” Dalam Resolusi No. 40/34-29 Nopember 1985. Isi dari deklarasi tersebut mengikat secara moral kepada negara anggota untuk memasukkan substansi deklarasi ke dalam hukum nasional masing-masing secara bertahap.

Teori-teori viktimologi kontemporer Situated Transaction Model (Luckenbill, 1977): dalam hubungan interpersonal, kejahatan dan viktimisasi pada dasarnya adalah kontes karakter yang tereskalasi; mulanya adalah konflik mulut yang meningkat menjadi konflik fisik yang vatal Threefold Model (Benjamin & Master): kondisi yang mendukung kejahatan terbagi 3 kategori: precipitating factors (faktor tindakan), attracting factors (faktor menarik perhatian), predisposing (atau socio- demographic) factors (faktor kecenderungan masyarakat). Routine Activities Theory (Cohen & Felson, 1979): Kejahatan dapat terjadi ketika terdapat tiga kondisi sekaligus yakni : target yang tepat, pelaku yang termotivasi dan ketiadaan pengamanan

PENGERTIAN VICTIMOLOGI VICTIMOLOGI Berasal dua suku kata yaitu : victim asal kata dari victima = korban sedangkan logy asal dari kata logos = ilmu. Viktimologi = Ilmu Tentang Korban Kejahatan. Korban yang menjadi kajian viktimologi adalah : korban atau orang yang menderita atau dirugikan akibat perbuatan manusia yang illegal.

Dalam kamus ilmu pengetahuan social disebutkan bahwa victimologi adalah studi tentang tingkah laku victim sebagai salah satu penentu kejahatan. (Hugo Reading, Kamus Ilmu-ilmu social, Jakarta, Rajawali, 1986, hlm.457)

Pendapat Arif Gosita mengenai pengertian victimologi ini sangat luas, Sebab dan kenyataan sosial yang dapat disebut sebagai korban tidak hanya korban perbuatan pidana (kejahatan) saja tetapi dapat korban bencana alam, korban kebijakan pemerintah dan lain-lain.

Fase Ketiga. Viktimologi telah berkembang lebih luas lagi yaitu mengkaji permasalahan korban karena penyalahgunaan kekuasaan dan Ham. Fase ini disebut sebagai New Victimology

Perkembangan Viktimologi Fase Pertama. Viktimologi hanya mempelajari korban kejahatan saja. Fase ini dikatakan Penal or special victimology. Fase Kedua. Viktimologi tidak hanya mengkaji masalah korban kejahatan saja, tetapi juga meliputi korban kecelakaan. Fase ini disebut sebagai General Victimology.

PERBEDAAN VICTIMOLOGI DAN KRIMINOLOGI VIKTIMOLOGI yang berhubungan dengan masalah korban Pelaku yang termasuk korban (lihat di kejahatan) Korban karena bukan kejahatan Karena kejahatan (hubungan kriminologi) Karena undang - undang dsb.

KRIMINOLOGI Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan (perbuatan jahat), misalnya perbuatan melanggar hukum Pelaku kejahatan (penjahat) yaitu orang yang melakukan kejahatan, misalnya pencuri, penyelundup, koruptor Reaksi masyarakat terhadap keduanya (perbuatan kejahatan dan pelaku kejahatan). Dalam kriminologi, bentuk kejahatan terjadi karena sedikit/banyak adanya partisipasi dari si korban. Misal: Korban penjambretan karena si korban memakai perhiasan yang berlebihan/menarik perhatian. Teledor dalam pengamanan barang/dirinya dsb.

Dalam symposium victimologi yang pertama di Yerusalem tahun 1973 NAGEL melaporkan bahwa victimologi dewasa ini merupakan gagasan atau pemikiran baru dalam kriminologi, karena telah terjadi pergeseran pemikiran yang tidak lagi melihat kejahatan melalui studi “Factor Criminoligy” akan tetapi mengarah pada “Criminologi of Relationship”.

tujuan New Victimology 1. Menganalisis berbagai aspek yang berkaitan dengan korban. 2.Berusaha untuk memberikan penjelasan sebab musabab terjadinya victimisasi dan. 3.Mengembangkan sistem tindakan guna mengurangi penderitaan manusia

OBJEK KAJIAN VICTIMOLOGI Viktimologi Kriminal/Penal. Viktimologi Politik. Viktimologi Ekonomi. Viktimologi Famili. Viktimologi Medik. Viktimologi Pemerintah/ Goverment. Viktimologi Keagamaan. Viktimologi Struktural. Viktimologi Sosial dan Etnik.

KATEGORI KORBAN Korban adalah orang-orang secara individual maupun kolektif, telah mengalami penderitaan fisik atau mental, penderitaan emosi, kerugian ekonomis atau pengurangan substansial hak- hak asasi, melalui perbuatan-perbuatan atau pembiaran-pembiaran yang melanggar hukum pidana yg berlaku di negara-negara yg meliputi juga peraturan hukum yg melarang penyalah gunaan kekuasaan.

Korban dlm viktimologi memiliki arti yg sangat luas yg meliputi: Individu; Kelompok; Korporasi; (swasta maupun pemerintahan) maupun Mereka yang tidak mengetahui telah menjadi korban.

VON HENTIG membagi 6 Kategori Korban dilihat keadaan Psikologis yaitu : The depresed, who are weak and submissive. The acquasitive, who succumb to confidence games and racketeers. The wanton, who seek escapmim forbidden veces. The lonesome and heartbroken, who are susceptible to theft and fraud. The termentors, who provoke violince, and The blocked and fighting, who are unable to take normal defensive measures.

MANFAAT KORBAN Viktimologi mempelajari hakikat siapa itu korban dan yang menimbulkan korban. Viktimologi memberikan sumbangan dalam pengertian lebih baik tentang korban akibat tindakan manusia yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial. Viktimologi memberikan kenyakinan bahwa setiap individu mempunyai hak dan kewajiban untuk mengetahui, mengenali bahaya yang dihadapi berkaitan dengan kehidupan pekerjaan mereka.

Viktimologi juga memperhatikan permasalahan victimisasi yang tidak langsung, misalnya efek politik pada penduduk “dunia ketiga” akibat penyadapan oleh korporasi transnasional, akibat-akibat sosial pada setiap orang akibat polusi industri. Viktimologi memberikan dasar pemikiran untuk mengatasi masalah kompensasi pada korban, pendapat-pendapat viktimologi dipergunakan dalam keputusan-keputusan peradilan kriminal dan reaksi pengadilan terhadap perilaku kriminal.

TIPOLOGI KORBAN Sellin dan Wolfgang menyatakan ada 5 (lima) pengelompokan korban : 1. Primary Victimization. Yang dimaksud adalah korban individual, jadi korbanya adalah orang perorangan (bukan kelompok). 2. Secondary Victimization. Yang  menjadi  korban adalah kelompok  misalnya badan hukum.

3. Tertiary Victimization 3. Tertiary Victimization. Yang menjadi korban adalah masyarakat luas, negara. 4. Mutual Victimization. Yang menjadi korban si pelaku sendiri, misalnya pelacuran, perzinaan, narkotika 5. No Victimization. Yang dimaksud bukan berarti tidak ada korban, melainkan korban tidak diketahui. misalnya, konsumen yang tertipu dalam menggunakan suatu hasil produksi

Stephen Schafer pada prinsipnya terdapat 4 tipe korban: 1. Orang yang tidak mempunyai kesalahan apa-apa, tetapi tetap menjadi korban (untuk tipe ini kesalahan ada pada pelaku). 2. Korban secara sadar atau tidak sadar telah melakukan sesuatu yang merangsang orang lain untuk melakukan kejahatan (untuk tipe ini, korban dinyatakan turut mempunyai andil dalam terjadinya kejahatan sehingga kesalahan terletak pada pelaku dan korban).

3. Mereka yang secara biologis dan sosial potensial menjadi korban 3. Mereka yang secara biologis dan sosial potensial menjadi korban. (anak-anak, orang tua, orang yang cacat fisik atau mental, orang miskin, golongan minoritas dan sebagainya. Korban dalam hal ini tidak dapat disalahkan, tetapi masyarakatlah yang harus bertanggungjawab). 4. Korban karena ia sendiri merupakan pelaku. Inilah yang dikatakan sebagai kejahatan tanpa korban. Pelacuran, perjudian, zina, merupakan beberapa kejahatan yang tergolong kejahatan tanpa korban. Pihak yang bersalah adalah korban karena ia juga sebagai pelaku.

Tipe Korban Yang Menimbulkan Kejahatan menurut Hentig 1. Tindakan kejahatan memang dikehendaki oleh si korban untuk terjadi. 2. Kerugian akibat tindakan kejahatan mungkin dijadikan si korban untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. 3. Akibat yang merugikan si korban mungkin merupakan kerjasama antara si pelaku dan si korban. 4. Kerugian akibat tindak kejahatan sebenarnya tidak terjadi bila tidak ada provokasi dari si korban.

Selain itu juga terdapat tipologi korban yang dapat diidentifikasi dari keadaan dan status korban, yaitu: 1. Unrelated victims, yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan terjadinya korban, misalnya pada kasus kecelakaan pesawat. Dalam hal ini tanggungjawab sepenuhnya terletak pada pelaku. 2. Provocative Victims, yaitu seseorang yang secara aktif mendorong dirinya menjadi korban, misalnya kasus selingkuh, dimana korban juga sebagai pelaku. 3. Participating Victims, yaitu seseorang yang tidak berbuat tetapi dengan sikapnya justru mendorong dirinya menjadi korban.

Biologically weak Victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan atau potensi untuk menjadi korban, misalnya orang tua renta, anak- anak dan orang yang tidak mampu berbuat apa-apa. Socially Weak Victims, Yaitu mereka yang memiliki kedudukan social yang lemah yang menyebabkan mereka menjadi korban, misalnya korban perdagangan perempuan, dan sebagainya. Self Victimizing Victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri, pengguna obat bius, judi, aborsi dan prostitusi.

Konggres PBB ketujuh telah mengelompokkan macam-macam korban sebagai berikut: Korban kejahatan konvensional adalah korban yang diakibatkan oleh tindak pidana biasa atau kejahatan biasa misalnya, pembunuhan, perkosaan, penganiayaan dan lain-lain; Korban non-konvensional adalah korban kejahatan yang diakibatkan oleh tindak pidana berat seperti terorisme, pembajakan, perdagangan narkotika secara tidak sah, kejahatan terorganisir dan kejahatan computer; Korban kejahatan akibat penyalahgunaan kekuasaan (Ilegal abuses of power) terhadap hak asasi manusia alat penguasa termasuk penangkapan serta penahanan yang melanggar hukum dan lain sebagainya.

Pengelompokan atas macam-macam korban tersebut didasarkan atas perkembangan masyarakat. Terhadap korban kategori ketiga adanya korban penyalahgunaan kekuasaan berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia.

Pihak-pihak yang Menjadi Korban Individu/Masyarakat Badan Hukum. Negara.  

HAK-HAK KORBAN Hak-hak Korban atau Keluarga Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan yang dialaminya. Pemberian ganti kerugian ini dapat diberikan oleh pelaku atau pihak lainnya, seperti negara atau lembaga khusus yang dibentuk untuk menangani masalah ganti kerugian korban kejahatan. Hak untuk memperoleh pembinaan dan rehabilitasi. Hak untuk memperoleh perlindungan dari ancaman pelaku. hak untuk memperoleh bantuan hukum.

Hak untuk memperoleh kembali hak (harta) miliknya. Hak untuk memperoleh akses atas pelayanan medis. Hak untuk diberitahu bila pelaku kejahatan akan dikeluarkan dari tahanan sementara, atau bila pelaku buron dari tahanan. Hak untuk memperoleh informasi tentang penyidikan Polisi berkaitan dengan kejahatan yang menimpa korban. Hak atas kebebasan pribadi/kerahasiaan pribadi, seperti merahasiakan nomor telepon atau identitas korban lainnya.

b.Hak-hak korban dalam kekerasan rumah tangga Menurut Pasal 10 Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Korban berhak : Perlindungan dari pihak keluarga, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, advokat, Lembaga Sosial atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.

Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasian korban. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan bimbingan rohani .

menurut Deklarasi PBB No. 40/A/Res/34 Th 1985 Hak-hak Korban : Belas kasihan (Compassion), rasa hormat (respect) and pengakuan (recognition); Menerima informasi (Receive information) and penjelasan tentang kemajuan dari subuah kasus (explanation about the progress of the case); Menyediakan informasi (Provide information) ; Asal menyeluruh bantuan (Providing proper assistance) ; Perlindungan kerahasiaan pribadi (Protection of privacy) and keamanan fisik (physical safety) ; Ganti rugi (Restitution) and kompensasi (compensation ); Cara masuk mekanisme dari sistem keadilan (To access to the mechanism of justice system) ;

KEWAJIBAN KORBAN Kewajiban untuk tidak melakukan upaya main hakim sendiri/balas dendam terhadap pelaku (tindakan pembalasan) ; Kewajiban untuk mengupayakan pencegahan dari kemungkinan terulangnya tindak pidana ; Kewajiban untuk memberikan informasi yang memadai mengenai terjadinya kejahatan kepada pihak yang berwenang ; Kewajiban untuk tidak mengajukan tuntutan yang terlalu berlebihan kepada pelaku ; Kewajiban untuk menjadi saksi atas suatu kejahatan yang menimpa dirinya sepanjang tidak membahayakan bagi korban dan keluarganya ;

Kewajiban untuk membantu berbagai pihak yang berkepentingan dalam upaya penanggulangan kejahatan ; Kewajiban untuk bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi ;

FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA KORBAN Penyimpangan Perilaku Hukum (Deviation Behavior of Law). Disintegrasi dari Peraturan Hukum (Disintegration of Rules of Law). Faktor Politik, Ekonomi, Sosbud, dan Kamtib (Political, Economic, Social and Cultural, Security and Other Factors).

Ad. B. Disintegrasi dari Peraturan Hukum (Disintegration of Rules of Law).   Keabsahan Cenderung Goyah (the legality tends to be shaky). Efektifitas Hukum yang Lemah (the law effectivity which is weak). Bobot Hukum yang Merosot (the quality of law which decreases).

Ad. C. Faktor Politik, Ekonomi, Sosbud, dan Kamtib (Political, Economic, Social and Cultural, Security and Order Factors). Faktor yang menyebabkan timbulnya korban antara lain : Faktor Politik (political factor). Faktor Ekonomi (economic factor). Faktor Sosbud (social and cultural factor) . Faktor Kamtib (security and order factor).

Faktor Situasional, misalnya situasi komplik, tempat dan waktu Separovic mengemukakan beberapa faktor penyebab terjadinya korban (Victim) : Faktor Personal, termasuk keadaan biologis (usia, jenis kelamin, keadaan mental) dan psikologis (agresivitas, kecerobohan, dan keterasingan). Faktor Sosial, misalnya imigran, kelompok minoritas, pekerjaan perilaku jahat dan hubungan antar pribadi. Faktor Situasional, misalnya situasi komplik, tempat dan waktu

PENGARUH KORBAN TERHADAP PUTUSAN PERADILAN Pada hakikatnya dipengaruhi oleh Faktor-faktor Non Hukum antara lain: Sifat kepribadian si jaksa atau Hakim. Sifat otoriter Faktor penampilan Terdakwa dan Pengacara.

Faktor diri si korban. Status sosial ekonomi

Perlindungan Hukum Bagi Korban (Victim) Civil Liability (Pertanggungjawaban Perdata) Pengembalian suatu barang tertentu atau dalam bentuk Material dan Immaterial (Psl. 1365, 1370, 1371 KUHPerdata). Pasal 1365 KUH Perdata : tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pasal 1370 KUH Perdata : Dalam halnya suatu kematian dengan sengaja atau karena kurang hati-hatinya seorang, maka suami atau isteri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban mempunyai hak menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan. Pasal 1371 KUH Perdata : Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan.

Criminal Liability (Pertanggung jawaban Pidana) Tidak saja menyangkut soal hukum semata-mata melainkan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan yang dianut suatu masyarakat atau kelompok masyarakat misalnya : pemberian hukum bersyarat Psl. 14 c KUHPidana.

Model Pengaturan Hukum Pidana Terhadap Korban (Victim) Kejahatan 1. Model hak-hak prosedur (The prosedural rights model atau Perancis civil action systems) Model ini menekankan berperan aktifnya korban dalam proses peradilan pidana seperti membantu Jaksa Penuntut Umum, dilibatkan disetiap tingkat pemeriksaan perkara, wajib didengar pendapatnya apabila terpidana dituntut.

2. Model pelayanan (The service model) Menekankan pemberian ganti kerugian dalam bentuk kompensasi dan restitusi dan upaya pengambilan kondisi korban yang mengalami trauma rasa takut dan tertekan akibat kejahatan.

Pengaturan Ganti Kerugian Terhadap Korban (Victim). Macam Ganti Kerugian a.Restitusi. Ganti kerugian oleh pihak pelaku.   b.Kompensasi. Ganti kerugian oleh pihak pemerintah. Pemerintah memberi ganti kerugian walaupun pemerintah tidak salah, tetapi demi pelayanan terhadap yang dirugikan dalam rangka mengembangkan kesejahteraan dan keadilan.

Dasar Hukum Mengembangkan Ganti Kerugian Korban. UUD 45, bagian pembukaan alenia ke-empat menyatakan : bahwa pemerintah harus melindungi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan umum, melaksanakan perdamaian abadi dan keadilan sosial. UU. RI. No. 6 tahun 1974 tentang ketentuan- ketentuan pokok kesejahteraan sosial. Pasal 1 berbunyi : setiap warga negara berhak atas tarap kesejahteraan sosial yang sebaik-baik dan berkewajiban untuk sebanyak mungkin ikut serta dalam usaha kesejahteraan sosial. Undang-undang RI. No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak.

Sistem Pemberian Restitusi dan Kompensasi Terhadap Korban Kejahatan 1. Damages. Pada Damages terdapat sifat keperdataan sehingga proses ganti rugi dilakukan melalui prosedur hukum perdata apabila sipelaku dinyatakan bersalah. 2. Compensation. Tipologi ganti kerugian ini mempunyai ciri hukum perdata akan tetapi diberikan melalui proses pidana. 3. Restitution. Restitusi ini bersifat “quasi” atau campuran antara sifat perdata dan pidana akan tetapi diberikan melalui proses peradilan pidana. Restitusi ini adalah salah satu bentuk denda kompensasi (compensatiory fine) yang dikenal dengan istilah busse (Jerman dan Swiss). Denda ini merupakan kewajiban yang bernilai uang (monetary obligation) yang dikenakan kepada terpidana sebagai suatu bentuk pemberian ganti kerugian kepada korban

Alasan-alasan Ganti Kerugian Kepada Pihak Korban Oleh Negara Kewajiban negara untuk melindungi warganegaranya. Tidak cukupnya ganti kerugian untuk para korban. Ketidaklayakan pembagian penghasilan. Pandangan sosiologis bahwa kejahatan adalah kesalahan masyarakat pada umumnya.

Paradigma Dalam Mempelajari kejahatan 1. Paradigma Positivist. Menghendaki agar pelaku kejahatan atau penjahat itu sebagai sesuatu yang dipelajari. Paradigma Positivis mengakui bahwa hukum ditujukan hanya kepada mereka yang melanggarnya. Paradigma positivis tidak mempersoalkan tentang mengapa hukum ada dan untuk siapa hukum itu.   2. Paradigma Interaksionis. Bahwa tingkah laku “deviance” bukan merupakan suatu kualitas yang unik dari tiap individu, akan tetapi merupakan suatu kualitas yang diberikan oleh dan merupakan reaksi pihak pengamat terhadap tingkah laku beberapa individu.

3. Paradigma Sosialis. Menitik beratkan pada aspek-aspek politik dan ekonomi dari kehidupan sosial. Paradigma ini dalam menghadapi kejahatan menurut adanya perubahan.

Pengaturan Perlindungan Korban Dalam Hukum Pidana Positif KUHP Pasal 14c ayat (1). Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Yaitu Pasal : 95, 98 dan 99. Ketentuan Pidana diluar KUHP : a. Undang-undang No. 7 Tahun 1955. b. Undang-undang No. 23 Tahun 1997.  c. Undang-undang No. 8 Tahun 1999. d. Undang-undang No. 5 Tahun 1999.

1. Menurut KUHP. Pasal 14c ayat (1) KUHP Berbunyi : “Pada perintah yang tersebut dalam Pasal 14a kecuali dalam hal dijatuhkan pidana denda, maka bersama-sama dengan syarat umum, bahwa orang yang dipidana tak akan melakukan tindakan pidana, hakim boleh mengadakan syarat khusus bahwa orang yang dipidana itu akan mengganti kerugian yang terjadi karena tindak pidana itu, semuanya atau sebagiannya saja, yang akan ditentukan pada perintah yang ditentukan pada perintah itu juga, yang kurang dari masa percobaan itu” Menurut Pasal 14c ayat (1) dan pasal 14 a dan b, hakim dapat menjatuhkan pidana dengan syarat umum dan syarat khusus. syarat khusus berupa penggantian kerugian kepada korban yang sifatnya pakultatif tergantung pada penilaian hakim karena pasal ini menganut asas keseimbangan individu dan masyarakat (monodualistik) yang seharusnya perlindungan terhadap korban itu dalam Kuhap sifatnya imperaktif. sedangkan jenis pidana yang ada dalam pasal 10 kuhp tetap mengacu pada tindak pidana (offender) dan bukan pada korban tindak pidana. (victim)

2. dalam KUHAP (undang-undang no. 8 tahun 1981).  Dalam konteks kuhp menganut sistem pemidanaan yang berorientasi pada pelaku (offender oriented) sehingga korban merasa begitu terasing dalam hukum pidana indonesia tetapi di dalam kuhap lebih maju dengan memberikan perlindungan terhadap korban secara individual. dari sistim peradilan pidana maka kepentingan korban mempunyai dua aspek: aspek positif. karena kuhap melalui pra-pradilan memberikan perlindungan korban dengan melakukan kontrol apabila penyidikan atau penuntutan perkaranya dihentikan. b. aspek negatif. Karena perlindungan terhadap korban dibatasi relatif kurang sempurna sebab perlindungan korban belum mendapat perhatian secara profesional atau perlindungan korban lebih banyak merupakan perlindungan yang tidak langsung.

menurut ketentuan hukum pidana di luar kuhp dan kuhap. a. uu. no. 7 tahun 1955. menurut pasal 8 undang-undang no. 7 tahun 1955 diatur tindakan tata tertib yang dapat dijatuhkan bersama-sama dengan pidana pokoknya yang berbunyi: “mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak, meniadakan apa yang dilakukan tanpa hak, dan melakukan jasa-jasa untuk memperbaiki akibat-akibat satu sama lain semua atas biaya si terhukum sekedar hakim tidak menentukan lain.”

b. Uu. no. 23 tahun 1997. Dalam ketentuan pasal 37 undang-undang no b. Uu. no. 23 tahun 1997. Dalam ketentuan pasal 37 undang-undang no. 23 tahun 1997, korban yang dapat sebagian kecil masyarakat dan organisasi lingkungan hidup diberikan hak untuk mengajukan gugatan atas dasar perwakilan (class action). c. uu. no. 8 tahun 1999. dalam pasal 19 uu no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen juga mengatur perlindungan korban dimana pelaku usaha bertanggung jawab memberi ganti rugi atas kerusakan, pencemaran atau jerugian konsumen. kebijakan ini lebih berorientasi kepada korban (victim oriented).

d. uu. no. 5 tahun 1999, UU. No. 31 Tahun 1999 Jo. UU. No d. uu. no. 5 tahun 1999, UU. No. 31 Tahun 1999 Jo. UU. No. 20 Tahun 2001. UU. No. 5 tahun 1999 tentang praktek monopoli dan persaiangan usaha tidak sehat dengan adanya pidana minimal khusus berupa upaya perlindungan korban. sedangkan pembayaran uang penggantian merupakan sanksi administratif. akan tetapi dalam pasal 18 ayat (1) b UU. NO. 31 TAHUN 1999 JO. UU. NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG MENENTUKAN UANG PENGGANTI YANG JUMLAHNYA SEBANYAK-BANYAKNYA SAMA DENGAN HARTA YANG DIPEROLEH DARI TINDAK PIDANA KORUPSI. YANG DALAM HAL INI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN NEGARA AKIBAT KEJAHATAN SESEORANG.

TUJUAN HUKUM BAGI KORBAN (VICTIM) Keadilan hakiki (Real Justice) atau keadilan Responsif