TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
BAB I KETENTUAN UMUM BAB II PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN BAB III TENAGA KEFARMASIAN BAB IV DISIPLIN TENAGA KEFARMASIAN BAB V PEMBINAAN DAN.
Advertisements

BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 21 Tahun 2011
TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Drs. Haris Sadiminanto, MMSi, MBA
BAHAYA PENGGUNAAN NARKOBA
PENGGOLONGAN OBAT DRA. HELNI, APT, M.KES.
KOMITMEN PEMERINTAH TERHADAP UNDANG-UNDANG NARKOTIKA
Penyaluran Obat oleh Pedagang Besar Farmasi berdasarkan Permenkes 1148/2011 tentang PBF beserta Perubahannya (Permenkes 34/2014) Direktorat Bina Produksi.
IMPLEMENTASI DAN PENINGKATAN SISTEM e - Report PBF
PROSEDUR DAN KEBIJAKAN UMUM EKSPOR
UNDANG UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN.
PERLINDUNGAN HUKUM PESERTA dan TENAGA KESEHATAN DI ERA JKN-BPJS
PERATURAN TENTANG PERAPOTEKAN
Dr. Rasmi Zakiah Oktarlina Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran – UNILA dr. Rasmi Zakiah Oktarlina Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran – UNILA 1.
PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) DAN PEDAGANG BESAR ALAT KESEHATAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2014
KASI INTELIJEN KEJAKSAAN NEGERI AGAM
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
KONSTITUSI TERKAIT TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN (TTK)
DINAS KESEHATAN PROVINSI SUMATERA UTARA
PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN
PAFI JABAR 2017 Nova Petrika Maulana Mantik, S.Farm.,Apt
Menerapkan manajemen dan administrasi di bidang Farmasi
Solo-Salatiga, Maret 2016 Direktorat Impor
NARKOBA (Narkotika dan obat-obatan terlarang)
KEBIJAKAN PERDAGANGAN
Mendeskripsikan Penggolongan Obat
REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt
Standar Kompetensi: Menerapkan Distribusi Sediaan Obat Bebas, Bebas Terbatas, dan Obat Keras, Obat Psikotropika dan Narkotika.

NARKOBA (Narkotika dan obat-obatan terlarang)
Oleh : Drs. Purwadi, Apt., MM, ME
OPTIMALISASI PERAN APOTEKER PADA SARANA PRODUKSI, DISTRIBUSI DAN PELAYANAN DALAM MENGHADAPI KASUS OBAT ILEGAL Maura Linda Sitanggang Direktur Jenderal.
PRAKTIK KEPERAWATAN.
PERATURAN PELAKSANAAN BIDANG KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI
UNDANG UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN.
Seputar kebijakan kemkes terkait uu 35/2009
PERAN PENGAWASAN KFN DALAM RANGKA PENINGKATAN MUTU PRAKTIK APOTEKER
SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN FORM LB-2
PENGGOLONGAN OBAT MENURUT UNDANG-UNDANG
Narkotika/Psikotropika
HUBUNGAN DOKTER-APOTEKER-PASIEN SERTA UU KEFARMASIAN TENTANG OBAT
PENGGOLONGAN OBAT.
Say no to drug Oleh Nurul Faradisa.
Psikotropika UU no.5 th 1997 fathulrohman.
UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004
OLEH VINNY S. MUSTAFA NIRMALA N. P. HOWAN
Peraturan Perundang-Undangan (Analisis Implementasi UUD 1945)
Dra Ratih Dyah Pertiwi, M.Farm, Apt
Peraturan Perundang-Undangan
UNDANG-UNDANG KESEHATAN
tika afriani,m.farm.,apt. universitas mohammad natsir
Pekerjaan Kefarmasian
PERMENKES NO.33 TAHUN 2012 TENTANG BAHAN TAMBAHAN PANGAN
PENGGOLONGAN OBAT BERDASAR KELAS TERAPI
Aspek Hukum Pelayanan Farmasi Online (e-Farmasi)
M. SIDROTULLAH PENGELOLAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA.
HARMONISASI Deregulasi /simplifikasi regulasi antara lain:
Pasal 1 Ayat 9 Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau.
NARKOTIKA MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat.
Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien
Regulasi Rumah Sakit Izin Mendirikan RS dan Izin Operasional RS
Legal Aspek Tenaga Kesehatan
PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) Fiqi daynul iqbal, S.Farm., Apt.
TELAAH HUKUM ATAS Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.56/Menlhk-Seijen/2015 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan.
Transcript presentasi:

TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

TUJUAN Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan: menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.

TUJUAN (Lanjutan) Obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan disisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama Tindak pidana narkotika telah bersifat intransnasional sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara sehingga UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai kagu dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tidak pidana tersebut.

Dasar Hukum 1. UU Nomor 8 Tahun 1976 tentang Tentang: Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol Yang Mengubahnya (LN 1976/36; TLN NO. 3085) 2. UU Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika Dan Psikotropika, 1988 (LN 1997/17; TLN No. 3673)

RUANG LINGKUP Pasal 5 Pengaturan Narkotika dalam Undang Undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan: a. Narkotika b. Prekursor Narkotika.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini Prekursor Narkotika: zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. DEFINISI NARKOTIKA

PENGGOLONGAN NARKOTIKA Golongan I hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan & tidak digunakan dalam terapi, mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan Misal:Tanaman Papaver Somniferum L,Opium mentah dsb Golongan II berkhasiat pengobatan.digunakan sebagai pilihan terakhir & dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan Misal : Fentanil, Petidina, dsb

PENGGOLONGAN NARKOTIKA (lanjutan) Golongan III berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, potensi ringan mengakibatkan ketergantungan Misal Kodein dan garam-garam, Campuran Opium + bahan bukan narkotika Campuran sediaan difenoksin/difenoksilat+bahan bukan narkotika

PENGGOLONGAN NARKOTIKA (lanjutan) Catatan: Pada Gol. I UU tentang Narkotika No.35 Tahun 2009 ada beberapa penambahan bahan dari golongan I dan beberapa golongan II Psikotropika dari UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika karena sering terjadi penyalahgunaan (seperti: Brolamfetamin, Amfetamin, metamfetamin dsb) Buprenorphin yg sebelumnya masuk pada Psikotropika Gol. II pada UU tentang Psikotropika No. 5 Tahun 1997 dipindahkan ke Golongan III pada Undang-Undang Narkotika No.35 Tahun 2009. Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika (penyesuaian penggolongan Narkotika berdasarkan kesepakatan internasional dan pertimbangan kepentingan nasional) pada lamp I diatur dengan Peraturan Menkes.

Penggunaan Narkotika Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Rencana Kebutuhan Tahunan Pasal 9 Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk keperluan ketersediaan Narkotika, disusun Rencana kebutuhan tahunan Narkotika.

PRODUKSI NARKOTIKA (Pasal 11-12) Menkes memberi izin khusus sesuai Peraturan Perundang-undangan Narkotika Gol I dilarang diproduksi / digunakan dalam proses produksi, kecuali jumlah terbatas untuk kepentingan ilmu pengetahuan Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika Tata cara diatur oleh Menkes

Penyimpanan dan Pelaporan Pasal 14 Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus. (2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya

Peredaran Pasal 35: Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 36 ayat (1) Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri.

Pasal 36 ayat (3) Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 38 Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.

Penyaluran Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri.

Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: pedagang besar farmasi tertentu; apotek; sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; dan rumah sakit. Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: pedagang besar farmasi tertentu lainnya; sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; rumah sakit; dan lembaga ilmu pengetahuan. pusat kesehatan masyarakat; dan Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: rumah sakit pemerintah; puskesmas balai pengobatan pemerintah tertentu.

Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penyerahan Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh: apotek; rumah sakit; pusat kesehatan masyarakat; balai pengobatan; dan dokter. Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada: apotek lainnya; balai pengobatan; dokter; dan pasien.

Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk: Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter. Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk: menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter hanya dapat diperoleh di apotek.

IMPORTASI PREKURSOR Importir Produsen Prekursor Farmasi (IP-Prekursor Farmasi) : Perusahaan pemilik industri farmasi yang menggunakan prekursor sebagai bahan baku / bahan penolong proses produksi yang mendapat penunjukan untuk mengimpor sendiri prekursor Importir Terdaftar Prekursor Farmasi (IT-Prekursor Farmasi) : Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi yang mendapat penunjukan untuk mengimpor prekursor guna didistribusikan kepada industri farmasi sebagai pengguna akhir prekursor.

Rencana Kebutuhan Tahunan (Pasal 50 ayat (1)) Pemerintah menyusun rencana kebutuhan tahunan Prekursor Narkotika untuk kepentingan industri farmasi, industri non farmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

TERIMA KASIH