HUBUNGAN GEREJA DENGAN NKRI A. Umum Pola hubungan Agama – Negara : Ditentukan oleh kuat lemahnya kekuasaan masing-masing lembaga : Hubungan integristik memandang realitas kompleks dari sisi agama atau dari sisi negara, otonomi lain pihak tidak diakui, sehingga timbul : Sikap integristik dari pihak Agama : Agama lebih berkuasa dari Negara Agama Yahudi semasa Yesus, Kaisar Constantin Agung di Roma. Sikap integristik dari pihak Negara : Negara lebih berkuasa dari Agama : Agama “dimanipulasi” untuk kepentingan politik.
Hubungan separatistik memisahkan antara dimensi Agama dari dimensi Negara dalam mengelola realistas kompleks, sehingga timbul : Sikap separatistik dari pihak Negara : Dalam Negara berpola hubungan integristik, martabat manusia disia-siakan terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM. Sikap indeferens : Agama bukan urusan negara, walau tidak dimusuhi USA Sikap ekstrim kiri : Negara anti terhadap Agama, bahkan berusaha mengusirnya Negara-negara Komunis atheistis.
Hubungan kerjasama kritis antar Agama dan Negara : Hubungan didasarkan pada sikap saling mengakui otonomi masing-masing dan saling menghargai dalam rangka kerja sama mewujudkan kepentingan umum demi cita-cita Humanisme Integral mewujudkan Pro bono Publico. Dalam Negara berpola hubungan A3, martabat manusia diakui dan dihormati.
B. Khusus Gereja sebagai Umat Allah berhubungan dengan NKRI menggunakan Pola hubungan A 3. Fakta historis ada dua macam Model Gereja Kedua model diutarakan disini untuk memperlihatkan sejauh mana masing-masing model Gereja berpengaruh pada hubungan Gereja dengan NKRI Gereja sebagai Lembaga (Institusionalisme), berabad-abad sebelum Konsili Vatikan II Gereja menurut Konsili Vatikan II Sejak tahun 1965.
Ad B.1. Gereja sebagai lembaga “Societas Perfecta”/masyakarat sempurna. Susunan masyarakat dalam Gereja berbentuk Hierarki pyramidal. Distributor Tunggal Rahmat Penyelamat. Kuasa mengajar tidak bisa sesat (Magisterium Ecclesiae) tentang ajaran-ajaran/dogma iman, moral bersumber dalam ajaran-ajaran wahyu ilahi. diajarkan kepada Umat, sedang Kitab Suci dijauhkan dari Umat : cukup mendengarkan ajaran-ajaran/dogma-dogma gereja Pembenaran diri dengan adagium “Extra Ecclesiam Nulla Salus” (Pendapat St. Cyprianus diplintirkan). Gereja Ibadat : Mengutamakan spiritualime vertikal. Terisolasi dari Dunia Gereja Getto
Gaya hidupnya : triumphalisme, defensif, offensif, dan clericalisme suasana apologetis/berdebat mencari menangnya sendiri. Ritus Liturgi Romawi bahasa Latin berlaku universal. Pastoral Umat : pendekatan hukum mengadili dan menghukum umat bukan Bunda Gereja yang penuh kasih. Penampilannya : disiplin kaku, arogan, bersuasana dingin, beku dan statis.
Dari awal medium abad III s/d abad 19 Gereja menganut Institutionalisme yang dipengaruhi Theologi Scholatik Thomis berbahu Filsafat Plato dan Plotinos (Yunani kafir). Gereja tidak membumi dan memasyarakat, tetapi mengisolasi diri (Gereja Getto). Pengaruhnya terasa sampai sekarang : Kendala-kendala yang menghambat berhubungan dengan pihak luar. Bertentangan dengan Pola Hubungan A3. Nilai positifnya : mewariskan organisasi keagamaan Katolik dengan seorang Pemimpin agama di seluruh dunia bergelar Sri Paus / Kepala Negara Vatikan.
Aspek-aspek lainnya dari Gereja terkait dengan materi ajar sekarang Ad B.2. Gereja menurut KV. II : Gereja sebagai Umat Allah Gereja sebagai Umat Allah, lihat kuliah terdahulu. Aspek-aspek lainnya dari Gereja terkait dengan materi ajar sekarang Gereja adalah Sakramen Keselamatan merupakan penjelmaan Karya Keselamatan Allah yang dipimpin oleh Kristus, kepala GerejaNya, yang adalah Tubuh MistikNya. Pengertian Karya Keselamatan ; Solidaritas Allah dengan manusia di dalam Kristus sebagai Kepala Gereja / Tubuh MistikNya. Partisipasi hidup manusia di dalam Hidup Allah melalui Gereja sebagai Tubuh MistikNya Kristus di tengah-tengah masyarakat
Kristus adalah Puncak Wahyu Ilahi yang menggenapi Wahyu-wahyu Ilahi sebelumnya dan merupakan Wahyu terakhir : Aku adalah Jalan, dan Kebenaran dan Hidup (Yoh 14 : 6) Kristus adalah Sakramen Dasar, karena kebangkitanNya merupakan Dasar pembenaran ajaran-ajaran iman, termasuk ajaran-ajaran pembaharuan tentang Gereja (Agiornamento dalam Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II) antara lain mengajarkan : Gereja adalah Sakramen Keselamatan : Pengertiannya : Gereja adalah kesatuan manusia dengan Allah dan persatuan manusia dengan Allah yang merupakan Tanda dan Sarana penyelamatan Umat Manusia oleh Kristus (kehadiran Kristus Sakramental)
Pembaharuan-pembaharuan tentang paham Gereja (Agiornamento) tentang : Dirinya adalah : sebagai Tubuh Mistik Kristus, sebagai Sakramen Keselamatan, sebagai Umat Allah di dunia. Semangatnya adalah Spiritus Sanctus, artinya dijiwai Roh Kristus. Tugasnya adalah melanjutkan Tri Tugas Kristus secara kontekstual. Upaya-upayanya adalah mewartakan iman dan memberikan kesaksian hidup Kristiani serta memberi pelayanan dalam segala bidang kehidupan masyarakat. Cara-cara kerjanya dengan pendekatan synodal, kollegial, pastoral kontekstual dan Pastoral Radikal (akar masalah). Pastoral partisipatif non feodalisme dan non clericalisme. Dengan modal semangat pembaharuan, Gereja berhubungan dengan NKRI menerapkan Pola Hubungan A3.
C. Dasar Pertimbangan Gereja Gereja Indonesia merupakan bagian NKRI NKRI berpotensi menganut Pola Hub. A3, mengingat : Pancasila menjadi Pandangan Hidup Bangsa pedoman Hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara dalam wadah NKRI yang berdasarkan Pancasila & UUD 1945 Memperjuangkan nilai-nilai universal dan nasional Tidak menganut paham yang bertentangan dengan paham Gereja : Marxisme/Leninisme, Komunisme Atheistis, Fasisme, Diktator Otoriter, yang kesemuanya tidak mengakui dan tidak menghormati keluruhan martabat manusia
D. Keterlibatan Gereja dalam Pembangunan Masyarakat Menerima NKRI dengan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila sesuai dengan iman Katolik/ kehendak Allah : menata kehidupan sosial bermartabat manusiawi. Mencintai NKRI dengan ikut berpartisipasi memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai Pancasila yang mengandung tujuan dan cita-cita bangsa. Ikut berpartisipasi menegakkan hukum keadilan, dan menciptakan perdamaian dan kesejahteraan masyarakat. Memahami dan berusaha mewujudkan nilai-nilai Pancasila sebagai kesatuan nilai yang utuh dan saling melengkapi (komprehensif) Tidak memanipulasi Pancasila untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Bersama masyarakat yang berkehendak baik berperan sebagai Moral-Force dengan menjalankan fungsi kontrol masyarakat secara konstruktif.
E. Penutup : Pro Ecclesia et Patria Jadilah warga beriman 100% Katolik, sekaligus warga negara 100% Indonesia (amanat Mgr. Albertus Sugiopranoto, SJ). Semoga Tuhan memberkati kita semua.