Pertemuan Ke-14
Akhlak Pergaulan dalam Islam Makna pergaulan Batasan pergaulan antar lawan jenis Contoh pergaulan yang menyimpang Pacaran dalam pandangan Islam
Pergaulan Pergaulan adalah hubungan interaksi antara setiap individu, dan kelompok masyarakat baik yang sifatnya nasional maupun internasional dari jenis laki-laki maupun perempuan dalam batasan syara’. Pergaulan
Batasan Pergaulan Batasan Pergaulan laki-laki dan perempuan menurut Islam: Tidak berkhalwath. Berpakaian syar’i yang dapat menutup aurat. Menjaga pandangan dan kemaluan sebagaimana dalam surat an-Nur ayat 30-31. Tidak berjabat tangan dan tidak bersentuhan kulit kepada selain mahramnya. Memakai jilbab bagi perempuan.
Alasan dalil Quran dan Hadis Larangan berkhalwath عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ امْرَأَتِي خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ ارْجِعْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ (رواه البخاري) “Dari Ibnu Abbas ra, dari Nabi SAW bersabda: Janganlah laki-laki berkhalwat dengan perempuan kecuali beserta mahramnya, lalu laki-laki tersebut berkata: isteriku keluar karena ada kebutuhan sedangkan aku diwajibkan utk perang seperti ini dan itu, Beliau menjawaab, kembalilah engkau lalu berhajilah dengan isteri-mu.
Batasan Aurat bagi laki-laki dan perempuan Aurat laki-laki عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ، قَالَ: قُلْتُ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، حَدِّثْنَا شَيْئًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: " مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ عَوْرَةٌ (رواه الطبراني في المعجم الصغير) “Dari Abi Ja’far Muhammad bin Ali bin al-Husain berkata, aku berkata kepada Abdillah bin Ja’far bin Abi Thalib, ceritakanlah kepada kami sesuatu yang engkau dari Rasulullah SAW, lalu ia berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesuatu yang antara pusar dan lutut adalah aurat.” (HR. Ath-Thabrani dalam kitab al-Mu’jam ash- Shaghir).
Aurat Perempuan وَقُلْ لِلْمُؤْمِناتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ ما ظَهَرَ مِنْها (النور: 31) “Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya , dan janganlah menampakn perhiasan (auratnya) kecuali yang biasa terlihat.” ………………………………….. Hal tersebut dikuatkan oleh Malik, al-Auza’I dan Asy-Syafi’I bahwa semua tubuh wanita yang tidak wajib ditutup adalah wajah dan kedua telapak tangan. Adapun selainnya wajib ditutup terutama dalam melaksanakan salat sebagaimana penafsiran Ibnu Abbas terhadap kata “Maa Dzahara Minha” adalah wajah dan kedua telapak tangan
Menundukkan Pandangan قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (النور: 30) “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". وَقُلْ لِلْمُؤْمِناتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ ما ظَهَرَ مِنْها (النور: 31) “Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya , dan janganlah menampakn perhiasan (auratnya) kecuali yang biasa terlihat.”
Berjabat tangan dan Menyentuh عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ فَتَصَافَحَا وَحَمِدَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَاسْتَغْفَرَاهُ غُفِرَ لَهُمَا ». (رواه أبو داود) عَنْ عَمِّهِ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَمْتَحِنُ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِ مِنْ الْمُؤْمِنَاتِ بِهَذِهِ الْآيَةِ بِقَوْلِ اللَّهِ { يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ إِلَى قَوْلِهِ غَفُورٌ رَحِيمٌ } قَالَ عُرْوَةُ قَالَتْ عَائِشَةُ فَمَنْ أَقَرَّ بِهَذَا الشَّرْطِ مِنْ الْمُؤْمِنَاتِ قَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ بَايَعْتُكِ كَلَامًا وَلَا وَاللَّهِ مَا مَسَّتْ يَدُهُ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ فِي الْمُبَايَعَةِ مَا يُبَايِعُهُنَّ إِلَّا بِقَوْلِهِ (رواه البخاري) عن أبي العلاء حدثني معقل بن يسار قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لأن يطعن في رأس رجل بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له (رواه الطبراني في المعجم الكبير)
Perintah Memakai Jilbab يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْواجِكَ وَبَناتِكَ وَنِساءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذلِكَ أَدْنى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً. (الأحزاب: 59) “Wahai Nabi! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutup jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Contoh Pergaulan yang Menyimpang Pergaulan Bebas yakni pergaulan yang tidak memperhatikan nilai-nilai dan aturan-aturan agama Islam, seperti: Perzinahan; Perjudian; Mabuk-mabukan Tawuran atau hura-hura Dan lain-lain
Pacaran dalam Pandangan Islam Beberapa definisi pacaran sbb: Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, suka sama suka dalam mencapai apa yang disenangi mereka. Pacaran berarti “bergendak” yang sama artinya dengan berkencan atau berpasangan untuk berzina. Pacaran berarti berteman dan saling menjajaki kemungkinan untuk mencari jodoh berupa suami atau istri.
Pacaran Menurut Arti Pertama Pacaran menurut arti pertama dan kedua jelas dilarang oleh agama Islam, berdasarkan firman Allah SWT: وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا ﴿الإسراء: ٣٢﴾ “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’ 17: 32).
Hadis Nabi SAW: عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلَا تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ (رواه البخاري) “Dari Ibnu ra, sesungguhnya ia mendengar Nabi SAW bersabda: Janganlah seorang laki-laki berkhalwath dengan seorang perempuan dan janganlah seorang perempuan melakukan perjalanan kecuali kecuali disertai mahramnya.”
Perkawinan (setelah pacaran) Perkawinan merupakan sunnah Rasulullah dengan arti bahwa suatu perbuatan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah agar kaum muslimin melakukannya. Orang yang anti perkawinan dicela oleh Rasulullah, berdasarkan sabdanya: عن أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ ..... أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي (رواه البخاري) “Dari Anas ra berkata: sesungguhnya aku salat, tidur, berbuka dan mengawini perempuan, maka barangsiapa yang benci sunnahku maka ia bukanlah dari golonganku”
Pada umumnya suatu perkawinan terjadi setelah melalui beberapa proses, yaitu proses sebelum terjadi akad nikah, proses akad nikah dan proses setelah terjadi akad nikah. Proses sebelum terjadi akad nikah melalui beberapa tahap, yaitu tahap penjajakan, tahap peminangan dan tahap pertunangan. Tahap penjajakan mungkin dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan atau sebaliknya, atau pihak keluarga masing-masing. Rasulullah memerintahkan agar pihak-pihak yang melakukan perkawinan melihat atau mengetahui calon jodoh yang akan dinikahinya, berdasarkan hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ الْأَنْصَارِ شَيْئًا (رواه النسائي) “Dari Abu Hurairah ra ia berkata: berkata seorang laki-laki sesungguhnya ia telah meminang seorang permpuan Anshar, maka berkata Rasulullah kepadanya: “Apakah engkau telah melihatnya? Laki-laki itu menjawab: “Belum”. Berkata Rasulullah: “Pergilah dan perhatikan ia, maka sesungguhnya pada mata perempuan Anshor ada sesuatu” Rasulullah saw memerintahkan agar kaum muslimin laki-laki dan perempuan sebelum memutuskan untuk meminang calon jodohnya agar berusaha memilih jodoh yang mungkin berketurunan, sebagaimana dinyatakan pada hadits:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُ بِالْبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنْ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا وَيَقُولُ تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه أحمد) “Dari Anas ra. Rasulullah saw memerintahkan (kaum muslimin) agar melakukan perkawinan dan sangat melarang hidup sendirian (membujang). Dan berkata: Kawinilah olehmu wanita yang pencinta dan peranak, maka sesungguhnya aku bermegah-megah dengan banyaknya kamu di hari kiamat” Dari kedua hadits diatas dipahami bahwa ada masa penjajakan untuk memilih calon suami atau isteri sebelum menetapkan keputusan untuk malakukan peminangan. Penjajakan ini mungkin dilakukan oleh pihak laki-laki atau pihak perempuan atau keluarga mereka. Jika dalam penjajakan ini ada pihak yang diabaikan terutama calon isteri atau calon suami maka yang bersangkutan boleh membatalkan pinangan akan perkawinan tersebut, berdasarkan hadits:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «الْأَيِّمُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا، وَالْبِكْرُ تُسْتَأْذَنُ فِي نَفْسِهَا، وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا»؟ قَالَ: نَعَمْ (رواه مسلم) “Dari Ibnu Abbas, ra, bahwasanya Rasululah saw bersabda: Orang yang tidak mempunyai jodoh lebih berhak terhadap (perkawinan) dirinya dibanding walinya, dan gadis dimintakan perintah untuk perkawinannya dan (tanda) persetujuannya ialah diamnya”. عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ جَارِيَةً بِكْرًا أَتَتِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَتْ أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِىَ كَارِهَةٌ فَخَيَّرَهَا النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-.(رواه أبو داود) “Dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya jariah seorang gadis datang menghadap rasulullah saw dan menyampaikan bahwa bapaknya telah mengawinkannya dengan seorang laki-laki, sedang ia tidak menyukainya. Maka Rsulullah saw menyuruhnya untuk memilih (apakah menerima atau tidak)”.
Masa penjajakan ini dapat disamakan dengan masa pacaran menurut pengertian ketiga di atas. Setelah masa pacaran dilanjutkan dengan masa meminang, jika peminangan diterima maka jarak antara masa peminangan dan masa pelaksanaan akad nikah disebut masa pertunangan. Pada masa pertunangan ini masing-masing pihak harus menjaga diri mereka masing-masing karena hukum hubungan mereka sama dengan hubungan orang-orang yang belum terikat dengan akad nikah.
Rasulullah saw memberi tuntunan bagi orang yang dalam masa petunangan sebagi berikut: Pada masa bertunangan adalah seperti hubungan orang- orang yang tidak ada hubungan mahram atau belum melaksanakan akad nikah, karena itu mereka harus: Memelihara matanya agar tidak melihat aurat tunangannya, begitu pula wanita atau laki-laki yang lain. Melihat saja dilarang tentu lebih dilarang lagi merabanya. Memelihara kehormatannya atau kemaluannya agar tidak mendekati perbuatan zina. Untuk menjaga ‘a’ dan ‘b’ dianjurkan sering melakukan puasa-puasa sunat, kerena melakukan puasa itu merupakan perisai baginya. Sebagaimana dipahami dari hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ»، (رواه مسلم) “Dari Abdillah berkata: Rasulullah SAW berkata kepada kami, wahai sekalian pemuda, barang siapa di antara kalian yang sudah mampu menikah maka menikahlah, karena sungguh nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan, dan barang siapa yang belum mampu maka wajib berpuasa baginya karena sungguh puasa itu menjadi perisai baginya.”