Perkembangan psikososial masa kanak-kanak awal (3-6 tahun) Olivia Tjandra Waluya, M.si., Psi
Konsep diri Adalah gambaran keseluruhan mengenai kemampuan dan sifat manusia Merupakan konstruksi kognitif; sebuah sistem representasi yang bersifat menjelaskan dan mengevaluasi diri sendiri yang menentukan bagaimana kita merasa mengenai diri kita, dan memandu perilaku kita. Mulai berkembang pada masa toddler (sekitar usia 2 tahun), saat anak sudah mulai memiliki kewaspadaan diri. pada usia ini pemikiran anak masih berada pada tahap kongkrit, sehingga hal-hal yang mampu anak deskripsikan mengenai dirinya semata-mata yang bersifat kongkrit, seperti kemampuan berhitung, penampilan fisik
Tahap perkembangan konsep diri Tahap 1: Pada usia 4 tahun, anak dapat melakukan single representations: pernyataan diri yang 1 dimensi saja (misal: saya suka pizza) Tahap 2: Pada usia sekitar 5 tahun anak dapat melakukan representational mapping: anak mulai mampu membuat hubungan logis antara 1 aspek dan aspek lain dalam dirinya (misal: “Saya dapat berlari cepat dan memanjat. Saya juga kuat. Saya dapat melempar bola sampai jauh, dan suatu saat saya akan menjadi tim.”) Anak masih memandang dirinya positif atau samasekali tidak mampu, dan belum bisa memandang diri baik pada satu hal, dan tidak pada hal lain. Tahap 3: representational systems: terjadi pada masa kanak-kanak madya. Saat itu anak mulai menggabungkan hal khusus pada dirinya ke dalam hal-hal umum. Deskripsi diri sudah mulai seimbang dan realistis (misal: saya bagus dalam aikido, tetapi tidak bagus dalam matematika)
Self esteem Merupakan bagian evaluatif dari konsep diri, penilaian yang dibuat oleh anak mengenai dirinya secara keseluruhan. Dapat dilakukan oleh anak karena perkembangan kognitif anak yang memungkinkan anak untuk menggambarkan dan menjelaskan dirinya Pada umumnya anak mulai membicarakan mengenai keberhargaan dirinya pada usia 8 tahun, tetapi pada usia 5 tahun, anak sudah dapat mempersepsikan dirinya (misal: saya bisa..., saya tidak bisa...) Persepsi diri anak pada usia 5 tahun cenderung menentukan persepsi diri dan sosial-emosionalnya pada usia 8 tahun
Lanjutan Self esteem Sebagian besar anak usia kanak-kanak awal mempersepsikan self esteem-nya lebih tinggi daripada keadaan yang sebenarnya, karena umpan balik dari lingkungan yang cenderung positif dan kurang memberikan kritik Self esteem yang tinggi memotivasi anak untuk mencapai impian/ harapannya. Hati-hatilah memberikan kritik pada anak prasekolah. Berikan kritik secara positif. Beberapa anak prasekolah yang memperoleh kritik dan merasa dirinya ‘buruk’ anak terus merasa diri ‘buruk’ hingga dewasa
Pengaturan emosi Anak yang dapat memahami emosinya akan lebih dapat mengatur bagaimana dia memperlihatkan emosinya dan lebih peka terhadap perasaan orang lain Pengaturan emosi membantu anak berperilaku tepat terhadap lingkungan dan anak juga dapat lebih mudah bergaul dengan orang lain Jadi penting bagi anak untuk memahami emosinya. Aktivitas yang penting dilakukan anak sejak masa prasekolah adalah menyampaikan perasaan dan ‘membaca’ perasaan orang lain
Tahap 3 psikososial erikson: initiative vs guilt Fokus: “deal with conflicting feeling about the self” Pada saat yang sama anak belajar bahwa sesuatu yang ingin mereka lakukan diterima oleh lingkungan (initiative), tetapi ada perilaku lain yang tidak diterima oleh lingkungan (guilt). Anak yang berusaha mengatur keinginan yang berlawanan dengan penerimaan lingkungan, akan mengembangkan nilai purpose/ tujuan, yaitu keberanian untuk menyesuaikan dan mencapai tujuan tanpa merasa khawatir terhambat oleh perasaan takut atau terkena hukuman
Gender Identitas gender : kesadaran akan kewanitaan atau kepriaan, serta segala hal yang terkait dengan hal tersebut penting dalam perkembangan konsep diri Anak pada usia prasekolah memiliki kemampuan yang tidak berbeda jauh antara laki-laki dan perempuan Mengenai gender, baru lebih tampak pada masa remaja Peran gender: perilaku, minat, sikap, keterampilan, dan sifat yang dibedakan oleh budaya terhadap pria dan wanita. Misal: wanita mengurus rumah dan menjaga anak, pria mencari nafkah Stereotipe gender secara umum: semua wanita pasif dan tergantung, semua pria agresif dan tidak tergantung Memahami peran gender dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, tetapi peran budaya setempat dan pembelajaran sangat penting, selain faktor genetik yang merupakan faktor bawaan dalam diri anak
Bermain: hal penting pada kanak-kanak awal Bermain adalah hak setiap anak Anak memerlukan banyak waktu bebas untuk bermain yang bebas dan melakukan eksplorasi Bermain sangat penting untuk perkembangan tubuh dan otak anak karena anak dapat berimajinasi, berinteraksi dengan lingkungannya, menemukan cara pemecahan masalah, dan mempersiapkan diri dalam peran sebagai orang dewasa nantinya. Melalui bermain anak dapat merangsang penginderaan, melatih otot, koordinasi mata-gerak, menguasai tubuhnya, membuat keputusan, dan menguasai keterampilan baru.
Tahapan kognitif dalam bermain Functional play (locomotor play): latihan berulang untuk gerakan otot besar (cth: menggelindingkan bola) Constructive play (object play): penggunaan obyek atau bahan untuk membuat sesuatu (cth: menyusun balok menjadi rumah, atau menggambar) Dramatic play (pretend play, fantasy play, imaginative play): baik untuk perkembangan sosial, bahasa, kognitif anak (cth: main guru-guruan, polisi- polisian) Formal games with rules: bermain terorganisir dengan aturan (contoh: main monopoli, main kwartet, petak umpet). Mulai dapat dilakukan saat anak berusia 7 tahun
Dimensi sosial dalam bermain Parten (1932 dalam Papalia, 13th ed): bermain terbagi menjadi 6 tahap: Unoccupied behavior: anak tidak tampak bermain, tetapi ia memperhatikan hal yang menarik Onlooker behavior: anak menonton anak lain bermain Solitary independent play: anak bermain sendiri, tanpa interaksi dengan teman di sekitarnya Parallel play: anak bermain sendiri, tapi berada di antara anak-anak lain. Associative play: anak bermain dengan anak lain Cooperative/ organized supplementary play: anak bermain dalam kelompok untuk mencapai tujuan yang sama Umumnya anak usia prasekolah berada di tahap 3,4,5. Bermain juga dipengaruhi gender, dan budaya
Pengasuhan
Pengasuhan Pada masa ini, orangtua dan sekolah mulai memberlakukan disiplin Ada 3 gaya pengasuhan menurut Baumrind (1971, dalam Papalia 13th ed): Authoritarian parenting: orangtua berusaha membuat anak mematuhi seperangkat aturan dan menghukum anak jika melanggar. Pengasuhan kurang hangat. Anak cenderung menarik diri, merasa tidak puas, curiga Permissive parenting: orangtua berkonsultasi dengan anak mengenai aturan dan kebijakan, dan jarang menghukum. Mereka hangat, tidak mengatur, dan tidak mengontrol. Anak cenderung kurang dewasa, kurang kontrol diri, dan kurang eksplorasi Authotitative parenting: orangtua penuh cinta dan menerima anak , tetapi juga mengharap perilaku yang positif dari anak, dan lembut dalam menetapkan aturan. Anak merasa aman dan dicintai. Anak cenderung percaya diri, dapat mengontrol diri, asertif, puas, dan eksplorasi
lanjutan Ada 1 tambahan gaya pengasuhan dari Maccoby n Martin (1983 dalam Papalia 13th ed): Negectful/uninvolved: orangtua yang tertekan atau depresi, fokus pada kebutuhannya sendiri daripada anak. Biasanya anak bertumbuh menjadi anak yang bermasalah dalam perilakunya