Aliran-aliran pemikiran dalam ilmu hukum PERTEMUAN - 12
Aliran-aliran pemikiran dalam ilmu hukum secara konvensional dibedakan atas : Aliran Hukum Alam; Aliran Hukum Positif; Aliran Utilistis; Aliran Sejarah (Historisme); Aliran Sosiologis; Aliran Antropologis; dan Aliran Realis.
ALIRAN HUKUM ALAM Hukum alam (natural law atau lex naturalis) adalah hukum yang berlaku universal dan abadi, artinya berlaku dimana pun juga, dan pada saat apapun juga. Adanya konsepsi hukum alam ini, merupakan pencerminan dari usaha manusia dan kerinduan manusia akan keadilan mutlak, serta merupakan pencerminan dari usaha manusia untuk menemukan hukum yang lebih tinggi dari hukum positif.
Hukum alam mempunyai beberapa arti: Merupakan ideal-ideal yang menuntun perkembangan hukum dan pelaksanaannya. Suatu dasar hukum yang bersifat “moral” yang menjaga jangan sampai terjadi suatu pemisahan secara total antara yang ada sekarang dengan yang seharusnya. Suatu metode untuk menemukan hukum yang sempurna. Isi hukum yang sempurna yang dapat dideduksikan melalui akal Suatu kondisi yang harus ada bagi kehadiran hukum.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum alam dapat dibedakan: Hukum alam sebagai suatu metode. artinya: Hukum alam dipakai sebagai sarana untuk menciptakan peraturan-peraturan yang mampu untuk menghadapi keadaan yang berbeda. Hukum alam sebagai suatu substansi. artinya: hukum alam justru merupakan isi dari suatu norma.
Berdasar pada sumbernya, aliran hukum alam dapat dibedakan menjadi dua macam: Aliran hukum alam yang Irrasional. Berpandangan hukum yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung. Aliran hukum alam yang Rasional. Berpandangan bahwa sumber hukum alam yang universal dan abadi itu adalah rasio manusia.
ALAIRAN HUKUM POSITIF Aliran Hukum Positif adalah suatu aliran dalam filsafat hukum yang beranggapan bahwa teori hukum itu hanya bersangkut-paut dengan hukum positif saja, dan merupakan perintah penguasa yang berdaulat. Ilmu hukum tidak membahas apakah hukum positif itu baik atau buruk, dan efektivitasnya hukum dalam masyarakat.
Aliran Hukum positif (Positivisme hukum) memisahkan antara hukum dengan moral: memisahkan antara hukum yang berlaku (das sein) dengan hukum yang seharusnya (das sollen). Menurut aliran positif, tidak ada hukum lain kecuali perintah penguasa (law is command of the souverign).
Aliran hukum positif dapat dibedakan: Aliran hukum positif Analitis (Analytical jurisprudence) yang dipelopori oleh John Austin; dan Aliran hukum Murni (Reine Rechtslere-The Pure of Law) yang dipelopori oleh Hans Kelsen.
Aliran hukum positif Analitis (Analitycal jurisprudence) - John Austin (1730-1859). Menurut aliran ini hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakekat hukum terletak pada unsur “perintah” itu. Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, Logis, dan tertutup. Aliran Hukum Murni-Hans Kelsen (1881-1973) Menurut aliran hukum murni, hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir non hukum, seperti sosiologis, politis, historis, bahkan etis. Itulah sebabnya aliran ini disebut aliran murni tentang hukum.
Austin membedakan hukum dalam dua jenis : Hukum dari Tuhan untuk manusia. Hukum yang dibuat oleh manusia, dibedakan: Hukum yang sebenarnya. adalah hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang dibuat oleh manusia individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya (hukum positif). Hukum yang tidak sebenarnya. adalah hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum.
Hukum menurut aliran ini harus memiliki empat unsur: Perintah (command); Sanksi (sanction); Kewajiban (duty); Kedaulatan (sovereignty).
Kelsen dikenal sebagai orang yang mengembangkan “teori jenjang” (stuffentheory). Teori ini melihat hukum sebagai suatu sistem terdiri dari susunan norma yang berbentuk piramida. Di Indonesia mengikuti Kelsen tentang jenjang ini. Bisa dilihat pada TAP MPR No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan Indonesia.
ALIRAN UTILISTIS Aliran ini dipelopori oleh Jeremy Bentham. Konsep dari aliran ini didasarkan pada individualisme (individu) dan utilisme (manfaat). Dikatakan individu karena hukum menjamin kebebasan yang seluas-luasnya kepada setiap individu sehingga setiap individu dapat mengejar kebahagiaan yang diinginkannya.
Jeremy Bentham (1748-1832) Berpendapat : Bahwa alam memberikan kebahagiaan dan kerusakan. Tugas hukum adalah memelihara kebahagiaan dan mencegah kejahatan. Menurutnya pemidanaan haruslah bersifat spesifik untuk tiap jenis kejahatan, dan seberapa besar pidana itu boleh diberikan, hal ini tidak boleh melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mencegah timbulnya kejahatan.
John Stuart Mill (1806-1873) Pemikirannya dipengaruhi oleh pertimbangan psikologi. Ia menyatakan bahwa tujuan manusia mencari kebahagiaan. Yang ingin dicapai manusia bukanlah benda atau sesuatu hal tertentu, tetapi kebahagiaan yang dapat ditimbulkannya. Ia dalam pemikirannya menjelaskan hubungan antara keadilan, kegunaan, kapentingan individu dan kepentingan umum.
ALIRAN SEJARAH (HISTORISME) Munculnya aliran sejarah setidaknya dilatar belakangi oleh tiga hal : Rasionalisme abad XVIII yang didasarkan pada hukum alam yang dipandang tidak memperhatikan fakta sejarah. Semangat revolusi Perancis yang menentang tradisi dan lebih mengutamakan rasio. Adanya larangan penafsiran oleh hakim karena undang-undang dipandang telah dapat memecahkan semua masalah hukum.
Pemikiran rasionalisme mengajarkan universalisme dalam berpikir Pemikiran rasionalisme mengajarkan universalisme dalam berpikir. Cara pandang inilah yang menjadi sebab utama munculnya madzab sejarah yang menentang universalisme. Madzab sejarah lebih memfokuskan pada keberadaan suatu bangsa tepatnya adalah jiwa bangsa.
Friedrich Karl Von Savigny (1770-1861) Savigny menganalogikan timbulnya hukum itu sama dengan timbulnya bahasa bagi suatu bangsa. Hukum timbul bukan karena perintah penguasa (seperti dikemukakan aliran positivis), tetapi karena perasaan keadilan yang terletak pada jiwa bangsa itu. Jiwa bangsa (volkgeist) itulah yang menjadi sumber hukum. Hukum tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Ia mengingatkan untuk membangun hukum, studi terhadap sejarah suatu bangsa mutlak diperlukan.
Pucha (1798-1846) Puchta adalah murid Von Savigny yang mengembangkan lebih lanjut pemikiran gurunya. Ia berpendapat sama dengan gurunya, bahwa hukum suatu bangsa terikat pada jiwa bangsa (Volksgeist) yang bersangkutan. Hukum tersebut menurutnya dapat berbentuk: langsung berupa adat istiadat; melalui undang-undang; melalui ilmu hukum dalam bentuk karya para ahli hukum.
Henry Sumner Maine (1822-1888) Maine banyak dipengaruhi oleh pemikiran Savigny. Ia dianggap sebagai pelopor aliran sejarah di Inggris. Salah satu penelitiannya yang terkenal adalah studi perbandingan perkembangan lembaga- lembaga hukum yang ada pada masyarakat yang sederhana dan masyarakat yang sudah maju, yang dilakukan berdasarkan pendekatan sejarah.
ALIRAN ANTROPOLOGIS Aliran ini berpandangan bahwa di dalam masyarakat modern, aturan hukum dibedakan dari aturan sosial dan aturan moral, sebab masyarakat modern mempunyai suatu pemerintahan yang terorganisasi, pranata pengadilan dan mesin administrasi, dimana ketaatan terhadap aturan hukum dijamin melalui suatu ancaman sanksi. Sedangkan di dalam suatu masyarakat sederhana dan primitif tidak mempunyai organisasi politik, hukum tidak dapat secara tegas dibedakan dari aturan-aturan sosial yang berdasarkan pada kemampuannya untuk menjamin ketaatan. Pakar antropologi adalah Malinowski, Hoebel, Gluckman, Bohannan dan Pospisil.
ALIRAN SOSIOLOGIS Aliran sosiologis memandang hukum sebagai kenyataan sosial, bukan sebagai kaidah. Oleh karena itu persamaan antara positivisme dengn sosiologisme adalah keduanya memusatkan perhatiannya pada hukum tertulis atau perundang- undangan. Pakar-pakar beraliran sosiologis adalah Max Weber, Emile Ourkhein, Eugen Ehrlich, Talcot Persons, Roscoe Pound dan Schuyt.
Eugen Ehrlich (1862-1922) Ia melihat adanya perbedaan antara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang hidup dalam masyarakat di pihak yang lain. Titik pusat perkembangan hukum tidak terletak pada undang-undang, putusan hukum atau ilmu hukum, tetapi pada masyarakat itu sendiri. Menurutnya hukum positif baru akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Roscoe Pound (1870-1964) Pound adalah orang yang pertama kali mencetuskan gagasan bahwa hukum tidaklah semata-mata sebagai sarana untuk mengendalikan ketertiban dalam masyarakat, tetapi hukum juga dapat berfungsi sebagai sarana untuk merekayasa masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu (law as a tool of social engineering). Hal ini tidak lepas dari hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat. Pemikirannya ini dikembangkan oleh orang Indonesia antara lain: Mochtar Kusumaatmadja, Satjipto Raharjo dan lain-lain.
ALIRAN REALIS (REALISME) Realisme hukum berasal dari pengaruh pemikiran modern yang berkembang di Amerika dan di Skandinavia. Realisme hukum pada dasarnya merupakan aliran yang meninggalkan pembicaraan mengenai hukum yang abstrak. Realisme hukum lebih menitikberatkan pada kajian terhadap pekerjaan-pekerjaan hukum yang praktis dalam menyelesaikan problem-problem dalam masyarakat.
Pokok-pokok pendekatan kaum realis menurut Liewelyn adalah sebagai berikut: Hendaknya konsepsi hukum itu menyinggung hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptakan pengadilan. Hukum adalah alat untuk mencapai tujuan sosial tertentu. Masyarakat berubah lebih cepat daripada hukum, dan oleh karena itu selalu ada kebutuhan untuk menyelidiki bagaimana hukum itu menghadapi problem-problem sosial yang ada. Untuk studi dipisahkan antara yang ada dan yang seharusnya.
Tidak mempercayai bahwa peraturan-peraturan dan konsep-konsep hukum itu sudah mencukupi untuk menunjukkan apa yang harus dilakukan pengadilan. Menolak peraturan hukum sebagai faktor utama dalam pengambilan keputusan. Mempelajari hukum hendaknya dalam lingkup yang lebih sempit sehingga lebih nyata. Hendaknya hukum itu dinilai dari efektifitasnya dan kemanfaatannya.
John Chipman Gray (1839-1915) Gray adalah salah seorang penganut Realisme hukum di Amerika. Semboyannya terkenal: All the law is judge-made law. Ia menyatakan di samping logika sebagai unsur undang-undang, maka unsur kepribadian, prasangka dan faktor-faktor lain yang tidak logis memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan hukum.
Oliver Wendell Holmes Jr. (1841-1935) Holmes memandang apa yang dilakukan oleh pengadilan (hakim) itulah yang disebut dengan hukum. Holmes juga menyatakan: Di samping norma-norma hukum bersama tafsirannya, moralitas hidup dan kepentingan-kepentingan sosial ikut menentukan keputusan para hakim.
Axel Hagerstorm (1868-1939) Axel adalah tokoh realisme hukum Skandinavia. Pemikirannya tentang (realisme) hukum dapat dilihat dari pendapatnya tentang bagaimana rakyat Romawi mentaati hukum. Menurutnya, rakyat Romawi mentaati hukum secara Irrasional, yaitu hukum yang bersumber dari Tuhan.