SLIDE 12 Penghasilan dan Kredit Pajak dari Luar Negeri serta Kompensasi Kerugian.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa

Advertisements

Pajak Penghasilan Pasal 24
Pajak penghasilan pasal 24
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
PPH 24 oleh…. Fitriantinah.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN.
PPh Pasal 24.
PENGHASILAN NETO Atau PENGHASILAN KENA PAJAK
PERTEMUAN 11 SURAT KETETAPAN PAJAK 15 MEI 2011 Surat Ketetapan Pajak.
Kredit Pajak Luar Negeri Pertemuan 5
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Pajak Penghasilan Pasal 24 (Kredit Pajak LN)
Pengendalian Kredit Pajak 7
PPH PASAL 24 Hamdani ( ) Okto Rizki Pranayoga ( ) Ahmad Romadhani ( )
PPh pasal 24 UU No, 36 TAHUN 2008 Pajak yg dibayar atau terutang di ln atas penghasilan dari ln yg diterima atau diperoleh wp dn boleh dikreditkan terhadap.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
PPh Pasal 24 dan PPh Pasal 25 Dian Nur Fadhiyah
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26
Akuntansi Investasi Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Penilaian Kembali (Revaluasi) Aktiva Tetap
Pajak Penghasilan Pasal 25
PPh PASAL 24.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Dan Perolehan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, Atau Pengambilalihan Usaha PERATURAN MENTERI.
PPh PASAL 26.
Pertemuan ke-3 Perpajakan.
Pertemuan PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Perpajakan PPh Pasal 26 Pertemuan ke-9.
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
PENETAPAN SAAT DIPEROLEHNYA DIVIDEN DAN DASAR PENGHITUNGANNYA OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI ATAS PENYERTAAN MODAL PADA BADAN USAHA DI LUAR NEGERI SELAIN.
PENGHASILAN KENA PAJAK
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PPh 23 & 26.
PERPAJAKAN INTERNASIONAL KREDIT PAJAK LUAR NEGERI DAN BADAN LUAR NEGERI TERKENDALI [ BAB 8 DAN 9 PAJAK INTERNATIONAL, GUNADI ] M. FIRDAUS WAHIDI S.E.,
Materi 7 Pengertian PPh Ps 24 Penghitungan PPh Ps 24
Tarif Pajak dan Kredit Pajak
Slide by: Jayu Pramudya dan Nia Paramita Departemen Akuntansi FEUI
Sesi 12 PPh Pasal 24 Hafiez Sofyani, M.Sc..
Kuliah ke – 5 & 6 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)
Vhika Meiriasari, S.E, M.Si
PPH PASAL 24 NAMA ANGGOTA : THIFAL FIRYAL RAYES
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
PENGHASILAN NETO Atau PENGHASILAN KENA PAJAK
Pajak Penghasilan Final
Pajak Penghasilan (PPh) Badan
KETENTUAN LAIN-LAIN.
OLEH: IIM IBRAHIM NUR, M.AK.
PPH PASAL 24.
MATERI KULIAH PRINSIP DASAR PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN FISKAL LUAR NEGERI
Ketentuan Tentang Sumber Penghasilan
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN.
PPh PASAL 25 RIZKI DEAN FAISAL FATHONI FAUZI ONOVIO.
PPh Pasal 25.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
KELOMPOK 1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 DISUSUN OLEH :
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
MATA KULIAH: PERPAJAKAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
PENGKREDITAN PAJAK LUAR NEGERI (pph pasal 24)
PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pajak Penghasilan.
PPH PASAL 24.
PPh Pasal 24 Pendahuluan:
PENGHASILAN NETO Atau PENGHASILAN KENA PAJAK
Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan Pasal 24
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Transcript presentasi:

SLIDE 12 Penghasilan dan Kredit Pajak dari Luar Negeri serta Kompensasi Kerugian

Puspenpa 2000 PENGKREDITAN PPh YANG DIBAYAR ATAU TERUTANG DI LUAR NEGERI Pasal 24 ayat (1), (2), (5), dan (6) PPh YANG DIBAYAR ATAU TERUTANG DI LUAR NEGERI ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DARI LUAR NEGERI OLEH WP DALAM NEGERI BOLEH DIKREDITKAN DENGAN PPh YANG TERUTANG DLM THN PAJAK YANG SAMA SEBESAR PAJAK PENGHASILAN YANG DIBAYAR/TERUTANG DI LUAR NEGERI, TETAPI TIDAK BOLEH MELEBIHI PENGHITUNGAN PAJAK YANG TERUTANG BERDASARKAN UU PPh APABILA PPh DARI LUAR NEGERI YANG TELAH DIKREDITKAN TERNYATA DIKURANGKAN/ DIKEMBALIKAN, MAKA PPh YANG TERUTANG MENURUT UU PPh HARUS DITAMBAH DGN JUMLAH TERSEBUT PADA TAHUN PENGURANGAN ATAU PENGEMBALIAN DILAKUKAN PELAKSANAAN PENGKREDITAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI LUAR NEGERI DIATUR DGN KMK 164/KMK.03/2002 Puspenpa 2000

PENGHITUNGAN BATAS PPh YANG BOLEH DIKREDITKAN DITENTUKAN BERDASARKAN Pasal 24 ayat (3) dan (4) DITENTUKAN BERDASARKAN SUMBER PENGHASILAN 1. PENGHASILAN DARI : a. saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan; b.Royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada; c. Sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak; d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada ; Puspenpa 2000

PENGHITUNGAN BATAS PPh YANG BOLEH DIKREDITKAN DITENTUKAN BERDASARKAN Pasal 24 ayat (3) dan (4) DITENTUKAN BERDASARKAN SUMBER PENGHASILAN PENGHASILAN DARI : e. Bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan; f. Pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada; g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada. 2. PENGHASILAN LAINNYA DENGAN MENGGUNAKAN PRINSIP YANG SAMA DENGAN NOMOR 1 DI ATAS. ; Puspenpa 2000

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/KMK.03/2014 TENTANG KREDIT PAJAK LUAR NEGERI Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut: untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut; untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut; untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan. Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.

Contoh : PT. A di Jakarta dalam tahun pajak 2013 menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber luar negeri sebagai berikut: Hasil usaha di Singapura dalam tahun pajak 2013 sebesar Rp 800.000.000,00; Dividen atas pemilikan saham pada "X Ltd." di Australia sebesar Rp 200.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2010 yang ditetapkan dalam rapat pemegang saham tahun 2012 dan baru dibayar dalam tahun 2013; Dividen atas penyertaan saham sebanyak 70% pada "Y Corporation" di Hongkong yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp 75.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan saham 2011 yang berdasarkan KMK ditetapkan diperoleh tahun 2013; Bunga kwartal IV tahun 2013 sebesar Rp 100.000.000,00 dari "Z Sdn Bhd" di Kuala Lumpur yang baru akan diterima bulan Juli 2014. Penghasilan dari luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan dalam negeri dalam tahun pajak 2013 adalah penghasilan pada huruf a, b, dan c, sedangkan penghasilan pada huruf d digabungkan dengan penghasilan dalam negeri dalam tahun pajak 2014.

Pasal 2 Apabila dalam PKP terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang di Indonesia. Pengkreditan pajak dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia Jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu. Metode kredit pajak yang demikian disebut metode pengkreditan terbatas ("ordinary credit Method").

(4) Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap PKP dikalikan dengan pajak yang terutang atas PKP, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas PKP dalam hal PKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri (5) Apabila Penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak nya dilakukan untuk masing-masing negara. Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak termasuk Penghasilan yang dikenakan Pajak yang bersifat final Pasal 4 ayat (2) dan atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh.

Contoh : PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2013 sebagai berikut : di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 1.000.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar 40% (Rp. 400.000.000,00); di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 3.000.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar 20% (Rp. 600.000.000,00); di negara Z, menderita kerugian Rp. 2.500.000.000,00, Penghasilan usaha di dalam negeri Rp. 4.000.000.000,00. Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut : Penghasilan Luar negeri : a. laba di negara X = Rp. 1.000.000.000,00 b. laba di negara Y = Rp. 3.000.000.000,00 c. rugi di negara Z = Rp. - - - - - - - - - - - - - (+) d. Jumlah penghasilan LN Rp. 4.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri = Rp. 4.000.000.000,00 (+) 3. Jumlah penghasilan neto = Rp. 8.000.000.000,00 4. PPh terutang (tarif Pasal 17) = Rp. 2.000.000.000,00 (Rp8.000.000.000,00 X 25%) Dari contoh diatas jelas bahwa dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita di luar negeri ( di negara Z sebesar Rp. 2.500.000.000,00) tidak dikompensasikan.

Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing negara adalah : a. Untuk negara X = Rp. 1 M ------------X Rp. 2.000.000.000,00 = Rp. 250.000.000,00 Rp 8 M Pajak yang terutang di negara X sebesar Rp. 400.000.000,00, namun maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp.250.000.000,00. Untuk negara Y = Rp. 3 M ------------X Rp. 2.000.000.000,00 = Rp. 750.000.000,00 Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp 750.000.000,00 lebih besar dari jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri yaitu sebesar Rp. 600.000.000,00 maka jumlah kredit pajak luar negeri yang di perkenankan adalah sebesar Rp. 600.000.000,00. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah : Rp250.000.000,00 + Rp600.000.000,00 = Rp850.000.000,00

PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2013 sebagai berikut : Penghasilan dari usaha diluar negeri Rp.1.000.000.000,00 Rugi usaha di dalam negeri (Rp. 200.000.000,00) Pajak atas Penghasilan di luar negeri misalnya 40% = Rp.400.000.000,00 Penghitungan maksimum kredit pajak luar negeri serta pajak terutang adalah sebagai berikut : Penghasilan usaha luar negeri Rp.1.000.000.000,00 Rugi usaha dalam negeri (Rp. 200.000.000,00) Jumlah penghasilan neto Rp. 800.000.000,00 3. Apabila jumlah Penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai tarif Pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp200.000.000,00. 4. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah : Rp. 1 M X Rp. 200.000.000,00 = Rp. 250.000.000,00 Rp800 juta Oleh karena pajak yang dibayar diluar negeri lebih besar dari batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan maka kredit pajak luar negeri yang diperkenankan untuk dikreditkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan adalah sebesar Rp.250.000.000,00.

Dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan yang dikenakan Pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU, maka atas penghasilan tersebut bukan merupakan faktor penambahan penghasilan pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak. Contoh : PT "D" di Jakarta dalam tahun 2013 memperoleh penghasilan sebagai berikut: 1. Penghasilan dari Negara Z Rp.2.000.000.000,00 (dengan tarif pajak 30%) 2. Penghasilan Dalam Negeri Rp.3.500.000.000,00 (Penghasilan Dalam Negeri ini termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh sebesar Rp 500.000.000,00) 3. Penghasilan Kena Pajak PT "D" sebesar : Rp. 2.000.000.000,00 + (Rp 3.500.000.000,00 - Rp. 500.000.000,00) = Rp. 5.000.000.000,00 4. Sesuai tarif Pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang sebesar : Rp 1.250.000.000,- 5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah : Rp. 2 M X Rp.1.250.000.000,00 = Rp.500.000.000,00 Rp. 5 M Pajak yang terutang di negara Z sebesar Rp 600.000.000,00, namun maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan sebesar Rp 500.000.000,00.

Pasal 3 Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.

Pasal 4 : (1) Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri: Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri; Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri; dan Dokumen pembayaran pajak di luar negeri. (2) Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.

Pasal 5 Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 karena alasan-alasan di luar kemampuan Wajib Pajak (force majeur).

Pasal 6 (1) Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. (2) Dalam hal pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyebabkan Pajak Penghasilan kurang dibayar, maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) UU KUP (3) Dalam hal pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyebabkan Pajak Penghasilan lebih dibayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri yang menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di luar negeri lebih besar dari yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, sehingga pajak di luar negeri kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan Pajak Penghasilan di Indonesia juga kurang dibayar. Sepanjang koreksi fiskal di luar negeri tersebut dilaporkan sendiri oleh Wajib Pajak melalui pembetulan SPT Tahunan, maka bunga yang terutang atas pajak yang kurang dibayar tersebut tidak ditagih. Contoh : 1. Penghasilan luar negeri (SPT) Rp. 1.000.000.000,00 2.Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00 3.Penghasilan luar negeri (setelah dikoreksi di luar negeri) Rp. 2.000.000.000,00 4.Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri misalnya 40% 5.PPh Pasal 25 yang dibayar Rp. 400.000.000,00 6. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sebagai berikut:

Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri berupa koreksi yang menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan terutang di luar negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih dibayar. Koreksi fiskal di luar negeri tersebut akan mengakibatkan Pajak Penghasilan terutang di Indonesia juga menjadi lebih kecil, sehingga Pajak Penghasilan menjadi lebih dibayar. Kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain. Contoh : 1. Penghasilan luar negeri (SPT) Rp. 1.000.000.000,00 2.Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00 3.Penghasilan luar negeri (setelah dikoreksi di luar negeri) Rp. 500.000.000,00 4.Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri misalnya 40% 5.PPh Pasal 25 yang dibayar Rp. 400.000.000,00 6. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sebagai berikut:

Penjelasan Pasal 24 ayat (5) UU PPh : Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan. Penjelasan Pasal 24 ayat (5) UU PPh : Apabila terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil dari besarnya perhitungan semula, maka selisihnya ditambahkan pada Pajak Penghasilan yang terutang menurut Undang-undang ini. Misalnya, dalam tahun 2014, Wajib Pajak mendapat pengurangan pajak atas penghasilan luar negeri tahun pajak 2013 sebesar Rp5.000.000,00 yang semula telah termasuk dalam jumlah pajak yang dikreditkan terhadap pajak yang terutang untuk tahun pajak 2013, maka jumlah sebesar Rp5.000.000,00 tersebut ditambahkan pada Pajak Penghasilan yang terutang dalam tahun pajak 2014.

KOMPENSASI KERUGIAN Puspenpa 2000 Pasal 6 ayat (2) dan PP 148 Tahun 2000 KERUGIAN DAPAT DIKOMPENSASIKAN DENGAN PENGHASILAN MULAI TAHUN PAJAK BERIKUTNYA BERTURUT-TURUT SAMPAI DENGAN 5 (LIMA) TAHUN PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU, KOMPENSASI KERUGIAN PALING LAMA 10 TAHUN Puspenpa 2000

PENGHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN CONTOH PT. A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00. Dalam 5 tahun berikutnya rugi-laba fiskal PT. A sbb : 2010 : laba fiskal Rp 200.000.000,00 2011 : rugi fiskal (Rp 300.000.000,00) 2012 : laba fiskal N I H I L 2013 : laba fiskal Rp 100.000.000,00 2014 : laba fiskal Rp 800.000.000,00 Kompensasi kerugian dilakukan sbb : Rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.200.000.000,00) Laba fiskal Thn 2010 Rp 200.000.000,00(+) Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 1.000.000.000,00) Rugi fiskal Thn 2011 (Rp 300.000.000,00) Laba fiskal Thn 2012 N I H I L (+) Laba fiskal Thn 2013 Rp 100.000.000,00(+) Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 900.000.000,00) Laba fiskal Thn 2014 Rp 800.000.000,00 Sisa rugi fiskal Thn 2009 (Rp 100.000.000,00) TIDAK BOLEH DIKOMPENSASIKAN LAGI DENGAN LABA FISKAL THN 2015 HANYA BOLEH DIKOMPENSASIKAN DGN LABA FISKAL THN 2015 & 2016 (KOMPENSASI DIMULAI SJK THN 2011) Puspenpa 2000