PENGHASILAN NETO Atau PENGHASILAN KENA PAJAK 1. CARA MENGHITUNG PENGHASILAN NETO Atau PENGHASILAN KENA PAJAK 2. TARIF & CARA PENGGUNAAN
CARA MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK (PKP) PENGHASILAN DIMAKSUD PSL 4 AYAT (1) DIKURANGI DG PENGURANGAN DIMAKSUD PSL 6 (1) dan (2) PSL 7 (1) Dan PSL 9 (1) HURUF C, D, E dan G PKP BAGI WP DALAM NEGERI PKP BAGI WP ORANG PRIBADI & BADAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PASAL 14 DIHITUNG DG NORMA PENGHITUNGAN & UNTUK WP PRIBADI DIKURANGKAN PTKP PASAL 7 (1) PENGHASILAN PSL 5 (1) & Psl 4 (1) DIKURANGI DG PENGURANGAN DIMAKSUD Psl 5 (2), & (3), (Psl 6 Ay 1) Dan (2), dan Psl 9 (1) HURUF C, D, E, DAN G PKP BAGI WP LUAR NEGERI (BUT) DIHITUNG BERDASARKAN PENGHASILAN NETO YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DLM BAGIAN TAHUN PAJAK YANG DISETAHUNKAN. PKP BAGI ORANG PRIBADI DLM NEGERI YG TERUTANG PAJAK DLM SUATU BAGIAN TAHUN PAJAK SEBAGAI MANA DIMAKSUD Psl 2 : (6) PSL 16 Ayat (1), (2), (3), dan (4).
LAPISAN PKP TARIP PAJAK TARIF PAJAK a. WP ORANG PRIBADI LAPISAN PKP TARIP PAJAK - s/d Rp 50.000.000. 5% Rp 50 juta s/d Rp 250 juta 15% DIATAS Rp 250 juta s/d Rp 500 juta 25% DIATAS Rp 500 juta Dikenakan 30% b. WP BADAN DN/BUT TARIF TUNGGAL SEBESAR 28% TARIF SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA HURUF b, MENJADI 25% PADA TAHUN 2010. WP DALAM NEGERI YANG BERBENTUK PERSEROAN TERBUKA YG PALING SEDIKIT 40% x SELURUH SAHAM YANG DISETOR, DIPERDAGANGKAN, DI BELI, DAN MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU LAINNYA, DAPAT MEMPEROLEH TARIF SEBESAR 5% LEBIH RENDAH DARIPADA TARIF SEPERTI DIMAKSUD AYAT (1) Huruf b, dan ayat (2a ) yg DIATUR DENGAN ATAU BERDASARKAN PP.
KETENTUAN LEBIH LANJUT MENGENAI BESARNYA TARIF TARIF ATAS PENGHASILAN DEVIDEN YANG DIBAGIKAN KEPADA WP ORANG PRIBADI DALAM NEGERI, PALING TINGGI SEBESAR 10% (SEPULUH PERSEN), DAN BERSIFAT FINAL. KETENTUAN LEBIH LANJUT MENGENAI BESARNYA TARIF SEBAGAIMANA DIMAKSUD DIATAS DIATUR DENGAN PP. BESARNYA LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA Ayat (1) Huruf a DIATAS, DAPAT DIUBAH DENGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN. UNTUK KEPERLUAN PENERAPAN TARIF PAJAK SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA Ayat (1) , JUMLAH PENGHASILAN KENA PAJAK DIBULATKAN KEBAWAH MENJADI RIBUAN RUPIAH PENUH ( MISALNYA Rp 5.006.560.930, dibulatkan Menjadi Rp 5.006.560.000.)
Psl 17 ayat (1a,b), (2), (2a), (2b), (2c), (2d), (3,4,5,6,dan 7) BESARNYA PAJAK TERUTANG BAGI WP ORANG PRIBADI DALAM NEGERI YANG TERUTANG PAJAK DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM Psl 16 Ayat (4), DIHITUNG : SEBANYAK JUMLAH HARI DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK TERSEBUT DIBAGI 360 HARI x PAJAK YANG TERUTANG UNTUK 1(SATU) TAHUN PAJAK. UNTUK KEPERLUAN PENGHITUNGAN PAJAK SEBAGAIMANA DIMAKSUD DIATAS (Ayat 5), TIAP BULAN YANG PENUH DIHITUNG 30 (TIGA PULUH) HARI. DENGAN PP DAPAT DITETAPKAN TARIF PAJAK TERSENDIRI ATAS PENGHASILAN DIMAKSUD DALAM PASAL 4 (2), SEPANJANG TIDAK MELEBIHI TARIF TERTINGGI SEBAGAIMANA TERSEBUT PADA Ayat (1) Psl 17 ayat (1a,b), (2), (2a), (2b), (2c), (2d), (3,4,5,6,dan 7)
CONTOH PENERAPAN TARIF 1. WP A (ORANG PRIBADI) PENGHASILAN KENA KENA PAJAK Rp 600.000.000. PAJAK PENGHASILAN TERUTANG : - s/d Rp 50.000.000.- 5% = Rp 2.500.000.- - Rp 200.000.000.- 15% = Rp 30.000.000. - Rp 250.000.000.- 25% = Rp 62.500.000.- - Rp 100.000.000.- 30% = Rp 30.000.000.- J U M L A H = Rp 125.000.000. 2. WAJIB PAJAK BADAN : PT ANTARIKSA, PENGHASILAN NETO 2009 = Rp 1.250.000.000. PPh Terutang 28% x Rp 1.250.000.000. = Rp 350.000.000.
Ayat (5 ) dan Ayat (6) : PENGHASILAN KENA PAJAK SETAHUN Rp 584.160.000. PPh SETAHUN : 5% x Rp 50.000.000.- = Rp 2.500.000. 15% x Rp 200.000.000.- = Rp 30.000.000. 25% x Rp 250.000.000.- = Rp 62.500.000. 30% x Rp 84.160.000.- = Rp 25.248.000. J U M L A H = Rp 120.248.000.- PAJAK YANG TERUTANG DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK (3)TIGA BULAN = ( (3 x 30) : 360) x Rp 120.248.000. = Rp 30.062.000.
WEWENANG MENTERI KEUANGAN MENGELUARKAN KEPUTUSAN MENGENAI BESARNYA PERBANDINGAN ANTARA UTANG DAN MODAL PERUSAHAAN UNTUK KEPERLUAN PERHITUNGAN PAJAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG INI MENETAPKAN SAAT DIPEROLEHNYA DEVIDEN OLEH WP DLM NEGERI ATAS PENYERTAAN MODAL PADA BADAN USAHA LUAR NEGERI SELAIN BADAN USAHA YG MENJUAL SAHAMNYA DIBURSA EFEK, DG KETENTUAN SEBAGAI BERIKUT : a. BESARNYA PENYERTAAN MODAL WAJIB PAJAK DALAM NEGERI TERSEBUT PALING RENDAH 50% (LIMA PULUH PERSEN), DARI JUMLAH SAHAM YANG DISETOR, ATAU b. SECARA BERSAMA-SAMA DENGAN WAJIB PAJAK DALAM NEGERI LAINNYA MEMILIKI PENYERTAAN MODAL PALING RENDAH 50 % (LIMA PULUH PERSEN) ATAU LEBIH DARI JUMLAH SAHAM YANG DISETOR. (PMK 256/PMK.03/2008) Pasal 18 ayat (1) dan (2)
WEWENANG DIRJEN PAJAK MENENTUKAN KEMBALI : - BESARNYA PENGHASILAN DAN - PENGURANGAN SERTA - UTANG SEBAGAI MODAL UNTUK MENGHITUNG BESARNYA PKP BAGI WP YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA DENGAN WP LAINNYA SESUAI DENGAN KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA YANG TIDAK DIPENGARUHI HUBUNGAN ISTIMEWA DENGAN MENGUNAKAN METODE PERBANDINGAN HARGA ANTARA PIHAK YANG INDEPENDEN, METODE HARGA PENJUALAN KEMBALI, METODE BIAYA PLUS, ATAU METODE LAINNYA. MELAKUKAN PERJANJIAN DENGAN WAJIB PAJAK DAN BEKERJA SAMA DENGAN OTORITAS PAJAK NEGARA LAIN UNTUK MENENTUKAN HARGA TRANSAKSI ANTAR PIHAK-PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA, SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM AYAT (4) YANG BERLAKU SELAMA SUATU PERIODE TERTENTU DAN MENGAWASI PELAKSANAANNYA SERTA MELAKUKAN RENEGOSIASI SETELAH PERIODE TERTENTU TERSEBUT BERAKHIR. PASAL 18 AYAT (3), (3a)
WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN PEMBELIAN SAHAM ATAU AKTIVA PERUSAHAAN MELALUI PIHAK LAIN, ATAU BADAN YANG DIBENTUK UNTUK MAKSUD DEMIKIAN (SPECIAL PURPOSE COMPANY), DAPAT DITETAPKAN SEBAGAI PIHAK YANG SEBENARNYA MELAKUKAN PEMBELIAN TERSEBUT SEPANJANG WAJIB PAJAK YANG BERSANGKUTAN MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA DENGAN PIHAK LAIN ATAU BADAN TERSEBUT DAN TERDAPAT KETIDAK WAJARAN DALAM PENETAPAN HARGA. Penjualan atau Pengalihan saham perusahaan antara (Conduit Co. atau Special Purpose Co.) yang DIDIRIKAN atau BERTEMPAT KEDUDUKAN di negara yang memberikan perlindungan pajak (Tax Heaven Country) yang mempunyai HUBUNGAN ISTIMEWA dengan badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia, DAPAT DITETAPKAN SEBAGAI PENJUALAN ATAU PENGALIHAN SAHAM BADAN YANG DIDIRIKAN ATAU BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA ATAU BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA. Pasal 18 Ayat (3b) , dan (3c)
BESARNYA PENGHASILAN YANG DIPEROLEH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI DARI PEMBERI KERJA YANG MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWA DENGAN PERUSAHAAN LAIN YANG TIDAK DIDIRIKAN ATAU TIDAK BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA, DAPAT DITENTUKAN KEMBALI, DALAM HAL PEMBERI KERJA MENGALIHKAN SELURUH ATAU SEBAGIAN PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI TERSEBUT KEDALAM BENTUK BIAYA ATAU PENGELUARAN LAINNYA YANG DIBAYARKAN KEPADA PERUSAHAAN YANG TIDAK DIDIRIKAN ATAU TIDAK BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA TERSEBUT. PELAKSANAAN KETENTUAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT (3b), Ayat (3c), dan Ayat (3d), DIATUR LEBIH LANJUT DENGAN ATAU BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN Pasal 18 Ayat (3 d) dan (3 e)
SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA Ayat (3), SAMPAI HUBUNGAN ISTIMEWA SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA Ayat (3), SAMPAI DENGAN Ayat (3d) Psl 9 Ayat (1) Huruf f, dan Psl 10 Ayat (1) DIANGGAP ADA APABILA : a. - WP MEMPUNYAI PENYERTAAN MODAL LANGSUNG ATAU TIDAK LANGSUNG PALING RENDAH SEBESAR 25% PADA WP LAIN, ATAU - HUBUNGAN ANTARA WP DENGAN PENYERTAAN PALING RENDAH 25% PADA DUA WP ATAU LEBIH ATAU - HUBUNGAN DIANTARA DUA WP ATAU LEBIH YG DISEBUT TERAKHIR, b . WP MENGUASAI WP LAINNYA, ATAU DUA, ATAU LEBIH WP BERADA DIBAWAH PENGUASAAN YG SAMA BAIK LANGSUNG ATAU TIDAK LANGSUNG, ATAU c. TERDAPAT HUBUNGAN KELUARGA, BAIK SEDARAH MAUPUN SEMENDA DALAM GARIS KETURUNAN LURUS DAN ATAU KESAMPING SATU DERAJAT PASAL 18 Ayat (4).
PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP DAN FAKTOR PENYESUAIAN (REVALUASI) DAN FAKTOR PENYESUAIAN APABILA TERJADI KETIDAK SESUAIAN ANTARA UNSUR-UNSUR BIAYA DENGAN PENGHASILAN KARENA PERKEMBANGAN HARGA MENKEU BERWENANG MENETAPKAN PERATURAN TENTANG PASAL 19 Ayat (1)dan (2) ATAS SELISIH PENILAIAN KEMBALI AKTIVA DITERAPKAN TARIF PAJAK TERSENDIRI DENGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN SEPANJANG TIDAK MELEBIHI TARIF TERTINGGI SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 17 Ayat (1) PMK 79/PMK.03/2008 BACK