Masukan dari sisi hukum guna optimalisasi fungsi & peran PPID di kota Semarang Richo Andi Wibowo.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
SOP PPID DAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK
Advertisements

Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Daerah (RPJP/MD)
Oleh: MARTAN KISWOTO DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Tata.
Daftar Informasi Publik & Informasi Yang Dikecualikan
PERMASALAHAN DAN FOKUS PEMBANGUNAN DALAM PEMBANGUNAN BERBASIS IPTEK DI PROVINSI GORONTALO Wakil Gubernur Gorontalo Rakornas RISTEK Tahun 2004 Jakarta.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen Dalam Negeri
KETERKAITAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BADAN.
Drs. Haris Sadiminanto, MMSi, MBA
Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi oleh PPID dan PPID Pembantu
PERAN PPID DAN PPID PEMBANTU DALAM LAYANAN INFORMASI PUBLIK
NASKAH AKADEMIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
FILOSOFI DAN POKOK POKOK UU KIP
Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur ADMINISTRASI PPID DAN ATASAN PPID.
PENERAPAN AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL PADA PEMERINTAH DAERAH
TATA CARA PENGELOLAAN KEBERATAN DAN TATA CARA PEMBUATAN LAPORAN TAHUNAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK MENURUT PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2010.
Oleh : Dr. Tjahjanulin Domai, MS
OVERVIEW PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Persengketaan Informasi Publik
Keterbukaan Informasi Publik
Keterbukaan Informasi Publik
Tatacara pengecualian Informasi Publik
Dinas komunikasi dan informatika DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Ponorogo, 6 Juli 2017 Dinas Kominfo Provinsi Jatim PPID Agus DM
PENGGUNAAN FUNGSIONALITAS PENENTUAN BUKA-TUTUP INFORMASI PUBLIK
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN INFORMASI PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI (PPID) DINAS PENDIDIKAN KOTA DEPOK Depok, 5 Nopember.
PENGEMBANGAN E GOVERMENT
PPID SKPD DAN PPID KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA TIMUR
Hak Memperoleh Informasi
RESPON TERHADAP PERMOHONAN INFORMASI PUBLIK
DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Peran Ombudsman RI dalam pengawasan penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia (sesuai UU No. 37/2008 ttg Ombudsman RI dan UU No. 25/2009 ttg Pelayanan.
Disampaikan oleh : H. DADANG ISKANDAR, SKM.,MKM
Komisi Informasi Provinsi/kab/kota Laporan Perkembangan
SENGKETA INFORMASI PUBLIK
PERENCANAAN STRATEGIS TAHUN 2017
OPTIMALISASI PELAYANAN INFORMASI PUBLIK
REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN 2017
OPTIMALISASI PERAN PPID
LEBIH MEMAHAMI PELAYANAN PERMINTAAN INFORMASI PUBLIK
Beberapa Masalah Eksekusi Putusan Komisi Informasi
NASKAH AKADEMIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Standart Format Konten PPID
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK (KIP) Undang-Undang No.14 Tahun 2008
UU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK (KIP) SEBAGAI IMPLEMENTASI ASAS KETERBUKAAN DAN UPAYA PERWUJUDAN GOOD GOVERNANCE Satria Prayoga,S.H.,M.H., Dosen HAN &
TATA KELOLA INFORMASI PUBLIK Rahmulyo Adi Wibowo, S.H.,M.H
KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA TIMUR UU KIP Ketty Tri Setyorini.
TATA KELOLA INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN
SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH
PERAN PENGAWASAN KEMENTERIAN PANRB TERKAIT AMANAT
DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
SOP Aplikasi Sapa & Ppid kemendagri
TEKNIK DAN MEKANISME PENYUSUNAN UKL-UPL
POTENSI DAN KENDALA IMPLEMENTASI INOVASI DAERAH
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
TEHNIK PELAPORAN DIP OLEH : SUMARNI, S.Pd
PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK KOMISI INFORMASI PROVINSI SULAWESI BARAT KOMISI INFORMASI PROVINSI SULAWESI BARAT.
DASAR HUKUM, TANTANGAN DAN STRATEGI PPID Surabaya, 25 Juli 2016 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI JAWA TIMUR PPID PROV.JATIM Agus dm.
TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
POKOK-POKOK PEMIKIRAN UU KIP DALAM LAYANAN INFORMASI PUBLIK
Keterbukaan Informasi Badan Publik / OPD ?
KELOMPOK 2 : ERNI PRATAMI CITRA A. SONI RIO RIFQI ARYA S.
SOP Penanganan Sengketa Informasi Publik
EVALUASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DAN LAPORAN TAHUNAN
PENGUATAN PENGELOLAAN LAYANAN INFORMASI & DOKUMENTASI PUBLIK
ASPEK HUKUM KETERBUKAAN INFORMASI BADAN PUBLIK
EVALUASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DAN LAPORAN TAHUNAN
Penyusunan Daftar Informasi Publik (DIP)
SISTEM INFORMASI KESEHATAN
Akreditasi Institusi.
Transcript presentasi:

Masukan dari sisi hukum guna optimalisasi fungsi & peran PPID di kota Semarang Richo Andi Wibowo

Maksud dan tujuan Memberikan masukan mengenai draft standar layanan informasi publik (dalam hal ini adalah draft Raperwal Semarang tentang Pedoman Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi). Hal diatas dimaksudkan untuk: terciptanya sinergi diantara stakeholder; terjadinya peningkatan dan optimalisasi fungsi dan peran PPID kota Semarang

Pengantar Pertama, perlu kiranya diberikan apresiasi -kepada seluruh pihak yang berpartisipasi- dalam upaya perwujudan right to information di Kota Semarang sehingga telah terwujud Raperwal yg mengatur hal ini; Guna memastikan agar aturan diatas kelak dapat dijalankan dengan optimal, maka perlu dihindari terjadinya “lacunae legis”

Lacunae legis adalah ‘lubang hukum’. Adanya lacunae sesugguhnya wajar. Hal ini mengingat suatu aturan memang tidak akan pernah bisa sempurna. Bahkan, celah hukum tersebut memang akan menjadi potensi untuk perkembangan hukum (lex semper reformanda). Sekalipun demikian, semakin banyak/besar lacunae yang ada, maka akan semakin kecil harapan suatu peraturan untuk mencapai/mewujudkan perjuangannya.

Beberapa masukan Apabila Andang L. Binawan (2011) menyatakan bahwa terdapat enam lacunae yang perlu diwaspadai, maka guna memeriksa Perwal ini, dapat dikhususkan menjadi tiga lacunae saja sbb: Memastikan agar Perwal ini implementatif untuk dapat ‘hidup’ dalam waktu yang relatif lama; Meminimalisir terjadinya misinterpretasi dari pembaca; Memastikan agar konsep yang ada dapat diterapkan secara implementatif.

Ad. 1. ‘Memperlama’ durasi hidup Perwal Mengingat trend kedepan adalah semakin tajamnya peran IT dalam kehidupan, maka perwal ini perlu menegaskan bahwa mekanisme penyampaian dan/atau pemberian berbasis permohonan atas suatu informasi publik dapat berbasis elektronik. Hal ini -misalnya- dengan mengatur dan menyatakan dalam Raperwal tersebut mengenai mekanisme pemberian informasi dapat (bahkan didorong untuk) berbasis website; pengiriman informasi dapat berbasis email selain cara konvensional seperti memberikan salinan atau mengirimkan CD; atau mekanisme pembayaran biaya penyalinan/pengiriman informasi yang berbasis transfer, e-banking.

Aturan yang dimaksud adalah -namun tidak terbatas pada- : Urgensi penerapan hal diatas adalah logis, tidak hanya ditinjau dari sisi sosiologis sebagaimana diatas; namun juga ditinjau dari kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan. Aturan yang dimaksud adalah -namun tidak terbatas pada- : Pasal 7 ay (6) UU KIP (obligation to inform dapat dilakukan dengan memanfaatkan sarana elektronik); Inpres No 3 tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional e-government

Ad. 2. Meminimalisir misinterpretasi Dalam bab III lampiran Raperwal, terdapat informasi mengenai mekanisme mengenai pengumpulan, pengklasifikasian, pendokumentasian dan pelayanan informasi. Terlihat bahwa terjadi reduksi dari apa yang dinyatakan di bab tersebut dengan Pasal 13 Peraturan Komisi Informasi (Per KI) No 1/2010. Misalnya dalam Per KI terlihat bahwa ada 17 poin yang menjadi info publik yang wajib tersedia setiap saat. Namun dalam Raperwal hanya dinyatakan 8 saja.

Terhadap reduksi yang terjadi tersebut, setidaknya, dapat menimbulkan tiga kebingungan bagi pembaca Raperwal, yi: kebijakan manakah yang akan diikuti oleh PPID di kota Smg, Perwal atau Per KI?; Argumentasi apakah yang akan digunakan oleh pemohon informasi, Perwal atau per KI?; Dalam kapasitas apakah sehingga Perwal dapat mengeliminir ketentuan Per KI? Maka, baik kiranya jika (Ra)Perwal koheren dengan Per KI. Lebih dari itu, hal-hal yg telah diatur, tidak perlu direpetisi dalam Perwal. Perwal perlu fokus pada hal teknis untuk diaplikasikan di Pemkot Smg

Ad.3. memastikan agar aturan dapat implementatif Melihat banyaknya hal yang harus dilakukan, -mulai dari pengumpulan, pengklasifikasian, pendokumentasian, pelayanan, hingga penyelesaian sengketa; maka, dapat dipahami besarnya hal yang perlu dilakukan oleh PPID Maka dari itu, mungkin perlu kiranya implementasi ini dapat dilakukan penargetan secara terukur dan bertahap (dengan internalisasi dan sinkronisasi melalui RPJMD misalnya). Sehingga hal ini akan memperjelas target dan capaian dari tahun x, x+1, x+2, dst.

Mengingat first impressions adalah hal yang penting, maka PPID ditahap awal akan perlu bekerja ‘multi tasking’ dengan keras: baik untuk konsolidasi internal, maupun untuk memberikan pelayanan informasi. Maka, selain diperlukan SDM yang secara kualitas dan kuantitas memadai, diperlukan pula strategi dalam memberikan pelayanan informasi. Info-info yang kerap diminta oleh masyarakat, perlu untuk diprioritaskan agar dapat ‘tampil’ terlebih dahulu. Penentuan atas hal ini dapat didasarkan dari pengalaman yang dimiliki aparatur pemerintah selama ini.

Ad 4. Masukan lainnya yang tidak terkait dengan lacunae legis Aspek teknis: hal-hal yang diatur dalam lampiran, tampaknya banyak yang dapat dialihkan ke dalam batang tubuh. Hal ini perlu dilakukan agar koheren dengan Lampiran II huruf F No 192 UU 12/2011 ttg P3 bahwa lampiran dapat memuat uraian, daftar, tabel, gambar, peta, dan sketsa. Sehingga penjelasan mengenai siapa yang menjadi atasan PPID, PPID, mekanisme permohonan informasi, dapat disampaikan di batang tubuh. Sedangkan diagram/bagan dapat tetap dipertahankan dalam lampiran.

Lebih dari itu, guna kepentingan kejelasan pembaca Perwal kelak, maka perlu ditegaskan siapa yang sesungguhnya dimaksud oleh Raperwal sebagai PPID. Atau dengan kata lain, instansi mana yang memang (jadi) ditetapkan sebagai ‘tempat bernaung’ PPID. Perlu ditegaskan pula disana, siapa yang dimaksud oleh Raperwal sebagai atasan PPID. Terhadap hal ini baik kiranya jika yang digolongkan sebagai atasan PPID tidak dibatasi pada Sekda saja, namun juga Walikota dan Wakil walikota. Hal ini mengingat ketentuan dalam Pasal 1 ay (5) Per KI No 1/2010 Urgensi kejelasan atas dua posisi diatas juga menandakan perlunya Raperwal yang ada untuk menjelaskan posisi posisi yang lain.

Apabila ini adalah bagan organisasi PPID

Sedangkan berikut adalah bagan PPID Pembantu (SKPD)

Kemudian dinyatakan bahwa

Terhadap hal tersebut; maka, perlu kiranya dipertimbangkan apakah struktur PPID pembantu perlu sebesar bagan 2 diatas?; Jika PPID pembantu tidak mengurusi langsung pelayanan dan sengketa; maka, apakah masih relevan terdapat posisi2 untuk hal tersebut. NB: pernyataan diatas tidak berarti membatasi bahwa yang perlu dievaluasi hanyalah dua divisi tersebut semata; tidak menutup kemungkinan posisi yang lain untuk di re-check kembali.

Demikian yang dapat saya sampaikan, atas perhatian bapak/ibu, disampaikan Terimakasih Richo Andi Wibowo Dosen pada bagian Hukum Administrasi Negara FH UGM 081227581020 (hp); richo.wibowo@ugm.ac.id (email)