PENEGASAN PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING Kelompok 1 : Kiki Dian Lestari Vivie Widayati Delan Setyawan Isnain Septiani Dhamayanti Langgeng Widodo
Ihwal DSPK dan PPK Buku DSPK diterbitkan tahun 2003 Rakernas 8 Desemnber 2003 menyepakati draf tersebut masih perlu dikaji DSPK dijadikan dasar penyelenggaraan PPK di UNP.
SKKI Hasil Kongres ABKIN 2004-2005 ABKIN melakukan kajian intensif tentang SKKI Tujuan untuk menyempurnakan standar kompentensi yang tertuang dalam DSPK April 2005 kongres X ABKIN di Semarang memutuskan dan menetapkan SKKI sebagai standar kompetensi Konselor Indonesia
Dilaksanakan 4 – 7 Januari 2007 di Wisma UNJ Rakernas ABKIN 2007 Dilaksanakan 4 – 7 Januari 2007 di Wisma UNJ Dirjen Dikti menegaskan bahwa penyelenggaraan PPK di bawah naungan DSPK dengan dukungan beasiswa dari Dirjen Dikti bukanlah sebuah legitimasi bagi penyelenggaraan program PPK dimaksud. Kesepakatan : Agar ABKIN melakukan kajian menyeluruh atas masalah ini dan merumuskan alternatif solusinya.
Dua Poros Penataan Dirjen PMPTK menekan dua hal kepada ABKIN : Mendukung penyiapan naskah rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Meminta ABKIN untuk memikirkan dan mengembangkan Sertifikasi Guru Bimbingan dan Konseling dalam jabatan dengan mengoptimalkan peran dan fungsi P4TK Penjas dan Bimbingan dan Konseling di Parung.
Dua poros penataan yang menjadi kajian ABKIN Pendidikan Profesional Konselor dengan fokus kajian standar kompentensi, pendidikan profesi konselor, pendidikan pendidik konselor, serifikasi konselor dalam jabatan, lisensi dan ijin praktik. Penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal, dengan kajian diseputar lahirnya Permendiknas No. 22/2006 tentang standar isi. Naskah Akademik yang berjudul Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling
Poros Pertama Standar Kompetensi Merumuskan world view bimbingan dan konseling dengan menegaskan setting layanan bimbingan dan konseling (Setting pendidikan formal dan nonformal) Menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor
Pendidikan Profesi Konselor Struktur Kompetensi Akademik dan Profesional Standar Kompetensi Konselor Sertifikasi Konselor dalam Jabatan Pendidikan Pendidik Konselor
POROS KEDUA Fokus poros kedua ialah mengkaji penyelenggaraan layanan bombingan dan konseling dan menegaskan eksistensi dan posisi bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal,
terutama terkait dengan permendiknas No terutama terkait dengan permendiknas No. 22/2006 tentang standar isi,khususnya komponen pengembangan Diri. Standar isi dan standar isi dan standar kompetensi lulusan merupakan payung yang kokoh untuk menegaskan ekspektasi kinerja dan konteks layanan guru dalam pembelajaran bidang studi,
sebagai mana arahan pasal 5 ayat (1) PP No,19/2005 yang menyatakan bahwa standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu’’
Fenomena lapangan yang muncul Ada pimpinan sekolah yang menolak mahasiswa program studi bimbingan dan konseling untuk praktik lapangan dengan alasan karena bimbingan dan konseling masuk dalam ekstrakulikuler; Ada pimpinan sekolah yang mengharuskan guru bimbingan dan konseling membuat kurikulum pengembangan diri,mengajarkan pengembangan diri dan melakukan penilaian pengembangan diri sebagaimana layaknya penilaian yang di lakukan guru mata pelajaran;
Ada pimpinan sekolah yang meniadakan jam masik kelas bagi guru bimbingan dan konseling (konselor)karena layanan bimbingan dan konseling di anggap masuk ke dalam ekstrakulikuler; Ada guru bimbingan dan konseling beralih tugas menjadi guru pengembangan diri dan mengajarkan pengembangan diri. Fenomena ini merupakan wujud kerancauan yang sangat mendasar di lapangan dalam memahami esensi pengembangan diri,dan merancaukan esensi layanan bimbingan dan konseling.
Hal- hal pokok ditegaskan dalam poros kedua Penegasan eksistensi dalam posisi bimbingan dan konseling di dalam jalur pendidikan formal,penegasan wilayah garapan guru dan konselor serta hubungan komplomenter di antara keduanya, batas- batas bimbingan dan konseling dalam program pengembangan diri dalam konteks pencapaian tujuan utuh pendidikan. Penegasan esensi pengembangan diri sebagai wilayah penghormatan bersama,tidak bisa di klaim sebagai wilayah bimbingan dan konseling, dan tetap menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawab semua guru sebagai pendidik.
Penegasan penggunaan istilah bimbingan dan konseling sebagai layanan ahli yang di ampu konselor,dengan alasan antara lain: Konselor bekerja dalam seting pendidikan atau seting pedagogik yang bertanggung jawab tidak hanya melaksanakan konseling tapi juga bimbingan. Untuk layanan bimbingan di kembangkan ‘’guidance curiiculum’’ yang berbasis standar kompetensi (perkembangan) kemandirian,bukan standar kompetensi lulusan. Konseling lebih bersifat konfidensial antara konselor dengan siswa atau kelompok siswa,partisipasi siswa di dalamnya untuk membantu mereka memecahkan atau mengendalikan masalah dan persoalan persoalan perkembangan dirinya,melalui seting individual atau kelompok.
Penegasan kerangka kerja utuh bimbingan dan konseling untuk memetakan dan sekaligus untuk mawadai dan meluruskan pola layanan bimbingan dan konseling yang di selenggarakan di sekolah,baik yang ada pada saat ini dengan pola 17 plus maupun diversifikasi pengembanganya. Dokumen yang di hasilkan pada poros kedua ini yang berjudul rambu rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal bukan merupakan petunjuk teknis pelaksanaan,melainkan rambu- rambu yang bersifat sebagai payung.
Langkah Bersama BSNP Rumusan standar kompetensi yang dikembangkan ABKIN sejalan dengan yang dikembangkan oleh Tim BSNP. Seluruh butir kompetensi yang sudah divalidasi di BSNP persis dengan butir kompetensi dalam Standar Kompetensi Konselor yang dirumuskan oleh ABKIN, yang kini menjadi dokumen Ditjen Dikti. Naskah akademik Tim BSNP pun sejalan dengan alur pikir ABKIN. Perbedaannya terletak dalam “merumahkan” butir kompetensi ke dalam struktur kompetensi.
Dimana ABKIN menggunakan struktur kompetensi akademik dan profesional, sedangkan Tim Ahli BSNP “merumahkan” butir kompetensi ke dalam struktur kompetensi pedagogik, profesional, pribadi dan sosial. ABKIN meyakini struktur kompetensinya lebih rasional dan fungsional. Karena dalam rumusan kompetensi akademik dan profesional secara mudah dapat dikaitkan dengan bingkai-bingkai pengalaman pebeajaran yang diperlukan oleh seorang calon konselor dimana dimaksudkan bingkai akan menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum dan mata kuliah.
Jadi sesungguhnya tidak ada perbedaan rumusan kompetensi dengan hasil rumusan Tim Ahli BSNP, yang saat ini sudah menjadi rancangan PerMenDiknas dengan kompetensi akademik ABKIN. Rumusan kompetensi akademik dan profesional dapat menjadikan jembatan bagi rumusan yang dihasilkan oleh Tim Ahli BSNP untuk menjabarkan standar kompetensi konselor ke dalam program atau kurikulum pendidikan konselor.
Penegasan dan Tindak Lanjut Terkait dengan perjalanan dan alur pikir seperti digambarkan, perlu ditegaskan bahwa: Keseluruhan dokumen yang dihasilkan ABKIN tahun 2007 yang disetujui dan ditanda tangani Dirjen PMPTK merupakan kesepakatan dan tanggung jawab akademik-profesional ABKIN di dalam menegakkan dan menegaskan Profesi BK di Indonesia. Sampai saat ini belum ada program khusus yang dirancang untuk penyiapan tenaga dosen/ pendidik konselor untuk mengampu PPK sekaligus memelihara mutu S1 BK.
Monitoring penyelenggara Pendidikan Profesional Konselor, dan Layanan Bimbngan dan konseling dalam jalur Pendidikan Formal yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait secara teratur harus melibatkan ABKIN di dalam pelaksanaannya. Keseluruhan dokumen yang dihasilkan, khususnya rambu-rambu Penyelenggara Pendidikan Profesional Konselor, sama sekali tidak untuk meniadakan /menutup PPK yang ada pada saat ini, namun untuk mendukung dan menjamin keberlangsungannya melalui penataan sesuai dengan ketentuan baru yang telah ditetapkan Ditjen Dikti.
Rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur pendidikan Formal adalah dokumen yang menegaskan posisi BK, baik dalam sistem pendidikan maupun dalam konteks PerMenDiknas No. 22/ 2006, khususnya terkait dengan pengembangan diri.
Keputusan PB ABKIN Seluruh dokumen yang telah memperoleh persetujuan dan ditandatangani oleh Dirjen Dikti dan Dirjen PMPTK ditetapkan sebagai ketentuan yang menjadi pegangan/ panduan ABKIN di dalam Penataan Profesi BK di Indonesia sebagaimana dituangkan dalam keputusan PB ABKIN No. 004 tanggal 16 Juni 2008. Penggunaan dokumen dan implementasi ketentuan di dalam keputusan PB ABKIN, sebagai tanggung jawab profesi. ABKIN perlu melakukan koordinasi dengan ABKIN sendiri dan berbagai pihak yang terkait.