LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
LEMBAGA NEGARA MENURUT UUD NRI TAHUN 1945 UUD 1945 KY DPR DPD MPR BPK
Advertisements

Menyemai Kesadaran Konstitusional dalam Kehidupan Bernegara
LEMBAGA NEGARA SEBELUM DAN SETELAH AMANDEMEN UUD NRI 1945
Materi Ke-11: PROGRAM LEGISLASI DPR-DPD
STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH
Wewenang, Kewajiban, dan Hak
Materi 1 BAHAN AJAR MI NEGERI ANJATAN Kegiatan Pengayaan Kelas VI
LEMBAGA NEGARA DARI SISI FUNGSINYA
Impeachment atau Pemakzulan
MPR, DPR dan DPRD Fitra Arsil.
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA SETELAH UUD’45
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KELOMPOK - 2 1) SRI RAHAYU NINGSIH ( ) 2)MOCH. SUHADI ( ) 3) DWI RYAN HARYANTO ( ) 4) AMALIA PRISTIAN ( ) 5) M. ZAZULI YUSUF.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DPR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1 BAB VII Fungsi, Wewenang, dan Hak
SELAMAT DATANG PADA TUTORIAL TATAP MUKA MATAKULIAH IPEM4323
Kedudukan, Fungsi, Tugas dan Wewenang DPRD
Lembaga Kepresidenan di Indonesia
Lembaga Legislatif Indonesia
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA YANG MENCIPTAKAN HUKUM
DINAMIKA PENGELOLAAN KEKUASAAN NEGARA
Presiden dan DPR.
Isi ( Batang Tubuh ) UUU 1945 Apakah Batang Tubuh UUD 1945 itu ?
KELOMPOK BAB 3 Menganalisis Kewenangan Lembaga-Lembaga
Ketanegaraan Indonesia
Materi: Sistem Pembagian Kekuasaan
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT
Perubahan Pertama Perubahan Kedua Perubahan Ketiga Perubahan Keempat
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DI INDONESIA
UUD 1945 DPR DPD MPR PRESIDEN/WAPRES MK MA BPK MENEG KEJAKSAAN KY DUTA
Fungsi, Wewenang, dan Hak
HAURA ATTHAHARA, S.IP, M.IP
Latar Belakang Perubahan
Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraa Republik Indonesia
Berkelas.
Sistem Pemerintahan Indonesia
BAB 2 Menyemai Kesadaran Berkonstitusional dalam Kehidupan Bernegara
SISTEM POLITIK DI INDONESIA
Kelompok 1 Cahaya Mentari Herdina Budiono Ghanef Rayyan Hanisfy
Tugas Dan Wewenang DPR-RI
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
UNDANG-UNDANG 1945 Nori Sahrun, S.Kom., M.Kom 2016.
Penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (I)
Hukum Administrasi Negara
Ketatanegaraan Indonesia Sebelum & Sesudah Amandemen UUD 1945
( DEWAN PERWAKILAN RAKYAT )
Kekuasaan Presiden (di Indonesia)
DPR DPD Presiden 28 BAB VIIIA. BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Menyemai Kesadaran Konstitusional dalam Kehidupan Bernegara
Oleh: Yesi Marince, S.IP., M.Si Sesi 4
Peraturan Perundang-Undangan (UUD 1945)
SISTEM PEMBAGIAN NEGARA KEKUASAAN PEMERINTAH
KELEMBAGAAN POLITIK (MENURUT UUD 1945)
"LEMBAGA NEGARA" Ericson Chandra.
Perubahan Pertama Perubahan Kedua Perubahan Ketiga Perubahan Keempat
Latar Belakang Perubahan
Pergeseran Kedudukan Eksekutif Di Indonesia.
LEMBAGA – LEMBAGA NEGARA SESUAI AMANDEMEN UUD 45
Ketanegaraan Indonesia
Kedudukan Legislatif Di Indonesia
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBAGA NEGARA PASCA AMANDEMEN UUD 1945
NEGARA DAN KOSTITUSI “ AMANDEMEN” Sayoto Makarim
PENGAWASAN PEMERINTAHAN DAERAH
DISUSUN OLEH : KELOMPOK : 1 1. SARA STEFANY TAMUBOLON ARIFAH ZUHRO ANDIK GUNAWAN 4. ADLI 5. ALFRINDO SINAGA.
MAHKAMAH AGUNG (MA) MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) KOMISI YUDISIAL (KY)
LEMBAGA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT & DEWAN PERTIMBANGAN DAERAH
LEMBAGA MPR, PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Amandemen UUD 1945 Penghapusan doktrin Dwi Fungsi ABRI Penegakan hukum, HAM, dan pemberantasan KKN Otonomi Daerah Kebebasan Pers Mewujudkan kehidupan.
Transcript presentasi:

LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang (Ps. 2 UUD 1945) MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara (Ps 3 UU 27/2009)

Tugas dan wewenang MPR (Ps. 4 UU27/2009) Mengubah dan menetapkan (Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945) Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan (Mahkamah Konstitusi) untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya

Anggota MPR memiliki hak mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD, menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan putusan, hak imunitas, dan hak protokoler (Ps. 9 UU 27/ 2009) Yang dimaksud dengan “hak imunitas” adalah hak anggota MPR untuk tidak bisa dituntut terhadap apa yang ia sampaikan di dalam maupun di luar persidangan sepanjang dalam melaksanakan fungsinya Yang dimaksud dengan “hak protokoler” adalah hak anggota MPR untuk memperoleh penghormatan berkenaan dengan jabatannya baik dalam acara kenegaraan atau dalam acara resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya

Kedudukan Sebelum perubahan UUD 1945 Berdasarkan UUD 1945 (sebelum perubahan), MPR merupakan lembaga tertinggi negara sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Setelah perubahan UUD 1945 MPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK. MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Hal ini berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002. Saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi menjadi bagian dari hierarkhi Peraturan Perundang-undangan.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum (Ps 67 UU 27/2009) DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara (Ps 68 UU 27/ 2009)

Fungsi DPR: Legislasi: dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang Anggaran: dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden Pengawasan: dilaksanakan melalui pengawasan atau pelaksanaan undang-undang dan APBN

Tugas dan wewenang DPR: Membentuk uu yang dibahas dengan Presiden utk mendapat persetujuan bersama Memberikan persetujuan atau tidak setuju terhadap perpu yang diajukan Presiden utk menjadi uu Menerima ruu dari DPD Membahas ruu bersama Presiden dan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden Memperhatikan pertimbangan DPD atas ruu tentang APBN dan ruu yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama Membahas bersama Presiden dgn memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas ruu tentang APBN yang diajukan oleh Presiden Melakukan pengawasan thdp pelaksanaan uu dan APBN Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD

Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, perdamaian, perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional lainnya Memberikan pertimbangan kepada Presiden dala memberikan amnesti dan abolisi Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain Memilih anggota BPK dengan pertimbangan DPD Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaa yang disampaikan oleh BPK Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota KY Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan KY untuk ditetapkan oleh Presiden Memilih tiga orang hakim knstitusi dan mengajukan kepada Presiden untuk diresmikan dengan Kepres Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi kewenangannya Menyerap, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi rakyat Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam uu

Hak DPR Interpelasi: hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas Angket: hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu uu dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas……yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan Menyatakan pendapat, atas: - kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional - tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket - dugaan bahwa Presiden dan/atau Wapres melakukan pelanggaran hukum, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden/Wapres tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden

DEWAN PERWAKILAN DAERAH DPD terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum (Ps 221 UU 27/2009) DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara (Ps 222 UU 27/2009)

DPD memiliki fungsi: Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu Anggota DPD dari setiap provinsi adalah 4 orang. Dengan demikian jumlah anggota DPD saat ini adalah 128 orang. Masa jabatan anggota DPD adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Tugas dan wewenang DPD Mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPR kemudian mengundang DPD untuk membahas RUU tersebut. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang RUU yang berkaitan dengan APBN. Anggota DPD juga memiliki hak menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.

Kekebalan hukum Anggota DPD tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPD, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik masing-masing lembaga. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal mengenai pengumuman rahasia negara.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lahir pada 1 Oktober 2004 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lahir pada 1 Oktober 2004. Ketika 128 anggota DPD yang terpilih untuk pertama kalinya dilantik dan diambil sumpahnya. Sejarah DPD di parlemen sejalan dengan proses Perubahan UUD 1945. Perubahan pertama disahkan pada Sidang Umum MPR tahun 1999 yang berlangsung pada 14-21 Oktober 1999 dan perubahan kedua dilakukan pada Sidang Tahunan MPR yang berlangsung pada 7-18 Agustus 2000. Setelah perubahan kedua tersebut, MPR masih memandang perlu untuk melanjutkan perubahan UUD 1945.

Munculnya gagasan bikameral bermula dari pernyataan resmi Fraksi Utusan Golongan (F-UG) dalam rapat Badan Pekerja (MPR BP MPR) yang ditugaskan mempersiapkan materi Sidang MPR. Fraksi UG mengemukakan bahwa keberadaannya tidak diperlukan lagi di MPR karena merupakan hasil pengangkatan dan bukan pemilihan. Hal ini bertentangan dengan semangat demokrasi yang menghendaki bekerjanya prinsip perwakilan berdasarkan pemilihan.  Anggota UG memaparkan dua pilihan yang tersedia. Pertama, konsep awal UUD 1945 yaitu MPR yang mempersatukan kelompok yang ada dalam masyarakat. Kedua, menerapkan sistem perwakilan dua kamar dengan memperhatikan prinsip bahwa semua wakil rakyat harus dipilih melalui Pemilu.

Lalu muncul gagasan untuk lebih meningkatkan peran UD yang perannya terbatas pada penyusunan GBHN yang hanya dilakukan lima tahun sekali. Dalam suasana inilah, lahir gagasan untuk melembagakan UD yang lebih mencerminkan representasi wilayah dan bekerja secara efektif. Tidak hanya sekali dalam lima tahun. MPR lantas menugaskan Badan Pekerja (BP) MPR untuk melanjutkan proses perubahan tersebut melalui Ketetapan MPR No. IX/MPR/2000. Persiapan rancangan perubahan UUD 1945 dilakukan dengan menggunakan materi-materi dalam lampiran ketetapan yang merupakan hasil BP MPR periode 1999-2000. Ketetapan itu juga memberikan batas waktu pembahasan dan pengesahan perubahan UUD 1945 oleh MPR selambat-lambatnya pada Sidang Tahunan MPR tahun 2002. Berdasarkan Keputusan MPR No. 7/MPR/2001 dibentuk Komisi A yang bertugas memusyawarahkan dan mengambil putusan mengenai Rancangan Perubahan UUD 1945 dan Usul Rancangan Ketetapan MPR tentang Pembentukkan Komisi Konsitusi.

Dalam pembahasan di komisi A tersebut, dalam Pasal 2 ayat (1) muncul dua alternatif.  Pertama, MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum ditambah dengan UG. Kedua, keberadaan UG dihapuskan dari susunan MPR. Hampir seluruh fraksi di Komisi A memilih alternatif kedua. Pada Sidang Paripurna ke-7 8 November 2001, Komisi A menyampaikan hasil pembahasannya yang disahkan keesokan harinya sebagai bagian dari perubahan ketiga UUD 1945. Rumusan ini akhirnya disetujui sebagai bagian dari UUD 1945 yang diamandemen (sebagaimana dirumuskan dalam Bab VIIA tentang DEWAN PERWAKILAN DAERAH, Pasal 22C dan Pasal 22D UUD 1945 hasil Perubahan Ketiga))  

Kritik yang sering ditujukan kepada perubahan ketiga UUD adalah lemahnya wewenang DPD. Karena itu pula konsep bikameral tersebut sering dibahasakan sebagai “weak bicameral” atau “soft bicameral”. Istilah ini muncul karena DPD mempunyai wewenang yang sangat terbatas dan hanya terkait dengan soal-soal kedaerahan. Dalam konstitusi ditentukan bahwa DPD hanya “dapat” mengajukan RUU, “ikut membahas” RUU dan “dapat” melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, dengan catatan bahwa kewenangan tersebut hanya terbatas pada undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah (Pasal 22D UUD). Wewenang ini kemudian dirinci dalam UU Susduk Namun kesemua wewenang tersebut dilakukan sebelum pembahasan oleh DPR. Artinya, keputusan mengenai undang-undang sepenuhnya ada di tangan DPR dan pemerintah.

Bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah memiliki kekuasaan yang merefleksikan kekuasaan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UUD 1945 yaitu: (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar; (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; (3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.