LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT
DEMOKRASI LANGSUNG Ada mekanisme : pemerintah meminta pendapat rakyat secara langsung untuk setiap pengambilan keputusan Pilihan kebijakan ditentukan secara langsung oleh rakyat melalui mekanisme referendum. Berbagai konsekwensi dari pilihan kebijakan dapat diterima secara langsung oleh rakyat Sistem ini berlaku di Swiss, sebagai suatu bentuk penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan partisipasi rakyat secara utuh; Kontrol terhadap setaip produk kebijakan dalam sistem ini dilakukan langsung oleh rakyat melalui lembaga referendum.
REPRESENTATIVE GOVERNMENT Keterwakilan Politik Keterwakilan Anggota Dewan Keterwakilan Daerah Keterwakilan Fungsional
Rakyat pergi ke bilik suara untuk memilih para kandidat DEMOKRASI PERWAKILAN Rakyat memberikan mandatnya kepada kandidat tertentu untuk membuat keputusan atas nama mereka Kandidat menentukan kebijakan yang akan mengikat rakyat dan warga Negara lain Sayangnya, demokrasi representatif tidak memberikan jaminan bahwa kehendak pemilih secara terus menerus sejalan dengan wakilnya di parlemen. Apalagi tidak tersedia pula mekanisme untuk mencabut mandat, di saat pemilih berada di puncak kekecewaan terhadap performance wakilnya di parlemen yang telah mengambil keputusan atas nama mereka.
Konsepsi Representasi Esensi hadirnya lembaga perwakilan dalam struktur ketatanegaraan adalah fungsi representasi. Representasi melakukan sesuatu untuk kepentingan rakyat yang diwakili agar terwujud suatu pengelolaan pemerintahan yang ekfektif dan efisien
Perwakilan Pemikiran / Aspirasi Perwakilan Fisik Perwakilan Pemikiran / Aspirasi Terpilihnya anggota Dewan melalui proses pemilu Duduk di kursi Parlemen Hadir dalam Persidangan Menangkap Aspirasi yang diwakili Menyuarakan aspirasi
Legitimasi Anggota Dewan Anggota DPR Terpilih dengan suara terbanyak Anggota DPD Terpilih dengan suara terbanyak Caleg di daerah pemilihan Jawa Timur VII Calon di daerah pemilihan Jawa Barat 327.097 suara (perolehan suara mencapai lebih dari 300% BPP (Bilangan Pembagi Pemilih)) 3.031.471 suara
Kriteria untuk menentukan Kamar dalam Lembaga perwakilan Wade dan Phillips juga menjelaskan tentang kamar-kamar dalam Parlemen Inggris, yaitu: “Parliament consist of the King, the House of Lords and the House of Commons. The two Houses sit separately and are constituted on entirely different principles.
Kriteria untuk menentukan Kamar dalam Lembaga perwakilan 1. Memiliki fungsi-fungsi tersendiri. 2. Memiliki anggota tersendiri. 3. Memiliki struktur kelembagaan tersendiri dan aturan-aturan tersendiri tentang prosedur dalam lembaga tersebut.
Pola Pengorganisasian Parlemen Hampir semua negara federal memiliki dua majelis; Negara-negara kesatuan terbagi seimbang, sebagian memilih unikameral dan sebagian lagi bikameral; Sebagian besar negara dengan jumlah penduduk yang besar memiliki dua majelis: demikian pula sebagian besar negara yang memiliki wilayah luas memiliki dua majelis.
Alasan penggunaan sebuah sistem Luas wilayah negara Jumlah populasi Bentuk negara
Struktur Lembaga Perwakilan Unicameral system Bicameral system Multicameral system
Perbandingan Sistem Perwakilan dalam Bentangan Dunia Map of unicameral and bicameral parliaments around the world. ██ unicameral, ██ bicameral and ██ neither.
Bicameral or Tricameral? Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang (pasal 2 (1)) UUD NRI 1945; Joint Session or Permanent Institution? Perbedaan antara MPR-RI dan US Congress dalam hal pelaksanaan kewenangan, keduanya memiliki banyak perbedaan
Pendapat Pakar Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa setelah perubahan UUD Negara R.I. Tahun 1945, Parlemen R.I. terdiri dari dari tiga pilar, yaitu MPR, DPR, dan DPD. Bagir Manan juga berpendapat bahwa struktur parlemen setelah perubahan UUD Negara R.I. Tahun 1945 terdiri dari tiga badan perwakilan yang mandiri (DPR, DPD, dan MPR).
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang (Ps. 2 UUD 1945) MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara (Ps 3 UU 27/2009)
Kewenangan Legislasi DPR UUD NRI 1945 mengatur prosedur persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam proses pembentukan UU. Pasal 20 (1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.* (2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. * (3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapatkan persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. *
Tugas dan wewenang MPR (Ps. 4 UU27/2009) Mengubah dan menetapkan (Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945) Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan (Mahkamah Konstitusi) untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya
Anggota MPR memiliki hak mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD, menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan putusan, hak imunitas, dan hak protokoler (Ps. 9 UU 27/ 2009) Yang dimaksud dengan “hak imunitas” adalah hak anggota MPR untuk tidak bisa dituntut terhadap apa yang ia sampaikan di dalam maupun di luar persidangan sepanjang dalam melaksanakan fungsinya Yang dimaksud dengan “hak protokoler” adalah hak anggota MPR untuk memperoleh penghormatan berkenaan dengan jabatannya baik dalam acara kenegaraan atau dalam acara resmi maupun dalam melaksanakan tugasnya
Kedudukan MPR Sebelum perubahan UUD 1945 Berdasarkan UUD 1945 (sebelum perubahan), MPR merupakan lembaga tertinggi negara sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Setelah perubahan UUD 1945 MPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK. MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Hal ini berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum (Ps 67 UU 27/2009) DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara (Ps 68 UU 27/ 2009)
Fungsi DPR Legislasi: dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang Anggaran: dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden Pengawasan: dilaksanakan melalui pengawasan atau pelaksanaan undang-undang dan APBN
Tugas dan wewenang DPR: Membentuk UU yang dibahas dengan Presiden utk mendapat persetujuan bersama Memberikan persetujuan atau tidak setuju terhadap Perpu yang diajukan Presiden utk menjadi UU Menerima ruu dari DPD Membahas RUU bersama Presiden dan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan ruu yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama Membahas bersama Presiden dgn memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN yang diajukan oleh Presiden Melakukan pengawasan thdp pelaksanaan UU dan APBN Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD
Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, perdamaian, perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional lainnya Memberikan pertimbangan kepada Presiden dala mmemberikan amnesti dan abolisi Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain Memilih anggota BPK dengan pertimbangan DPD Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaa yang disampaikan oleh BPK Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota KY Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan KY untuk ditetapkan oleh Presiden Memilih tiga orang hakim knstitusi dan mengajukan kepada Presiden untuk diresmikan dengan Kepres Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi kewenangannya Menyerap, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi rakyat Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam uu
Hak DPR Interpelasi: hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas Angket: hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu uu dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas……yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan Menyatakan pendapat, atas: - kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional - tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket - dugaan bahwa Presiden dan/atau Wapres melakukan pelanggaran hukum, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden/Wapres tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
DPD as Regional Representatives Pasal 22C (1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.*** (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.*** Akuntabilitas Anggota DPD dengan konstituen di Daerah; Relasi Pemerintah Daerah dengan ”senator”nya.
Roles and Authorities Pasal 22D (1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. *** (2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. *** (3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. *** Co-legislator Pengawasan tidak langsung Hak lembaga tidak ada penambahan angket, interpelasi dan menyatakan pendapat adalah amanat UUD
DEWAN PERWAKILAN DAERAH DPD terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum (Ps 221 UU 27/2009) DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara (Ps 222 UU 27/2009)
DPD memiliki fungsi Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu Anggota DPD dari setiap provinsi adalah 4 orang. Masa jabatan anggota DPD adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Tugas dan wewenang DPD Mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPR kemudian mengundang DPD untuk membahas RUU tersebut. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang RUU yang berkaitan dengan APBN. Anggota DPD juga memiliki hak menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.
Kekebalan Hukum Anggota DPD tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPD, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik masing-masing lembaga. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal mengenai pengumuman rahasia negara.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lahir pada 1 Oktober 2004 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lahir pada 1 Oktober 2004. Ketika 128 anggota DPD yang terpilih untuk pertama kalinya dilantik dan diambil sumpahnya. Sejarah DPD di parlemen sejalan dengan proses Perubahan UUD 1945. Perubahan pertama disahkan pada Sidang Umum MPR tahun 1999 yang berlangsung pada 14-21 Oktober 1999 dan perubahan kedua dilakukan pada Sidang Tahunan MPR yang berlangsung pada 7-18 Agustus 2000. Setelah perubahan kedua tersebut, MPR masih memandang perlu untuk melanjutkan perubahan UUD 1945.
Kantor Perwakilan Anggota DPD di Daerah Pemilihan Berbeda dengan anggota DPR yang memiliki kendaraan partai politik dengan struktur kepengurusan sampai ke tingkat pedesaan, pada awal pembentukannya, DPD tidak memiliki perwakilan di daerah. UU No. 27 tahun 2009 telah menghadirkan memberikan nuansa baru. UU menegaskan bahwa setiap anggota DPD dalam menjalankan tugasnya berdomisili di daerah pemilihannya masing-masing. Bahkan UU tersebut telah mengakomodasi hadirnya kantor perwakilan DPD di setiap ibu kota provinsi daerah pemilihan masing-masing anggota.
Munculnya gagasan bikameral bermula dari pernyataan resmi Fraksi Utusan Golongan (F-UG) dalam rapat Badan Pekerja (MPR BP MPR) yang ditugaskan mempersiapkan materi Sidang MPR. Fraksi UG mengemukakan bahwa keberadaannya tidak diperlukan lagi di MPR karena merupakan hasil pengangkatan dan bukan pemilihan. Hal ini bertentangan dengan semangat demokrasi yang menghendaki bekerjanya prinsip perwakilan berdasarkan pemilihan. Anggota UG memaparkan dua pilihan yang tersedia. Pertama, konsep awal UUD 1945 yaitu MPR yang mempersatukan kelompok yang ada dalam masyarakat. Kedua, menerapkan sistem perwakilan dua kamar dengan memperhatikan prinsip bahwa semua wakil rakyat harus dipilih melalui Pemilu.
Lalu muncul gagasan untuk lebih meningkatkan peran UD yang perannya terbatas pada penyusunan GBHN yang hanya dilakukan lima tahun sekali. Dalam suasana inilah, lahir gagasan untuk melembagakan UD yang lebih mencerminkan representasi wilayah dan bekerja secara efektif. Tidak hanya sekali dalam lima tahun. MPR lantas menugaskan Badan Pekerja (BP) MPR untuk melanjutkan proses perubahan tersebut melalui Ketetapan MPR No. IX/MPR/2000. Persiapan rancangan perubahan UUD 1945 dilakukan dengan menggunakan materi-materi dalam lampiran ketetapan yang merupakan hasil BP MPR periode 1999-2000. Ketetapan itu juga memberikan batas waktu pembahasan dan pengesahan perubahan UUD 1945 oleh MPR selambat-lambatnya pada Sidang Tahunan MPR tahun 2002. Berdasarkan Keputusan MPR No. 7/MPR/2001 dibentuk Komisi A yang bertugas memusyawarahkan dan mengambil putusan mengenai Rancangan Perubahan UUD 1945 dan Usul Rancangan Ketetapan MPR tentang Pembentukkan Komisi Konsitusi.
Dalam pembahasan di komisi A tersebut, dalam Pasal 2 ayat (1) muncul dua alternatif. Pertama, MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum ditambah dengan UG. Kedua, keberadaan UG dihapuskan dari susunan MPR. Hampir seluruh fraksi di Komisi A memilih alternatif kedua. Pada Sidang Paripurna ke-7 8 November 2001, Komisi A menyampaikan hasil pembahasannya yang disahkan keesokan harinya sebagai bagian dari perubahan ketiga UUD 1945. Rumusan ini akhirnya disetujui sebagai bagian dari UUD 1945 yang diamandemen (sebagaimana dirumuskan dalam Bab VIIA tentang DEWAN PERWAKILAN DAERAH, Pasal 22C dan Pasal 22D UUD 1945 hasil Perubahan Ketiga))
Kritik yang sering ditujukan kepada perubahan ketiga UUD adalah lemahnya wewenang DPD. Karena itu pula konsep bikameral tersebut sering dibahasakan sebagai “weak bicameral” atau “soft bicameral”. Istilah ini muncul karena DPD mempunyai wewenang yang sangat terbatas dan hanya terkait dengan soal-soal kedaerahan. Dalam konstitusi ditentukan bahwa DPD hanya “dapat” mengajukan RUU, “ikut membahas” RUU dan “dapat” melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, dengan catatan bahwa kewenangan tersebut hanya terbatas pada undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah (Pasal 22D UUD). Wewenang ini kemudian dirinci dalam UU Susduk Namun kesemua wewenang tersebut dilakukan sebelum pembahasan oleh DPR. Artinya, keputusan mengenai undang-undang sepenuhnya ada di tangan DPR dan pemerintah.
Bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah memiliki kekuasaan yang merefleksikan kekuasaan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UUD 1945 yaitu: (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar; (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; (3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.
END OF SESSION