Harga Sebuah Merah-Putih Bung Hatta adalah seorang yang sangat tertib dan mematuhi aturan. Beliau sangat memahami makna dari Bendera Merah-Putih dan aturan yang berlaku bagi setiap warganegara dalam memperlakukan Sang Merah-Putih. Beliau sangat menjaga agar siapa pun menghormati Bendera Merah-Putih, termasuk cara memperlakukannya. Di antara berbagai peraturan mengenai Sang Saka Merah-Putih, semua warga negara Indonesia harus menjaga agar Sang Merah-Putih tidak menyentuh tanah ketika sedang dinaikkan ke tiang atau diturunkan pada waktunya. Jika tidak sedang dipasang, Bendera Merah-Putih tidak boleh ditaruh di sembarang tempat, harus terlindung dan terjaga baik. Namun kalau hari mulai gerimis, bendera yang sedang terpasang di tiang harus diturunkan sebelum hujan menjadi lebat. Istana Wakil Presiden RI adalah suatu tempat yang resmi sebagai identitas dari kelembagaan negara. Karena itu di halaman istana Wakil Presiden terpancang tiang bendera yang tinggi dan kokoh. Di sanalah Sang Saka Merah-Putih dipasang setiap hari, dari jam 06.00 hingga 18.00, sesuai aturan yang berlaku. Tugas memasang dan menurunkan bendera itu merupakan tugas pengawal pribadi Wakil Presiden. Kalau bendera sudah diturunkan dari tiangnya, langsung harus didekap agar tidak jatuh ke tanah atau ujungnya tidak sampai terjulai menyentuh tanah. Pada suatu hari, cuaca nampak mendung. Saya mengingatkan anak buah agar segera bersiap-siap menurunkan bendera, tetapi mereka mengatakan, “Ah, kelihatannya belum mau hujan, nanti sajalah, sebentar lagi”. Ternyata, cuaca tidak mau berkompromi, dan tiba-tiba saja hujan sudah turun dengan cukup deras. Saya berlari kencang mendahului anak buah saya, menuju ke tengah lapangan untuk menurunkan bendera. Belum sampai mencapai tiang, Bung Hatta telah menengok dari jendela ruang kerjanya di bagian depan istana. Beliau berseru dengan keras agar bendera secepatnya diturunkan. Kejadian ini merupakan suatu pelajaran bagi anak buah saya untuk tidak santai dalam tugas dan selalu waspada karena segala kemungkinan bisa saja terjadi di luar perkiraan kita semua. Pada saat lain, saya mengawal Bung Hatta dan keluarganya yang akan beristirahat akhir minggu di villa Megamendung. Saat itu masih dalam suasana memperingati 17 Agustus, sehingga hampir semua rumah memasang Sang Saka Merah-Putih di halamannya. Di tengah perjalanan, Bung Hatta melihat bendera Merah-Putih di halaman sebuah rumah yang dipasang di tiang bendera secara terbalik, bagian warna merah di bawah, warna putih di atas. Serta-merta Bung Hatta memerintahkan Pak Dali, sopirnya, untuk berhenti. Saya disuruhnya masuk untuk memberitahukan kepada pemilik rumah agar memperbaiki letak bendera, sekaligus menjelaskan aturan-aturan yang berlaku bagi bendera nasional kita itu. Bukan hanya itu, bendera Merah-Putih yang terpampang di hidung mobil dinas Wakil Presiden RI bernomor plat Republik Indonesia 2, atau mobil Buick bernomor plat B-17845, apabila mobil sedang berjalan, harus dijaga agar berkibar leluasa, tidak boleh terlipat di tiangnya. Karena itu ketika mempersiapkan mobil, sang sopir Pak Dali harus lebih dahulu memeriksanya agar letak bendera Merah-Putih dalam kondisi baik dan tidak ketat, sehingga tidak mudah terlipat oleh angin waktu berjalan. Dalimin, Pribadi Manusia Hatta, Seri 4, Yayasan Hatta, Juli 2002