Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2008 dan Indeks Suap Presentasi hasil survei pengukuran korupsi TI-Indonesia di 50 kota di seluruh Indonesia Disclaimer: This report is made possible by the support of the American people through the United States Agency for International Development (USAID) and Millennium Challenge Corporation (MCC). The contents of this report are the sole responsibility of Transparency International Indonesia and do not necessarily reflect the view of USAID or the United States Government.
Apa itu IPK Indonesia dan Indeks Suap? IPK Indonesia: skala pengukuran tingkat persepsi korupsi pemda kota di Indonesia (50 kota untuk survei tahun 2008). Indeks suap: skala pengukuran tingkat kecenderungan terjadinya suap di institusi publik (15 institusi publik untuk tahun 2008). Indeks didapatkan dari hasil pengumpulan data dengan menggunakan metode survei kuantitatif.
Metode Survei Disain riset dan metode survei adalah perbaikan dari disain survei pada tahun 2004 dan 2006: Pemilihan daerah (basis daerah kota, bukan kabupaten/kota lagi) Definisi korupsi diperjelas (definisi TI dan definisi operasional dari UU No. 31 tahun 1999 junto UU No. 20 tahun 2001) Sampel diperluas kelompoknya Survei kuantitatif dilakukan dari September-Desember 2008 Survei dilakukan di 50 kota; 33 ibu kota propinsi, ditambah 17 kota besar Survei menggunakan kuesioner dengan metode wawancara tatap muka Sampel diambil dari tiga kelompok: Pelaku bisnis (60%) Pejabat publik (30%) Tokoh Masyarakat (10%)
Metode Pengambilan Sampel Pelaku Bisnis: Distribusi sampel kuota (quota sample) dan proporsional sesuai populasi masing-masing kota Kriteria responden pelaku bisnis: Sektor formal: ijin usaha, NPWP Pengambil keputusan dalam perusahaan (level manajer ke atas) Terdiri dari 3 kategori (berdasarkan BPS): Kecil: jumlah pegawai 5-19 orang (39%) Menengah: jumlah pegawai 20 -99 orang (37%) Besar: jumlah pegawai lebih dari 100 orang) (24%)
Metode Pengambilan Sampel Pejabat Publik: 50% dari total sampel pelaku bisnis di masing-masing kota Kriteria responden: pejabat struktural Berhubungan dengan pelayanan publik Tokoh masyarakat: Tokoh agama, akademisi, atau pemimpin kelompok masyarakat lokal Memiliki pengaruh kuat terhadap komunitas lewat publikasi di koran atau kegiatan lain
IPK Indonesia 2008 Diformulasikan dari jawaban responden pelaku bisnis yang diminta memberi skor 0-10 (0 lazim, 10 tidak lazim) untuk variabel berikut: Persepsi suap dalam hal: Pengajuan ijin usaha Prosedur pelayanan umum Pembayaran pajak Pemberian kontrak pemerintah Mendapatkan keputusan hukum yang menguntungkan Mempengaruhi pembentukan regulasi, hukum, kebijakan Mempercepat proses birokrasi Persepsi tentang: Penggelapan oleh pejabat publik lokal Pertentangan kepentingan (dalam tender)
IPK Indonesia 2008 Persepsi usaha pemerintah daerah dalam memberantas korupsi; skor 0-10 (0 tidak serius, 10 sangat serius): Usaha pemerintah kota dalam mencegah korupsi Usaha penegak hukum kota setempat dalam mengusut kasus-kasus korupsi IPK dihitung dari total rata-rata skor dari persepsi korupsi ditambah persepsi tentang usaha pemerintah daerah dalam memberantas korupsi
IPK Indonesia 2008 (10 tertinggi)
IPK Indonesia 2008 (urutan 11-25)
IPK Indonesia 2008 (urutan 26-40)
IPK Indonesia 2008 (10 terendah)
Perbandingan IPK Indonesia 2006 & 2008 untuk beberapa kota Jogjakarta 5,59 6,43 (+0,84) Jakarta 4,0 4,06 (+0,06) Palangkaraya 6,61 6,1 (-0,51) Pekanbaru 4,43 3,55 (-0,88) Banda Aceh 4,69 5,87 (+1,18) Medan 4,67 3,84 (-0,83) Mataram 3,42 5,41 (+1,99) Pontianak 3,95 3,81 (-0,14) Banjarmasin 4,93 5,11 (+0,18) Kupang 5,51 2,97 (-2,54)
Perlu hati-hati membandingkan IPK Indonesia 2006 dengan 2008 karena perubahan metode survei Faktor-faktor yang mengubah persepsi pelaku bisnis tidak bisa diungkap dalam survei ini (perlu analisa mendalam lebih lanjut)
Indeks Suap Skala numerik dalam bentuk persentase (0-100%) hasil formulasi rasio total jumlah hubungan antara responden dari pelaku bisnis dengan institusi publik dimana mereka dimintai uang suap dibanding total interaksi untuk masing-masing instansi. Jumlah uang yang dibayarkan per satu transaksi yang terjadi suap ditanyakan pada responden, kemudian dirata-rata untuk masing-masing institusi. Indeks Suap mengukur secara nasional, dan tidak bisa dilihat per kota
Indeks Suap 15 Institusi Publik Rata-rata jumlah uang/transaksi Rp. 2,273,000 Rp. 3,272,000 Rp. 2,807,000 Rp. 1,543,000 Rp. 4,219,000 Rp. 7,555,000 Rp. 2,678,000 Rp.102,412,000 Rp. 3,953,000 Rp. 2,059,000 Rp. 4,709,000 Rp. 5,744,000 Rp. 8,502,000 Rp. 4,438,000 Rp. 1,678,000
Respon Pejabat Publik Terhadap Suap
Prioritas Pemberantasan Korupsi Seluruh kelompok responden menyatakan bahwa institusi hukum (pengadilan dan kejaksaan) harus diprioritaskan dalam pemberantasan korupsi, kemudian disusul polisi dan legislatif.
Base: Pelaku Bisnis (n = 2371) Base: Tokoh Masyarakat ( n = 396) Base: Pejabat Publik (n = 1074)
Analisa Pemicu Korupsi dan GIS Analisa multivariat terhadap 7 variabel yang membentuk IPK: Pengajuan ijin usaha Prosedur pelayanan umum Pembayaran pajak Pemberian kontrak pemerintah Mendapatkan keputusan hukum yang menguntungkan Mempengaruhi pembentukan regulasi, hukum, kebijakan Mempercepat proses birokrasi Dengan menggunakan model matematis, dilihat variabel apa saja yang menjadi pemicu korupsi (corruption drivers) Analisa kemudian dipadukan dengan Geographical Information System untuk melihat korelasi geografis antara persebaran maupun pengelompokan kota dengan faktor pemicu korupsi tersebut
Persepsi Korupsi (Base: pelaku bisnis) 10- point scale: 10 = uncommon; 0 = very common
CORRUPTION DRIVERS PERCEPTION MODEL WITH GOVERNMENT EFFORT REGULAR TRANSACTIONS WITH LOCAL GOVT EFFORT CORRUPTION DRIVERS WITH GOVERNMENT EFFORT RELATED TRANSACTIONS
CORRUPTION DRIVER #1 Speed Up Bureaucratic Process Terdapat pola yang menarik di Sumatera & Jawa. Faktor pemicu korupsi dari parameter kecepatan proses birokrasi terlihat lebih kuat terjadi di bagian barat dari kedua pulau tersebut. Bagian utara Sumatera terdapat di Sumut dan sekitarnya dengan episentrum di Medan sedangkan di Jawa terdapat di DKI Jakarta dan Jabar dengan episentrum di Jakarta. Untuk Indonesia Timur & Kalimantan tidak ditemukan pola Perlu penelitian lebih lanjut mengenai korelasi kemajuan sebuah daerah, tingkat kompleksitas birokrasi dan tingkat kecepatan pelayanan birokrasi.
CORRUPTION DRIVER #2 Awarding Public Contract Pemicu korupsi dari parameter proses tender proyek pemerintah memiliki pola yang hampir mirip dengan pola pada faktor proses birokrasi. Sehingga memunculkan pertanyaan yang sama, apakah tingkap korupsi dalam proses tender memiliki korelasi dengan tingkat anggaran pembangunan sebuah daerah?
CORRUPTION DRIVER #3 Business Permit Faktor korupsi dengan parameter Business Permit terlihat cukup merata di kawasan Indonesia Timur namun memiliki pengaruh terbesar di dua kota (tanda panah) Pontianak & Kupang. Sedangkan untuk seluruh Indonesia yang tertinggi terpusat di Medan & sekitarnya untuk pulau Sumatera serta Jakarta & sekitarnya untuk pulau Jawa.
CORRUPTION DRIVER #4 Favorable Judicial Decision Faktor pemicu korupsi dari parameter Judicial Decision terlihat bervariasi pada setiap kota. Score terbesar bisa terdapat di kota-kota besar dan kota-kota kecil. Sehingga menyangkut masalah hukum lebih cenderung spontan dan bersifat kasuistis.
Kesimpulan Tingkat korupsi yang terjadi di pemerintah daerah masih tinggi (total rata-rata IPK masih 4,42), meskipun beberapa daerah menunjukkan perbaikan yang signifikan. Di sisi lain, ada kota yang turun secara drastis skor IPK-nya. Indeks Suap menunjukkan bahwa institusi polisi masih rentan terhadap suap. Angka spektakuler nilai transaksi suap di institusi pengadilan (hampir 50x lipat dibanding 14 institusi yang lain) memberi gambaran mengenai buruknya situasi suap-menyuap di institusi tersebut. Perlu analisa dan penelitian lebih lanjut untuk melihat korelasi variabel pendorong korupsi dengan aspek geografis masing-masing kota.
Terima Kasih