KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC SEJARAH PPT-2.1-1 KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC SEJARAH
Esensi Pendekatan Ilmiah Pembelajaran merupakan proses Ilmiah Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik Penalaran dalam Pendekatan ilmiah Penalaran Induktif Penalaran deduktif
Penalaran Induktif dan Deduktif Penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan Penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum
Penalaran Induktif dan Deduktif
Metode Ilmiah Teknik-teknik investigasi tas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya Kriteria Ilmiah Metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti- bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik Metode ilmiah umumnya memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis
Pendekatan Ilmiah dan Nonilmiah dalam Pembelajaran Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran tradisional Pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah lima belas menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen.
Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Proses pembelajaran harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah Proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah Proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah lebih mengutamakan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai nonilmiah Proses pembelajaran semata-mata berdasarkan intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis
Kriteria Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
Kriteria Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran
Kriteria Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya
Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan
Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran
Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah
1. Mengamati Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning) Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya Memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru
1. Mengamati Langkah-Langkah Mengamati Menentukan objek apa yang akan diobservasi Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya
1. Mengamati Bentuk Keterlibatan Peserta Didik dalam Observasi Observasi biasa (common observation) Peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan observasi (complete observer) Peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati Observasi terkendali (controlled observation) Peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dan memiliki hubungan dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati Pelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan Observasi partisipatif (participant observation). peserta didik melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati
1. Mengamati Cara Pelibatan Peserta Didik dalam Observasi Observasi berstruktur Fenomena subjek, objek, atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan oleh secara sistematis di bawah bimbingan guru. Observasi tidak berstruktur Apa yang harus diobservasi oleh peserta didik tidak ditentukan secara baku atau rijid. Peserta didik membuat catatan, rekaman, atau mengingat dalam memori secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang diobservasi.
Prinsip-Prinsip Observasi Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi Guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan Paham terhadap apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.
Dalam pembelajaran sejarah, pengamatan dilakukan pada objek sejarah yang berupa situs sejarah. Oleh karena sejarah itu adalah sesuatu yang sudah terjadi, dalam pembelajaran bisa ditampilkan dalam bentuk media; media video, gambar dan seterusnya. Dalam tema akulturasi Hindu Budha, misalnya dapat ditampilkan gambar candi Borobudur, candi Prambanan
2. Menanya Fungsi bertanya Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran. Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya. Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
2. Menanya Fungsi bertanya Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan. Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok. Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.
Kriteria Pertanyaan yang baik Singkat dan jelas Menginspirasi jawaban Memiliki fokus Bersifat probing atau divergen Bersifat validatif atau penguatan Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif Merangsang proses interaksi
Tingkatan Pertanyaan
Tingkatan Pertanyaan
Misalnya: Kenapa bentuk candi Borobudur dan Prambanan itu tidak sama Misalnya: Kenapa bentuk candi Borobudur dan Prambanan itu tidak sama? Apakah seni bangun candi itu asli Indonesia atau ada pengaruh dari luar? Diusahakan setelah ada pengamatan, yang bertanya bukan guru, tetapi yang bertanya peserta didik
3. Menalar Esensi Menalar Guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif Penalaran (Penalaran Ilmiah) merupakan proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan Menalar (Kurikulum 2013) merupakan padanan dari associating bukan terjemahan reasoning
3. Menalar Esensi Menalar Menurut teori asosiasi (Thorndike) Proses pembelajaran pembelajaran akan berhasil secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik, melalui stimulus dan respons (S-R) proses pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik terjadi secara perlahan atau inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba Hukum Proses pembelajaran Hukum efek (The Law of Effect) Hukum latihan (The Law of Exercise) Hukum kesiapan (The Law of Readiness)
3. Menalar Esensi Menalar Menurut teori belajar sosial (social learning) Bandura Belajar terjadi karena proses peniruan (imitation) Konsep dasar teori belajar sosial (social learning theory) dari Bandura Pemodelan (modelling) Fase belajar Belajar vicarious Pengaturan-diri (self-regulation)
3. Menalar Esensi Menalar Aplikasi Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum. Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki Perlu dilakukan pengulangan dan latihan Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk perbaikan
3. Menalar Cara Menalar Penalaran induktif Penalaran deduktif Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik Penalaran deduktif menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme
3. Menalar Cara Menalar Penalaran induktif Penalaran deduktif Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum Berbeda dengan pendekatan sejarah yang memiliki keunikan sendiri, yang belum tentu dimiliki oleh disiplin ilmu lain Penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik Penalaran deduktif menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme
3. Menalar Analogi dalam Pembelajaran Berpikir analogis sangat penting dalam pembelajaran, karena dapat mempertajam daya nalar peserta didik Jenis-jenis analogi Analogi induktif Kesimpulan disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena atau gejala Analogi deduktif “metode menalar” untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu fenomena atau gejala yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal
Deduktif: bangsa Indonesia tidak mau dijajah bangsa asing, buktinya ada perlawanan/perang Diponegoro, Hasannudin, Pattimura Induktif: diberbagai daerah ada perlawanan/perang Diponegoro, Hasannudin, Pattimura, pertanda bahwa bangsa Indonesia tidak mau dijajah.
Unik: perlawanan/perang Diponegoro, Hasannudin, Pattimura itu tidak sama satu sama lain, karena pada peristiwa itu memiliki latar belakang dan setting yang berbeda. Jadi ketiga perlawanan/perang itu tidak sama satu dengan yang lain. Kontekstual: peristiwa Tanjung Priok yang menggambarkan akan dibongkarnya makam ulama, menemui protes besar dari masyarakat, mestinya tidak perlu terjadi. Karena meletusnya perlawanan/perang Diponegoro karena Belanda membuat jalan, dimana jalan yang dibuat itu melewati makam leluhur Diponegoro.
3. Menalar Hubungan Antarfenonena Guru dan peserta didik dituntut mampu memaknai hubungan antarfenonena atau gejala, khususnya hubungan sebab-akibat Hubungan sebab-akibat diambil dengan menghubungkan satu atau beberapa fakta yang satu dengan datu atau beberapa fakta yang lain Penalaran sebab-akibat ini masuk dalam ranah penalaran induktif, yaitu penalaran induktif sebab-akibat Hubungan sebab–akibat Hubungan akibat–sebab Hubungan sebab–akibat 1 – akibat 2
Hakekat Pergerakan Nasional bagi peserta didik adalah jiwa nasionalisme dan ketekunan dalam belajar. Peserta didik adalah generasi muda yang harus memiliki jiwa nasionalisme dan harus giat belajar.
Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dapat dilaksanakan karena adanya sinergitas, saling menghargai, sikap pantang menyerah antara golongan muda dan golongan tua. Begitu pula tercapainya suatu prestasi disekolah tidak terlepas dari sinergitas, saling menghargai, sikap pantang menyerah dari dewan guru, peserta didik, dan seluruh stake holder sekolah.
Sehubungan adanya pembuatan jalan oleh Belanda yang melewati makam leluhur Diponegoro, maka pecahlah perang Diponegoro melawan Belanda 1825 – 1830.
Perang Diponegoro 1825 – 1830 melawan Belanda, sampai-sampai Belanda mengalami kerugian besar, dan nyaris dikalahkan, disebabkan Belanda membuat jalan yang melewati makam leluhur Diponegoro.
Perjuang bangsa Indonesia melalui Pergerakan Nasional, mengakibatkan diproklasikan kemerdekaan. Akibat proklamasi kemerdekaan datanglah Sekutu yaitu Inggris dan Belanda datang ke Indonesia . Kedatangan Sekutu yang berkeinginan menjaga status quo, tentu tidak diharapkan oleh pemuda Indonesia, terjadilah perang.
4. Mencoba Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik Untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan Peserta didik diharapkan mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah
Pada mata pelajaran sejarah, misalnya, peserta didik harus memahami kaitan fakta-fakta sejarah yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari
historia vitae magistra , belajar sejarah agar bijaksana historia vitae magistra , belajar sejarah agar bijaksana. Hal ini dimaksudkan bahwa belajar sejarah, seseorang yang mempelajari sejarah, termasuk peserta didik, diharapkan dapat mengambil pelajaran, dapat mengambil hikmah untuk dipakai dalam kehidupan sehari-hari dari peristiwa sejarah. Semua peristiwa sejarah tentu memiliki nilai yang dapat memberi inspirasi untuk mengembangkan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Sebut saja dari peristiwa perkelaian antar pelajar yang akhir-akhir ini sering terjadi. Perkelaian itu sebenarnya sudah tidak baik, karena tidak hanya melanggar aturan, tetapi bahkan melanggar norma kehidupan. Melanggar aturan, melanggar norma kehidupan adalah sesuatu yang harus dihindari, harus dicegah, jangan sampai peserta didik sekarang terkena virus negative tersebut. Jadilah peserta didik yang taat aturan, memiliki martabat yang menjunjung tinggi kemanusiaan, dapat merefleksikan kehidupan yang positif dalam kehihudupan sehari-hari dan memiliki daya piker yang cerdas
5. Jejaring Pembelajaran/Kolaboratif Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama Kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar Peserta didiklah yang harus lebih aktif Pemanfaatan internet sangat dianjurkan dalam pembelajaran atau kelas kolaboratif internet merupakan salah satu jejaring pembelajaran dengan akses dan ketersediaan informasi yang luas dan mudah referensi yang murah dan mudah
5. Jejaring Pembelajaran/Kolaboratif Sifat Pembelajaran Kolaboratif Guru dan peserta didik saling berbagi informasi Guru dan peserta didik berbagi tugas dan kewenangan Guru sebagai mediator Kelompok peserta didik yang heterogen Kekurangan kemampuan guru ada pada kelebihan kemampuan peserta didik, karena akses internet kapan saja dan dimana saja
5. Jejaring Pembelajaran/Kolaboratif Metode Pembelajaran Kolaboratif JP = Jigsaw Proscedure STAD = Student Team Achievement Divisions CI = Complex Instruction TAI = Team Accelerated Instruction CLS = Cooperative Learning Stuctures LT = Learning Together TGT = Teams-Games-Tournament GI = Group Investigation AC = Academic-Constructive Controversy CIRC = Cooperative Integrated Reading and Composition
Terima Kasih