FILSAFAT ILMU Asrinaldi A FISIP UNIVERSITAS ANDALAS
Deskripsi Mata Kuliah Mata Kuliah ini menjadi landasan memahami dan materi ilmu pengetahuan, terutama yang terkait dengan dengan disiplin ilmu tertentu yang dipelajari (i.e. keperawatan, kedokteran, biologi, antropologi, politik, fisika dsb). Sehubungan dengan itu pembahasan dalam mata kuliah ini mencakup sejarah ilmu pengetahuan, ilmu dan jenis-jenisnya, cara berfikir filosofis, ciri dan sifat ilmiah ilmu pengetahuan, metode dalam menghasilkan ilmu pengetahuan, hakikat ilmu pengetahuan, dan kebenaran dalam ilmu pengetahuan.
PENDAHULUAN Filsafat dan ilmu saling terkait satu dengan yang lain. Ini dapat dilihat dari kelahiran ilmu yang tidak dapat dipisahkan dari filsafat yang berkembang. Sebaliknya, keberadaan ilmu dapat memperkuat keberadaan filsafat. Oleh karenanya, antara Filsafat dan Ilmu tidak dilihat secara terpisah, namun keduanya terintegrasi secara utuh. Pertanyaannya sekarang apa yang dimaksud dengan filsafat? Apa pula yang dimaksud dengan ilmu? Bagaimana hubungan antara filsafat dan ilmu tersebut? Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philoshopia atau philosopos. Akar katanya adalah Philo yang berarti teman atau cinta; dan Shopia atau shopos yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan atau hikmah.
Kata Filsafat dalam bahasa Indonesia lebih dekat dengan akar kata dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau philoshopie (dalam bahasa Perancis, Belanda, Jerman) dan Philoshopy (Inggris) Merujuk dari pengertian secara etimologi di atas, maka per definisi Filsafat tersebut dapat diartikan sebagai “Kecintaan terhadap hikmah/kebijaksanaan/pengetahuan” atau “teman hikmah/kebijaksanaan” Oleh karena itu, filsafat juga menggambarkan adanya proses dan tujuan dalam mencari hikmah/kebijaksanaan/pengetahuan sehingga disebut sebagai induk ilmu pengetahuan.
Beberapa Filsuf yang berkaitan Phytagoras (572-497 SM) orang yang pertama menggunakan kata philosphia. Plato (427-347 SM) mengartikan filsafat sebagai dasar untuk untuk mencari kebenaran yang asasi. Aristoteles (382-322 SM) mengartikan Filsafat sebagai pengatahuan tentang kebenaran. Al-Farabi (870-950 M) mengartikan Filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam nyata dan hakikat dari alam yang sebenarnya
Descartes (1590-1650) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengathuan tentang hubungan tuhan, alam dan manusia. Immanuel Kant (1724-1804) yang meletakan filsafat sebagai asas ilmu pengetahuan modern. Menurutnya terdapat empat aspek dalam filsafat tersebut: (i) metafisika apa yang dapat manusia ketahui; (ii) etika apa yang seharusnya diketahui manusia; (iii) agamasampai dimana harapan manusia dalam mengetahui apa yang seharusnya diketahui; (iv) Antropologisiapa yang manusia yang ingin mengetahui tersebut.
Apa yang dimaksud dengan Ilmu Apa yang dimaksud dengan Ilmu? Jika merujuk pada kamus besar Bahasa Indonesia, Ilmu adalah suatu pengetahuan tentang suatu bidang tertentu yang disusun secara sistematis menurut metode tertentu, yang dapat menerangkan dan menerapkan gejala- gejala tertentu dalam bidang (pengetahuan) tersebut. Misalnya ilmu keperawatan, ilmu fisika, ilmu politik dsb. Ilmu dalam konteks tertentu juga diartikan sebagai pengetahuan, kepandaian tentang dunia dan akhirat, lahir, batin, dan sebagainya.
Dengan demikian ilmu dapat didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis, dengan menggunakan metode-metode tertentu, dan dapat dipelajari secara objektif dengan menggunakan akal sehat. Randall & Bucher (1942) menjelaskan ciri ilmu: (1) hasil ilmu bersifat akumulatif dan milik bersama; (2) hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak (relatif); (3) ilmu bersifat objektif
Perbedaan dan Persamaan Filsafat dan Ilmu Ilmu bersifat analitis dan hanya menggarap satu pengetahuan sebagai objek formal. Sementara, Filsafat memandang segala sesuatu secara holistik dengan menekankan kepada setiap aspek dan keterkaitan gejala-gejala yang ingin diketahui manusia Ilmu bersifat deskriptif tentang objek, netral (bebas nilai) agar dapat memahami gejala yang ada. Sementara Filsafat, tidak menekankan pada netralitas (bebas nilai) dalam memahami gejala yang ada, namun menggunakan nilai-nilai untuk membuat keputusan, atau tindakan yang harus dilakukan oleh manusia. Dengan demikian faktor subjektifitas manusia lebih dominan.
(3) Ilmu berangkat dari asumsi atau hipotesis dalam mencari kebenaran dari realita yang dihadapi manusia, yang adakalanya asumsi tersebut diterima kebenarannya sebagai sesuatu yang given. Sementara Filsafat, berangkat nilai dan keyakinan yang didapatkan melalui kontemplasi (perenungan) dalam memahami sesuatu yang given dari realita yang ada. (4) Untuk menguji kebenaran ilmu, maka ia dapat diverifikasi dan difalsifikasi (posteriori). Sementara Filsafat, tidak bergantung kepada verifikasi dan fasifikasi (priori), namun keyakinan pada nilai yang ada pada manusia (individu).
Persamaannya? Filsafat dan Ilmu, keduanya menggunakan metode berfikir yang bersifat reflektif dalam memahami realitas kehidupan; Filsafat dan ilmu, keduanya mengandalkan pengetahuan yang teroganisir dan dan tersusun secara sistematis; Dalam konteks tertentu, ilmu dapat membantu filsafat dalam mendeskripsikan hal-hal yang abstrak sehingga gejala yang diamati menjadi lebih mudah dipahami; Dalam aspek tertentu pula, filsafat dapat merangkum potongan-potongan ilmu ke dalam berbagai ilmu dan menyusun ilmu tersebut ke dalam suatu pandangan tentang hakikat hidup yang paripurna.
Bagaimana hubungan filsafat dan ilmu tersebut? Dari perbedaan dan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa filsafat dan ilmu ini saling berkaitan erat. Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala sesuatu. Dengan bantuan filsafat, manusia berusaha menagkap makna, hakekat, hikmah dari setiap pemikiran, realitas dan kejadian. Namun, dalam perkembangannya ilmu sudah tercerabut dari akar filsafat yang menyertainya. Ini dapat dilihat dari kehadiran ilmu untuk memusanahkan alam semesta termasuk umat manusia. Malangnya, ilmu telah memperbudak manusia menjadi “ilmuwan” yang a-sosial.
Filsafat ilmu menjadi roh ilmu (teknologi) sehingga mempelajari ilmu dapat mengantar manusia pada derjat kebahagian tertinggi. Filsafat ilmu diberikan sebagai pengetahuan dasar bagi orang yang ingin mendalami hakikat ilmu dan kaitannya dengan ilmu pengetahuan lainnya. Dalam filsafat ilmu, ilmu yang dipelajari akan diajarkan secara filosofis dan akdemis sehingga ilmu tidak tercerabut dari nilai agama (tuhan), alam semesta dan manusia.
Sejarah Ilmu Pengetahuan Pada zaman Yunani Kuno, yaitu zaman dimana tempat berkembangnya ilmu pengetahuan modern, tidak mengenal adanya pemisahan antara filsafat dan ilmu. Filsuf (ahli filsafat) pada masa itu sangat menguasai ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya, ilmu semakin mendapat tempat dalam kehidupan manusia karena manfaatnya yang dapat dirasakan langsung. Semantara Filsafat yang cenderung abstrak dan luas mulai ditinggalkan karena dianggap tidak bersentuhan langsung dengan kebutuhan manusia.
Padahal dengan keluasan cakupan pengetahuan yang ada dalam filsafat dapat membantu umat manusia memahami hakikat kehidupan yang tidak didapatkan dalam ilmu yang terbatas. Sejarah ilmu pengetahuan ini sudah dimulai sejak zaman Yunani Kuno ketika manusia saling berinteraksi membentuk peradaban, yaitu pada tahun 2500 SM. Manusia mengenal beberapa pengetahuan yang belum dikategorikan sebagai ilmu. Misalnya, strategi perang, membuat keputusan dalam organisasi, membangun rumah dsb.
Pada abad pertengahan di Eropa yang ditandai dengan abad kegelapan (the dark age) karena kuatnya dominasi gereja yang cenderung dogmatis, membatasi perkembangan ilmu pengetahuan. Misalnya keyakinan tentang bumi sebagai pusat tata surya. Munculnya gerakan renaisance yang mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Gerakan ini juga mendorong munculnya gerakan pemisahan antara urusan agama dan dunia (ilmu pengetahuan) awal munculnya sekulerisme
Implikasi dari sekulerisme dalam ilmu pengetahuan ini memunculkan beberapa pendekatan dalam ilmu pengetahuan seperti positivisme, postpositivisme, rationalisme, antipositivisme (postmodernisme), dan empirisisme. Akibatnya muncul perdebatan diantara ilmuwan dalam menkonstruksi kebenaran ilmiah dalam ilmu masing-masing, namun melupakan filsafat sebagai akar dari penyelesaian semua perdebatan tersebut.
Ilmu dan jenisnya Ilmu dapat diklasifikasikan menurut tujuan dan objeknya. Ditinjau secar tujuan ilmu dapat dibagi ke dalam: Ilmu yang bersifat teoritikpenyelidikannya bertujuan untuk mendapat pengetahuan tentang kenyataan (realita empiris) Ilmu yang bersifat praktispenyelidikannya bertujuan untuk menjelaskan tindakan berdasarkan pengetahuan
Cara berfikir filosofis Ada beberapa ciri berfikir filosofis: radikal: cara berfikir sampai memahami akar permasalahanyang hakikat; Sistematik: cara berfikir yang logis, sesuai aturan, langkah demi langkah, berutan, penuh kesadaran dan tanggungjawab; Universal: cara berfikir luas dan mencakup keseluruhan tidak terbatas pada aspek tertentu saja; Spekulatif: cara berfikir yang meragukan suatu kebenaran sehingga diperlukan suatu pengujian untuk memberi bukti kebenaran yang diujikan.
Ciri dan sifat Ilmiah Ilmu Pengetahuan Dalam Encyclopedia of philoshopy pengetahuan tersebut didefinsikan sebagai kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Oleh karena itu, pengetahuan tersebut harus mencerminkan keadaan manusia yang memahaminya sebagai orang yang mengetahui, sadar, kenal, insaf, mengerti, paham dan sebagainya. Jadi pengetahuan merupakan hasil suatu proses atau pengalaman yang sadar.
Dengan demikian, pengetahuan ilmiah tersebut pada dasarnya adalah usaha mengorganisasikan dan mensistematisasikan akal sehat (common sense) suatu pengatahuan sehari-hari dengan menggunakan metode tertentu. Metode tersebut harus objektif dalam menjelaskan realita yang ingi diketahui kebenarannya sehingga hasil dari pengetahuan ilmiah tersebut adalah gambaran atau deskripsi kebenaran terhadap gajal atau fakta yang diperoleh melalui eksperimentasi, observasi, dan verifikasi.
Metode Dalam Menghasilkan Ilmu Pengetahuan Metode dalam menghasilkan ilmu pengetahuan erat kaitannya dengan kaedah pencarian ilmu itu sendiri. Untuk mencari ilmu tersebut ada tiga pertanyaan utama yang harus digali lebih dalam, yaitu: (i) apa yang ingin kita ketahui?; (ii) bagaimana kita mengetahuinya?; dan (iii) apa nilai (manfaat) yang dari sesuatu yang ingin kita ketahui tersebut?
Ketiga pertanyaan tersebut memiliki akar pada filsafat ilmu (pengetahuan) yang menjadi dasar dalam memahami filsafat ilmu tersebut. Apa yang ingin kita ketahui hakikat dibalik realitaaspek Ontologi Bagaimana kita mengetahuihubungan antara kita yang ingin mengetahui realita (peneliti) dengan objek yang ditelitiEpistemologi Nilai (manfaat) yang ingin diketahuiNilai apa yang mendorong kita untuk mengetahui realita tersebutAxiologi
Bagaimana menerapannya Bagaimana menerapannya? Misalnya: Orang yang cenderung berfikir positivistik (pendekatan positivisme) dalam memahami suatu gejala akan memahami: Realita itu sebagai sesuatu yang riil dan terpisah dari orang tersebutOntologi Oleh kerananya, dalam memahami gejala yang ada dia harus bersifat netral dan terpisah dari objek yang ditelitiEpistemologi Kebenarannya terpisah dari nilai yang ada dari dalam diri penelitiAxiologi
Hakikat Ilmu Pengetahuan Ada dua pendekatan yang dapat menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan tersebut: Realisme: pendekatan ini memiliki pandangan realistis terhaap alam semesta. Ilmu pengetahuan adalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata. Idealisme: pendekatan ini menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan adalah proses-proses mental/psikologis yang bersifat subjektif. Ilmu pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang sesuatu yang ada dalam alam menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengalami dan mengetahuinya.
Kebenaran dalam ilmu pengetahuan Ilmu pengetahuan bertujuan untuk mencari kebenaran sebagai dasar untuk mencapai kebahagian umat manusia Namun kebenaran tersebut sangat relatif karena cara pandang orang berbeda-beda terhadap kebenaran tersebut. Oleh karena itu diperlukan ukuran atau kriteria terkait dengan kebenaran ilmu pengetahuan tersebut
Berkaitan dengan itu terdapat tiga jenis kebenaran: (i) kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada; (ii) kebenaran epistemologis (berkaitan dengan pengetahuan yang diterima); (iii) kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan penyampaian) Untuk menjelaskan kebenaran tersebut, terdapat empat teori tentang kebenaran, yaitu teori korespondensi yang menumpukan kepada fakta kebenaran tersebut, teori koherensi yang menumpukan kepada rasio (akal dan logika), teori pragmatisme berlandaskan kepada kebenaran fungsi dan kegunaan kebenaran itu sendiri, dan teori kebenaran ilahiah (agama) adalah kebenaran dari tuhan.
1. Teori korespondensi: kebenaran yang dimaksud terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud dari suatu pernyataan/pendapat dengan objek yang dimaksud oleh pernyataan/pendapat tersebut. Dengan kata lain, kebenaran adalah kesesuaian pernyatan dengan fakta, yang selaras dengan realita dan sesuai dengan situasi yang aktual. Untuk itu ada lima unsur yang harus dipenuhi oleh teori ini, yakni pernyataan (statement), persesuaian (agreement), situasi (situation), kenyataan (reality), dan keputusan (judgement).
2. Teori Koherensi: mengangap suatu pernyatan benar jika di dalamnya tidak ada pertentangan dan bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan kata lain, terdapat koherensi cara berfikir dan konsitensi dalam menyatakan kebenaran tersebut. Kecenderungan ini dapat dilihat dalam menjelaskan logika matematika yang bersifat deduktif, iaitu kesimpulan akan benar jika menggunakan premis-premis yang juga benar. Misalnya: A=B dan B=C, maka A=C
3. Teori Pragmatisme: suatu kebenaran tersebut dikatakan benar jika pernyataan, teori, dan dalil memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Kriteria kebenaran ini adalah pada kegunaan, dapat dilaksanakan, dan akibat yang memusakan bagi umat manusia. Oleh karenanya—asumsi dalam kebenaran pragmatisme ini tidak ada kebenaran yang mutlak melainkan kebenaran yang bergantung kepada kerja, manfaat dan akibat yang dihasilkan (misalnya sesuai dengan tujuan dan teruji dengan suatu eksperimen).
4. Teori Kebenaran Ilahiah (agama): kebenaran yang ada bukan bersumber kepada akal manusia melainkan wahyu yang ditutunkan tuhan. Sebagai makluk pencari kebanaran, maka manusia dapat menemukan kebenaran dalam agama yang diturunkan tuhan. Dengan demikian, kebenaran dalam realita dianggap benar jika koheren dengan nilai agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.
Daftar Pustaka Himsworth, Harold (1997), Pengetahuan Keilmuan dan Pemikiran Filosofi, (Terj. Achmad Bimadja, Ph.D), Bandung: ITB Bandung. Rosenberg, Alex. (2003). Philosophy of Science: A Contemporary Introduction. London: Routledge.