Kartu Kredit MAIZA FIKRI, ST, M.M Blog : Meiza86 maizafikri@rocketmail.com
Pengertian Kartu Kredit: Kartu kredit atau yang lebih dikenal dengan credit card ini adalah suatu kartu plastik yang hampir sama dengan ukuran KTP, yang diterbitkan oleh issuer (penerbit) dan dipergunakan oleh cardholder (pemegang kartu) dan berfungsi sebagai alat pengganti pembayaran uang tunai dan pihak penerima adalah kaum usahawan/pedagang (merchant) yang telah ditentukan oleh penerbit.
Contoh Perusahaan Penerbit dan Data Pengguna Kartu Kredit: Di Indonesia banyak sekali perusahaan penerbit kartu kredit seperti : Citibank, HSBC, BCA, Bank Mandiri, BII, Permata Bank, BNI, BRI dan Beberapa Bank serta Lembaga Keuangan Syariah. Data perkembangan pengguna Kartu Kredit: Tingkat pertumbuhan pengguna kartu kredit di Indonesia termasuk tinggi dan terus meningkat. Hal ini tentunya mengkhawatirkan karena masyarakat lebih senang mengutang daripada menabung, tentunya akan berdampak pada rendahnya simpanan (national savings Indonesia).
Beberapa Dasar Hukum Kartu Kredit: Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan diubah dengan KMK Nomor 468/1995; KMK Lembaga Pembiayaan ini merupakan peraturan pelaksana dari Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan; Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember 2005 yang diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008, diperbaharui dengan PBI Nomor 11/2009. diperbaharui dengan PBI 14/2012, tanggal 6 Januari 2012 yang akan diberlakukan 1 Januari 2013.
Pengertian Usaha dan Perusahaan Kartu Kredit: Usaha Kartu Kredit adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit; Perusahaan kartu kredit adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit.
Berikut poin-poin PBI N0. 14/2012 ttg APMK: Batas umur: Minimal 21 tahun/minimal 18 tahun bila sudah menikah (Berlaku 1 Januari 2013) Batas gaji nasabah: Minimal Rp 3 juta (Belaku 1 Januari 2013) Batas bunga: 3% perbulan (Berlaku 1 Januari 2013) Plafon pinjaman: 3 kali gaji (berlaku 1 Januari 2013) Kartu tambahan: Umur minimal 17 tahun atau sebelum 17 tahun tapi sudah menikah Waktu penagihan: Diatur cara penagihan dan jadwal penagihan. Penggunaan pin: minimal 6 digit (berlaku 1 Januari 2015) Batas kepemilikan kartu: Gaji di bawah Rp 10 juta maksimal 2 penerbit. Di atas Rp 10 juta tergantung penilaian bank.
Contoh Kasus: Pernahkah anda mendapati masalah bahwa salah seorang anggota keluarga meninggal dunia, dan anda diharuskan menanggung hutang kartu kreditnya? Apakah tagihan kartu kredit harus dibayar oleh anak/cucu dari pemegang kartu kredit walaupun pemegang kartu kredit telah meninggal dunia?
Alternatif Jawaban: Sebagaimana dikemukakan oleh J. Satrio, S.H. dalam bukunya “Hukum Waris” (hal. 8), bahwa warisan adalah kekayaan yang berupa kompleks aktiva dan pasiva si pewaris yang berpindah kepada para ahli waris.
Alternatif Jawaban… (Ljt.): Pasal 1045 KUHPerdata menyatakan bahwa tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya.Penolakan warisan ini harus dilakukan dengan tegas, dan harus terjadi dengan cara memberikan pernyataan di kepaniteraan Pengadilan Negeri (lihat Pasal 1057 KUHPerdata). Dan bagi ahli waris yang menolak warisan, dianggap tidak pernah menjadi ahli waris (lihat Pasal 1058 KUHPerdata); Dalam hal para ahli waris telah bersedia menerima warisan, maka para ahli waris harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu (lihat Pasal 1100 KUHPerdata). Termasuk pembayaran tagihan kartu kredit.
Alternatif Jawaban… (Ljt.): Dalam hal para ahli waris telah bersedia menerima warisan, maka para ahli waris harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan itu (lihat Pasal 1100 KUHPerdata). Termasuk pembayaran tagihan kartu kredit. Sedangkan, bagi pewaris dan ahli waris yang beragama Islam, berlaku hukum Islam sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang juga mengatur mengenai hukum pewarisan. Mengenai kewajiban dari ahli waris untuk melunasi hutang-hutang dari pewaris dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 171 huruf e KHI yang menyatakan bahwa harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggal, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat. Apabila disimpulkan, menurut ketentuan tersebut berarti pemenuhan kewajiban pewaris didahulukan sebelum harta warisan dibagikan kepada para ahli warisnya. Jadi, berdasarkan hukum perdata maupun hukum Islam, hutang pewaris (dalam hal ini tagihan kartu kredit) tetap harus dibayarkan oleh ahli waris apabila ahli waris menerima pewarisan dari pewaris.
Peraturan soal penagihan utang kartu kredit melalui debt collector: Pasal 17 ayat (5) Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/11/2009 menyatakan, Penerbit Kartu Kredit wajib menjamin bahwa penagihan atas transaksi Kartu Kredit, baik yang dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit sendiri atau menggunakan jasa pihak lain, dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia. Pasal 21 PBI Nomor 11/11/2009: dalam hal Penerbit melakukan kerja sama dengan pihak-pihak di luar pihak lain, maka Penerbit bertanggung jawab atas kerja sama tersebut. “Ketika bank bekerja sama dengan penagih utang, kalau terjadi pelanggaran, bank harus ikut bertanggung jawab,”
Alternatif Solusi: Untuk mengurangi publikasi negatif terhadap operasional bank dan menjamin terselenggaranya mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah secara efektif dalam jangka waktu yang memadai, maka Bank Indonesia menetapkan standar minimum mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank. Tetapi Penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 ini tidak selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dikarenakan tidak terpenuhinya tuntutan nasabah bank baik seluruhnya maupun sebagian sehingga berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dengan bank.
Alternatif Solusi: Dalam praktek dikenal berbagai bentuk penyelesaian sengketa perdata seperti litigasi, arbitrase dan/atau Mediasi. Namun, pihak-pihak yang bersengketa umumnya lebih banyak memilih penyelesaian melalui proses litigasi di Pengadilan Negeri, baik melakukan tuntutan secara perdata maupun secara pidana. Namun terdapat banyak kendala yang sering dihadapi. Kendala tersebut antara lain lamanya penyelesaian perkara, serta putusan yang dijatuhkan seringkali mencerminkan tidak adanya unified legal work dan unified legal opinion antara Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung
Alternatif Solusi: Oleh karena itu, diatur mengenai alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Di antaranya adalah arbitrase dan mediasi seperti yang diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 1999. Pengaturan Mediasi di pengadilan diatur dalam Perma Nomor 2 Tahun 2003. Sedangkan Mediasi Perbankan diatur dalam PBI No. 8/5/PBI/2006. Pada PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan dinyatakan bahwa sampai dengan akhir tahun 2007 pelaksanaan fungsi mediasi perbankan akan dilakukan oleh Bank Indonesia.
MEDIASI: Menurut Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006, maka yang dimaksud dengan Mediasi Perbankan adalah alternatif penyelesaian sengketa antara Nasabah dan Bank yang tidak mencapai penyelesaian yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan.
Hal-hal yang diatur dalam Mediasi Perbankan adalah: Nasabah atau perwakilan nasabah dapat mengajukan upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi ke BI apabila nasabah merasa tidak puas atas penyelesaian pengaduan nasabah; Sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya adalah sengketa keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan yang memiliki tuntutan finansial paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh tuntutan immaterial; Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh hari) kerja saat tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank kepada nasabah; Pelaksaan proses mediasi sejak ditandatanganinya perjanjian mediasi samapi dengan penandatanganan Akta Kesepakatan oleh para pihak dilaksanakan dalam waktu 30 hari kerja dan dapat diperpanjang sampai dengan 30 hari berikutnya berdasarkan kesepakatan nasabah dan bank; Akta kesepakatan dapat memuat menyeluruh, kesepakatan sebagian, atau tidak tercapainya kesepakatan atau kasus yang disengketakan.
Beberapa keuntungan mediasi adalah: 1. Mediasi dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat, biaya murah dibandingkan dengan proses beracara di Pengadilan atau melalui Arbitrase. Dalam proses mediasi tidak diperlukan gugatan ataupun biaya untuk mengajukan banding sehingga biayanya lebih murah 2. Mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi para pihak yang bersengketa tetap menjaga hubungan kerjasama mereka yang sempat terganggu akibat terjadinya persengketaan diantara mereka. Proses mediasi lebih bersifat informal dan menghasilkan putusan yang tidak memihak.