Hukum mendatangi peramal & mengundi nasib
Point pembahasan Pengertian peramal & sejarah Pengertian mengundi nasib & sejarah Pendapat para alim ulama mengenai mendatangi peramal &mengundi nasib Hukum mendatangi peramal & mengundi nasib
Hal yang melatar belakangi pembahasan ini antara lain adalah: Banyaknya kaum muslimin yang terjebak dengan perdukunan, baik yang sakit maupun yang sehat, simiskin maupun sikaya, yang sukses maupun yang gagal, orang berpangkat maupun orang biasa, pejabat maupun rakyat jelata. Tersebarnya perdukunan berkedok islami, yang menambah persoalan ini semakin runyam di tentagh-tengah masyarakat. Betapa banyak yang tertipu dengan secarik surban yang bertonggok di kepala sang dukun, kemudian ditambah tasbih yang melingkat dileher atau yang dalam genggaman tangan. sekedar bermodalkan surban dan tasbih sang dukun menjadi kepercayaan sebahagian masyarakat yang kurang ilmu dan iman. Sedikitnya kaum muslimin yang mengetahui tentang solusi bagaimana menangkal perdukununan, alih-alih mereka melawan perdukun dengan perdukunan pula. Maka dalam bahasan ini kita mencoba memberikan solusi syar’i dalam menangkal perdukunan tersebut.
sejarah Di masa jahiliyah, perdukunan adalah perbuatan segelintir orang yang berhubungan langsung dengan syetan yang mencuri berita dari langit dan menceritakannya kepada mereka, kemudian para dukun itu mengambil kata-kata yang dicuri dari langit lewat perantara para syetan dan menambah perkataan kepadanya, kemudian mereka menceritakannya kepada manusia. Maka apabila cerita mereka itu sesuai realita, manusia terperdaya dan menjadikan mereka sebagai referensi (rujukan) dalam memutuskan perkara di antara mereka dan dalam menghadapi persoalan di masa akan datang. Karena inilah kami katakan: dukun adalah orang yang mengabarkan berita berita gaib di masa akan datang.
Pengertian peramal & sejarah Ada beberapa istilah yang memiliki konotasi dengan perdukunan, kadang-kala istilah tersebut dipakai untuk makna yang sama, namun sering kali dipakai dalam makna berbeda. Kaahin (dukun), (peramal Sihir Munajjim
Kaahin (dukun) adalah Orang yang mengaku mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati. Pada hal tidak ada yang mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang kecuali Allah, akan tetapi setan bisa mengetahui perkataan hati seseorang melalui bisikan-bisikan yan dilakukan setan kepadanya. Adapun arti ‘Arraaf (peramal) menurut imam Baghawy adalah: orang yang mengaku mengetahui peristiwa dengan cara-cara tertentu untuk mengetahui tempat barang yang dicuri, tempat barang yang hilang dan semisalnya[3]. Menurut Syeikh Islam Ibnu Taimiyah: ‘Arraaf (peramal) adalah nama untuk dukun, ahli nujum dan Rammal (tukang tenung) [4].
Ahli nujum adalah orang yang mengerti tentang ilmu perbintangan Ahli nujum adalah orang yang mengerti tentang ilmu perbintangan. Ahli nujum yang mengaitkan ilmu perbintangan dengan hal-hal ghaib, hukumnya tidak di perbolehkan karena bertentangan.
Pada intinya adalah dukun, peramal dan sejenisnya merupakan seseorang yang mengaku mengetahui segala sesuatu hal yang tidak diketahui baik berita dan segala hal yang ghaib. Dan hal tersebut bertentangan dalam islam.
Hukum mendatangi peramal 1. Rasulullah telah memperingatkan umatnya untuk tidak mendatangi dan mempercayai dukun atau peramal sebagaimana beberapa hadist yang berkenaan dengan hal tersebut : عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ اُمُوْرًا كُنَّا نَصْنَعُهَا فِى الْجَا هِلِيَّةِ كُنَّا نَاءْتِى الْكُهَّانَ قالَ فَلاَ تَاءْتُو الْكُهَّانَ dari Muawiyah bin Hakam Radiyallahu anhu ia berkata kepada Rasulullah SAW :ada beberapa hal yang biasa kami lakukan dimasa jahiliyah kami terbiasa datang ke dukun. Rasulullah menjawab janganlah kalian datang ke dukun.
PENGERTIAN MENGUNDI NASIB Undian atau dalam bahasa arab adalah qur’ah, secara bahasa adalah as-sahm (bagian) atau an-nashib (andil, nasib). Secara istilah qur’ah(undian) adalah Membedakan atau menentukan bagian (hak) sebagian orang atas sebagian orang yang lain. Kamus al-Munawwir hal. 1110; Mu’jam. Mengundi nasib diantaranya terdapat 2 macam pd zaman dahulu Mengundi nasib dengan Azlam Caranya adalah mereka mengambil tiga buah anak panah Masing-masing anak panah diberi tulisan dengan "Tuhanku menyuruhku", "Tuhanku melarangku", sedangkan anak panah yang ketiga tidak ditulis apa-apa. Kemudian ketiga panah itu diletakkan dalam sebuah tempat yang disimpan di dalam Ka'bah. Apabila mereka akan melakukan sesuatu pekerjaan atau perbuatan, maka mereka meminta kepada juru Ka'bah untuk mengambil satu buah anak panah yang sudah mereka simpan dan masing-masing diberi tulisan. Cara pengundian nasib atau menentukan nasib untuk melakukan atau tidak melakukan pekerjaan dengan cara undian anak panah seperti ini adalah haram.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan. (Q.S. 5:90)
Mengundi nasib dengan Thiyarah Dahulu kala diantara tradisi bangsa arab adalah; jika salah seorang dari mereka hendak melakukan suatu pekerjaan, bepergian misalnya, maka mereka meramal keberuntungannya dengan burung. Salah seorang dari mereka memegang burung lalu melepaskannya. Jika burung tersebut terbang kearah kanan, maka ia optimis sehingga melangsungkan pekerjaannya, dan sebaliknya, jika burung tersebut terbang ke arah kiri maka ia merasa bernasib sial dan mengurungkan pekerjaan yang diinginkannya. dalam hadits shoheh dari Muawiyah bin Hakam As-Sulami berkata: يا رسول الله منا قوم يتطيرون قال: ( ذلك شيء يجده أحدكم في نفسه فلا يصدنكم ) “Wahai Rasulullah diantara kami ada kaum yang mengundi nasib lewat prilaku burung (tiyaroh)? Beliau bersabda, “Sesuatu itu didapati salah seorang diantara kamu pada dirinya, maka jangan sekali-kali menghalangimu(melakukan pekerjaan).” Termasuk dalam kepercayaan yang diharamkan, yang juga menghilangkan kesempurnaan tauhid adalah merasa bernasib sial dengan bulan-bulan tertentu. Seperti tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Shafar. Juga kepercayaan bahwa hari Rabu yang jatuh pada akhir setiap bulan membawa kemalangan terus- menerus.