PARADIGMA OPA, NPM dan NPS PARADIGMA (Pgd) OPA Pdg 1 (1900-1937) dikotomi antara politik dan administrasi negara. Pdg 2 (1938-1956) administrasi negara sebagai ilmu politik. Pdg 3 (1970-sekarang) administrasi sebagai ilmu administrasi publik. NPM = Reinventing Government melahirkan konsep GG (enterpreneurial government). Reagan : government is not solution to our problem, govern-ment is the problem. Paradigma NPM (1992 -2002) NPS = Government is Us (King & Sivers, 1998) Joined up thinking and joined up action (Stewart et.al., 1999) Citizens First ! (Denhardt & Gray, 1998) Paradigma NPS (2003- sekarang) Politik harus memusatkan perhatian pada kebijakan publik atau ekspresi kehendak rakyat, admneg berkenaan dgn implementasinya. Penyatuan ilmu administrasi ne-gara dan i. politik (Morsten Marx) Prinsip2 mgt dikembangkan se-cara ilmiah dan mendalam. Peri-laku organisasi, analis mgt, pene-rapan teknologi seperti metode kuantitatif, analisis sistem, opera-sional research, econometry dsb Adm publik dgn fokus pada teori organisasi, teori manajemen dan kebijakan publik, sedangkan locusnya kepentingan publik. Catalytic gov. (steering rather than rowing. Services is rowing) Community owned (empowering rather than serving) Competitive gov. (injection competiition in service delivery) Mission’s driven not rule’s driven Customer oriented (meeting the need of the customer, not bureaucracy) Result oriented (funding outcomes,not input) Enterprising gov (earning rather than spending) Anticipatory gov(prevention ratherthan cure) Decentralized gov (from hierarchy to participation) Market oriented (leveraging change through the market) Note : Birokrasi yg lamban, gemuk, boros, inefisien, merosotnya kinerja yanlik. Serve rather than steer Seek the public interest Value citizenship over entrepreneurship Think strategically, act demokratically Serve citizen, not customers Recognize that accountability is not simple Value people, not just productivity. Note : Isues tentang justice, equity, participation, and leadership yg kurang diperhatikan dalam buku Reinventing gov.
Dari paradigma OPA, utk memba-ngun/reformasi birokrasi : Administrasi publik harus dipisahkan dari dunia politik (dikhotomi AP dgn politik). Tidak memberi peluang pada Administrator untuk memperaktekkan sistem nepotisme dan spoil. Para legislator hanya merumuskan kebijakan nasional dan Administrator hanya mengeksekusinya. Para Administrator selalu mengutamakan nilai efisiensi dan ekonomis. Para Administrator diangkat berdasarkan kecocokan dan kecakapannya. Metode keilmuan menurut Taylor harus menggeser metode rule of thumb. Dari paradigma NPM, utk memba-ngun/reformasi birokrasi diarahkan pada 6 dimensi kunci: Productivity, bgmn pem meng hasilkan lebih banyak dgn biaya yg lebih sedikit. Marketization, bgmn pemerintah menggunakan insentif pasar agar hilang patologi/penyakit birokrasi Service orientation, program yg lebih responsif thdp kebutuhan warga masy. Decentralization, melimpahkan kewenangan kepada unit kerja terdepan Policy, bgmn pememerintah memperbaiki kapasitas perumusan kebijakan. Performance accountability, bgmn pem memperbaiki kemampuannya utk memenuhi janjinya. Dari paradigma NPS, utk memba-ngun/reformasi birokrasi, maka birokrasi harus berubah orientasinya, yaitu : Dari paradigma constitutionalism ke paradigma communitarianism (Fox & Miller, 1995). Dari institution-centric civil service ke model citizen-centric governance (Prahalad, 2005). Perlu diterapkan pola citizen-centered collaborative public management (Cooper, at ell., 2006). Tidak ada tindakan birokrasi yang memanipulasikan partisipasi masyarakat (Yang & Callahan, 2007).
Hasil nyata : Aturan yg jelas dan tegas dlm melaksanakan tugas. Perilaku produktif, juga loyal kpda pimpinan & organisasi. Perilaku yg impersonal & saklek. Hub kekeluargaan dan kelompok sosial tidak mendapat tempat. Saving Perbaikan proses Perbaikan tkt efisiensi Peningkatan efektivitas Perbaikan sistem administrasi seperti : peningkatan kapasitas, fleksibilitas dan ketahanan Hasil nyata: Pemerintahan yang lebih demokratis; Pemerintahan yang desentralistis Terbentuknya civil society Partisipasi masyarakat Pemerintahan yg partisipatif, transparan dan akuntabel OPA menghadapi masalah (falla-cies, pendapat yg keliru), yaitu: Weber yakin bahwa sosok orga-nisasi birokrasi sangat ideal, pa-dahal dlm perkembangannya bisa berubah menjadi sangat kaku, ber-tele2 dan penuh red tape. Taylor sangat yakin hanya satu cara terbaik utk melaksanakan tugas, padahal dlm perkem-bangan zaman banyak cara lain misalnya hasil rekayasa teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan. Wilson lebih cenderung melihat adm publik sbg kegiatan yg tidak bersifat politis, padahal dlm kenyataannya bersifat politis. NPM menuai kritik, karena : Para elit birokrat cenderung berkompetisi utk kepentingan dirinya d/p.kepentingan umum; Public chioce didominasi kepen-tingan pribadi, shg konsep spt public spirit & public service terabaikan. Tidak mendorong terjadinya proses demokrasi. Pemerataan dan keadilan sosial sulit terwujud Mengancam citizen selfgover-nance dan fungsi administrator sbg servant of public interest. Tidak hati2 akan meningkatkan korupsi dan orang2 miskin baru. NPS juga menuai kritik, karena: Hanya cocok untuk negara maju yang sudah mapan dan masyarakatnya sudah dewasa dalam berdemokrasi (tidak maunya menang sendiri) Cocok untuk Negara Federal Etika dlm pemerintahan sudah mmbudaya dlm kehidupan masy.. Sulit diterapkan pada sistem pemerintahan yang otoriterian sentralistis. Tidak banyak masyarakat yang miskin (powerless) Banyak entitas sosial dan pelayanan publik telah berubah menjadi entitas bisnis.
Pelajaran penting dari paradigma OPA adalah utk membangun aparatur negara atau reformasi birokrasi diperlukan: Profesionalitas Penggunaan prinsip keilmuan Hubungan impersonal Penerapan aturan dan standarisasi secara tegas Sikap yang netral Perilaku yg mendorong/mendu-kung terjadinya efisiensi dan efektivitas sumberdaya (4M+T) Pelajaran penting dari paradigma NPM adalah dlm membangun aparatur /reformasi birokrasi harus : Memperhatikan mekanisme pasar. Mendorong kompetisi dan kontrak utk mencapai hasil Harus lebih responsif terhadap kebutuhan pelanggan. Bersifat mengarahkan (steering) d/p. menjalankan sendiri (rowing) Harus melakukan deregulasi; Memberdayakan oprator/pelaksana Mengembangkan budaya organisasi (corporate cultural) Innovatif dan berjiwa wirausaha; Pencapaian hasil ketimbang budaya taat asas. Orientasi pada proses dan input. Pelajaran penting dari paradigma NPS adalah dlm membangun AN/ reformasi birokrasi harus : Memperhatikan pelayanan kpd masy sbg warga negara, bukan sbg pelanggan. Mengutamakan kepentingan umum. Mengikut sertakan warga masyarakat (masy tidak dijadikan penonton) Berfikir strategis dan bertindak demokratis. Memperhatikan norma, nilai, dan standard yg ada. Menghargai masyarakat d/p. manajer wirausaha yg bertindak seakan-akan uang adalah milik mereka. PARADIGMA DAN PENDEKATAN OPA LEBIH PAS/COCOK UNTUK DEP/LEMBAGA YG MENANGANI BIDANG/SEKTOR POLHUKAM PARADIGMA DAN PENDEKATAN NPM LEBIH PAS/COCOK UNTUK DEP/LEMBAGA YG MENANGANI BIDANG/SEKTOR PEREKONOMIAN PARADIGMA DAN PENDEKATAN NPS LEBIH PAS/COCOK UNTUK DEP/LEMBAGA YG MENANGANI BIDANG/SEKTOR KESRA
Bagaimana konsep governance dapat difahami? Kata government dapat diartikan pemerintah (the governing body of persons in a state) dan bisa juga diartikan pemerintahan (the political direction and control exercised over the actions of the members, citizens, or inhabitants of communities, societies, and states). Kata governance menurut leksikografi diartikan juga sebagai government, exercise of authority, control; method or system of government or management. Baik government maupun governance berasal dari kata govern (memerintah, dari bhs Latin: gubernare, Gerik: kybernan, to steer, mengemudi dsb-nya). Governing itu terjadi dan terdapat di mana-mana dan kapan saja pada setiap bentuk kehidupan sosial (fenomena sosial), termasuk kehidupan sosial khusus yang oleh Aristoteles dikategorikan sebagai "polity" (pemerintahan). Governing (dalam) "polity" disebut “openbaar bestuur”, demikian Soewargono (State- of- the-art Ilmu Pemerintahan, 1993). Dari penggunaan kata itu menjadi istilah teknis (technical term) lahirlah berbagai pengertian. Salah satu di antaranya menyangkut hubungan antara government dengan governance, yang diungkapkan oleh Dr. Leo Fonseka (1999:15) dalam Good Governance . . . . while the term government indicates a political unit for the function of policy making as distinguished from the administration of policies, the word governance denotes an overall responsibility for both — the political and the administrative functions. It also implies ensuring moral behaviour and ethical conduct in the task of governing, i.e. the continuous ethical exercise of authority on both the political and administrative units of governments.
Selanjutnya, Leo Fonseka mengemukakan bahwa: Kutipan di atas menunjukkan bahwa kata governance (policy making, regulator, mengatur dan administration, besturen, mengurus) lebih luas daripada government (public policy making saja). Selanjutnya, Leo Fonseka mengemukakan bahwa: There are three main regimes involved in good governance, i.e. the State Gov, the Civil Society, and the Private Sector. All three are critical for sustaining human development. Since each has got its weaknesses and strengths, a major objective of good governance is to promote highest possible constructive interaction among them in order to minimize individual weaknesses and utilize the strengths optimally. The intricate intercourse between and among these three domains will indicate the direction of the society's economic and social flight path. The more integral, balanced and interdependent the three are the better it is for the society. PEMNEG DUNIA BISNIS MASY. MADANI
Governance disebut "good" (good governance) jika memenuhi syarat di atas, dan sebaliknya "bad" jika tidak. Menurut Leo Fonseka, - The State meletakkan dasar bagi equity, justice, dan peace, creating a conducive political and legal environment for development ; - Private Sector meletakkan dasar bagi economic growth, job opportu- nities, income and development, and Civil Society meletakkan dasar bagi liberty, equality, responsibility, and self-expression. Konstruksi pemikiran ttg good governance di atas berada pada tataran axiologi (Ndraha 2003: xxxi). Penggalian konsep dan konstruksi pemikiran pada tingkat epistemologi melahirkan teori tentang Tiga Subkultur Masyarakat (TSM) yang mampu menerangkan gejala governance sebuah bangsa (negara). Teori TSM berawal dari pendekatan manusia & lingkungannya thdp fenomena pemerintahan. Human rights/HAM Dipenuhi sendiri (private choice) & Instincts/naluri Dipenuhi melalui pasar (public choice) Pemenuhan kebutuhan akan barang dan jasa layanan terbentur pada the law of scarcity yang membentuk kesenjangan antara demand dengan supply. Cara utk memenuhi kebutuhan dan memperkecil kesenjangan mendekati nol adalah pengembangan setinggi mungkin nilai sumberdaya (SDM, SDA, SD buatan) atau menghambat sebisa mungkin kemerosotan sumberdaya ybs. Human needs
TIGA SUB KULTUR DALAM MASYARAKAT PENGEMBANGAN NILAI SUMBERDAYA SUBKULTUR EKONOMI (SKE) Karakteristik : >membeli semurah mungkin >menjual seuntung mungkin >membuat sehemat mungkin jika dibiarkan jalan semaunya, terjadi : 1. seleksi alam 2. strugle for life 3. survival of the fittest 4. konflik 5. ketidak adilan. untuk menciptakan keba-hagian (adil dan damai) diperlukan aturan dan untuk menegakkan aturan diperlukan kekuasaan . public choice & private chioce PECIPTAAN KEADILAN DAN KEDAMAIAN SUBKULTUR KEKUASAAN (SKK) Karateristik : >berkuasa semudah mungkin >mengg kekuasaan se-efektif mungkin >mempertangg.jawabkan penggunaan kekuasaan seformal mungkin, jika dibiarkan jalan semaunya, terjadi : 1. detournement de pouvoir 2. abuse of power 3. KKN 4. penindasan 5. Pembohongan untuk mencegah dan mengurangi penyalahgunaan kekuasaan/ kewenangan, diperlukan kontrol sosial (social control,consumerim) manusia sebagai objek, sovereign dan sebagai konsumer KONTROL TERHADAP KEKUASAAN (SKK) SUBKULTUR SOSIAL (SKS) Karakteristik : >peduli, kesadaran, keberanian, >heroisme >budaya konsumeristik >collective action jika dibiarkan jalan semaunya, terjadi : 1. civil disobedience 2. civil distrust 3. anarki 4. terorism 5. perang saudara 6. revolusi untuk mencegah anarki, teror dan sebagainya ketiga subkultur harus berkembang selaras, seimbang, serasi dan sinerjik, ceck & balance, loyal opposition. (Definisi community development ECOSOC 1996).
Paradigma pemerintahan PEMERINTAHAN YANG OTORITERIAN DAN SENTRALISTIS PROSES TRANS- FORMASI SELAMA 20 THN PEMERINTAHAN YANG DEMOKRATIS DAN DESENTRALISTIS Ciri-ciri : 1) Berdasarkan kekuasaan belaka; 2) Kebebasan pers dan ber- kespresi dikontrol ketat; 3) Seluruh urusan/kewenang- an pemerintahan dilaksa- nakan secara terpusat. Penciptaan intrumen hukum sebagai dasar/ fondasi dan acuan dlm mengarahkan perubahan yang terencana dan gradual/bertahap. Ciri-ciri : Berdasarkan nilai2 dan prinsip2 demokrasi; 2) Kebebasan pers dan ber- ekspresi ; 3) Tugas dan kewenangan pemerintahan terdesen- tralisasi ke aparat ter- depan
Konsekuensi/prinsip dasar pemerintahan yang demokratis Menghormati hak asasi orang lain. Mau mendengar dan menghargai pendapat orang (tidak maunya menang sendiri). Siap menang, tetapi juga siap kalah. Taat aturan dan hukum. Fair play (sportif) Bertanggung-jawab atas semua perbuatan dan tidak anarkis. Adanya etika dlm penyelenggaraan pemerintahan Adanya kebebasan pers dan kebebasan bereks-presi yang bertanggung jawab.
Konsekuensi pemerintahan yang desentralistis (terdesentralisasi) Adanya kejelasan distribusi kewenangan antar tingkatan pemerintahan Kewenangan pelaksanaan urusan pemerintahan terdesentralisasi kepada aparat terdepan. Kelembagaan/organisasi berbentuk piramidal tegak. Aparat terdepan diberi wewenang untuk mengambil keputusan administrasi pemerintahan Desentralisasi disertai dengan penyerahan Pegawai, Pembiayaan/Anggaran dan Peralatan Adanya perwakilan rakyat (DPRD) yang kapabel. Pemerintah Pusat hanya berfungsi sebagai perumus kebijakan nasional, pembinaan, fasilitasi, standardisasi dqan supervisi.