Mengapa ada Penemuan Hukum? Oleh: Otong Rosadi4
Penemuan Hukum Sbg Pengembanan Hukum Penemuan hukum, pada hakekatnya mewujudkan pengembanan hukum secara ‘ilmiah dan secara praktikal’. Penemuan hukum sebagai sebuah reaksi terhadap situasi-situasi problematikal yg dipaparkan orang dalam peristilahan hukum berkenaan dgn dgn pertanyaan-pertanyaan hukum (rechtsvragen), konflik-konflik hukum atau sengketa-sengketa hukum. Penemuan hukum diarahkan pada pemberian jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang hukum dan hal pencarian penyelesaian-penyelesaian terhadap sengketa-sengketa konkret. Antara lain diajukan pertanyaan-pertanyaan tentang penjelasan (tafsiran) dan penerapan aturan-aturan hukum, dan pertanyaan-pertanyaan tentang makna dari fakta-fakta yg terhadapnya hukum harus diterapkan. Dan “Penemuan hukum” metode untuk menemukan penyelesaian-penyelesaian dan jawaban-jawaban atas ‘problematika-peristiwa konkrit’ berdasarkan kaidah-kaidah hukum.
Mengapa harus ada Penemuan Hukum? Sudikno juga menjelaskan latar belakang perlunya seorang hakim melakukan penemuan hukum adalah karena hakim tidak boleh menangguhkan atau menolak menjatuhkan putusan dgn alasan karena hukumannya tidak lengkap atau tidak jelas. Ketika undang-undang tidak lengkap atau tidak jelas untuk memutus suatu perkara, saat itulah hakim harus mencari dan menemukan hukumnya (rechtsviding). Larangan bagi hakim menolak perkara ini diatur juga dalam Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lalu, hasil temuan itu akan menjadi hukum apabila diikuti oleh hakim berikutnya atau dgn kata lain menjadi yurisprudensi.
Kegunaan Penemuan Hukum Kegunaan dari penemuan hukum adalah mencari dan menemukan kaidah hukum yg dapat digunakan untuk memberikan keputusan yg tepat atau benar, dan secara tidak langsung memberikan kepastian hukum juga didalam masyarakat. Sementara itu, kenyataan menunjukkan bahwa : Adakalanya pembuat Undang-undang sengaja atau tidak sengaja menggunakan istilah-istilah atau pengertian pengertian yga sangat umum sifatnya, sehingga dapat diberi lebih dari satu pengertian atau pemaknaan; Adakalanya istilah, kata, pengertian, kalimat yg digunakan di dalam peraturan perundang-undangan tidak jelas arti atau maknanya, atau tidak dapat diwujudkan lagi dalam kenyataan sebagai akibat adanya perkembangan-perkembangan didalam masyarakat; Adakalanya terjadi suatu masalah yg tidak ada peraturan perudang-undangan yg mengatur masalah tersebut. Dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan itulah seorang hakim atau pengemban profesi hukum lainnya harus dapat menemukan dan juga menentukan apa yg dapat dijadikan hukum dalam rangka pembuatan keputusan hukum atau menyelesaikan masalah hukum yg sedang dihadapi.
Penemuan Hukum dlm Sistem Hukum ‘Civil Law’ Untuk menyelesaikan persoalan ini, maka diberikanlah kewenangan kepada hakim untuk mampu mengembangkan hukum atau melakukan penemuan hukum (rechtsvinding) Namun dalam konteks sistem hukum civil law hal ini menjadi suatu persoalan. Hakim pada prinsipnya merupakan corong dari undang-undang, dimana peranan dari kekuasaan kehakimanan hanya sebagai penerap undang-undang (rule adjudication function) yg bukan merupakan kekuasaan pembuat undang-undang (rule making function). Sehingga diperlukan batasan-batasan mengenai penemuan hukum (rechtsvinding) oleh hakim dgn menggunakan konstruksi hukum Indonesia masuk dalam keluarga-keluarga sistem hukum dunia, termasuk salah satu dari keluarga hukum Eropa Kontinental (civil law). Sistem Eropa Kontinental ini, mengutamakan hukum tertulis dan terkodifikasi sebagai sendi utama dari sistem hukum eropa kontinental ini Pemikiran kodifikasi dipengaruhi oleh konsepsi hukum abad ke-18 – 19. Untuk melindungi masyarakat dari tindakan-tindakan sewenang-wenang dan demi kepastian hukum, kaidah-kaidah hukum harus tertulis dalam bentuk undang-undang.
Suatu undang-undang harus bersifat umum (algemeen) dan lengkap Umum baik mengenai waktu, tempat, orang atau obyeknya Harus lengkap, tersusun dalam suatu kodifikasi. Berdasarkan pandangan dan Hakim tidak lebih dari sebuah mesin yg bertugas menerapkan undang-undang (secara mekanis). Berbeda dgn sistem anglo saxon (common law) sistem hukum yg menjadikan yurisprudensi sbg sendi utama di dalam sistem hukumnya. Yurisprudensi ini merupakan keputusan-keputusan hakim mengenai suatu perkara konkret yg kemudian putusan tersebut menciptakan kaidah dan asas-asas hukum yg kemudian mengikat bagi hakim-hakim berikutnya di dalam memutus suatu perkara yg memiliki karakteristik yg sama dgn perkara sebelumnya. Aliran hukum ini menyebar dari daratan Inggris kemudian ke daerah-derah persemakmuran Inggris (eks jajahan Inggris), Amerika Serikat, Canada, Australia dan lain-lain. Pada perkembangannya kedua sistem hukum mengalami konvergensi (saling mendekat), ditandai dg peranan yg cukup penting suatu peraturan perundang-undangan bagi sistem common law dan sebaliknya peranan signifikan yurisprudensi dlm sistem Eropa Kontinental.
Kelemahan Undang-undang dan Penemuan Hukum Peraturan perundang-undangan tidak fleksibel. Tak mudah menyesuaikan undang-undang dgn perkembangan masyarakat. Pembentukan peraturan perundang-undangan membutuhkan waktu dan tata cara tertentu. Sdg masyarakat berubah terus bahkan sangat cepat. Akibatnya maka terjadi ‘kesenjangan’ antara keduanya. Dlm keadaan demikian, masyarakat akan menumbuhkan hukum sendiri sesuai dgn kebutuhan. Bagi masyarakat yg tak mampu menumbuhkan hukum-hukum sendiri “terpaksa” menerima peraturan-peraturan perundangan-undangan yg sudah ketinggalan. Penerapan peraturan perundang-undangan yg tidak sesuai itu dpt dirasakan sbg ketidakadilan dan dapat menjadi hambatan perkembangan masyarakat; Peraturan perundang-undangan tidak pernah lengkap untuk memenuhi segala peristiwa hukum atau tuntutan hukum dan menimbulkan apa yg lazim disebut kekosongan hukum atau rechstvacuum (baca: kekosongan peraturan perundang-undangan). Karena menurut Cicero-ubi societas ubi ius- tidak pernah ada kekosongan hukum. Dimana ada masyarakat disana ada (mekanisme) hukum. Karena kelemahan dari peraturan perundang-undangan inilah yg kemudian menimbulkan konsep penemuan hukum oleh hakim.