SISTEM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA MASADIB AKMAL VYANDRI, S.AP., M.A.P
HAKIKAT INDONESIA BARU Reformasi yang selama ini yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia hendaknya jangan dinikmati oleh mereka yang sedang berkuasa baik di pihak eksekutif maupun legislatif tetapi juga di nikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Pemerintah jangan hanya memikirkan bagaimana mencari pendapatan sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya, sehingga berjuang untuk meningkatkan pendapatan asli daerah melalui pemungutan pajak dan retribusi karena semakin meningkat hanya semakin banyak pungutan Pemerintah hendaknya menilai kembali sudah berapa banyak mereka bekerja selama ini, apakah sudah tepat apa yang dikerjakan atau belum. Dengan adanya reformasi setiap pemilihan hendaknya di pertimbangkan untung ruginya dari berbagai segi secara seksama, bukan dalam segi ekonomi dan politik. Tetapi juga segi budaya, agama dan moral, adat istiadat, hukum dan sosial sehingga tidak ada yang dirugikan
Gambar-gambar berikut ini akan memperjelas keterangan, tentang: a Gambar-gambar berikut ini akan memperjelas keterangan, tentang: a. Hubungan legislatif dan eksekutif b. Keseimbangan administrasi Negara c. Ideologi dunia d. Filsafat administrasi Negara
Hubungan Eksekutif dan Legislatif Hubungan antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lainnya yang diikat dengan prinsip checks and balances, dimana lembaga-lembaga negara tersebut diakui sederajat tetapi tetapi saling mengendalikan satu sama lain. Sebagai akibat adanya mekanisme hubungan yang sederajat itu, timbul kemungkinan dalam melaksanakan kewenangan masing-masing terdapat perselisihan dalam menafsirkan amanat UUD.
DPR sebagai lembaga legislatif adalah badan atau lembaga yang berwenang untuk membuat Undang-Undang dan sebagai kontrol terhadap pemerintahan atau eksekutif, sedangkan Eksekutif atau Presiden adalah lembaga yang berwenang untuk menjalankan roda pemerintahan. Dari fungsinya tersebut maka antara pihak legislatif dan eksekutif dituntut untuk melakukan kerjasama, apalagi di Indonesia memegang prinsip Pembagian Kekuasaan. Dalam hal ini, maka tidak boleh ada suatu kekuatan yang mendominasi.
Dalam setiap hubungan kerjasama pasti akan selalu terjadi gesekan-gesekan, begitu juga dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif. Legislatif yang merupakan wakil dari partai tentunya dalam menjalankan tugasnya tidak jauh dari kepentingan partai, begitu juga dengan eksekutif yang meskipun dipilih langsung oleh rakyat tetapi secara historis presiden memiliki hubungan dengan partai, presiden sedikit banyak juga pasti mementingkan kepentingan partainya. Akibatnya konflik yang terjadi dari hubungan eksekutif dan legislatif adalah konflik kepentingan antar partai yang ada.
Hubungan eksekutif dan legislatif pada masa sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945 atau dengan kata lain pada masa Orde Baru, adalah sangat baik. Bisa dikatakan demikian karena hampir tidak ada konflik antara Eksekutif dan Legislatif pada masa itu.Soeharto sebagai pemegang tampuk kekuasaan pada masa itu menggunakan topangan superioritas lembaga eksekutif terhadap DPR dan peran dwifungsi ABRI menghasilkan kehidupan politis yang stabil. Hal ini sangat berbeda dengan masa setelah Orba, yaitu pada masa reformasi. Legislatif tidak mau lagi hanya berdiam diri, menuruti segala apa yang dikatakan presiden. Bahkan cenderung kekuatan legislatif kini semakin kuat. Hal ini bisa dilihat ketika DPR menjatuhkan impeachment terhadap Gus Dur.
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 mengenai pemilihan eksekutif dalam hal ini presiden dan wakil presiden dan pemilihan legislatif dalam hal ini anggota DPR yang telah mengubah pola atau sistem yaitu dengan pemilihan langsung oleh rakyat. Perubahan sistem pemilihan ini ternyata juga berpengaruh terhadap relasi atau hubungan antara Presiden dengan anggota DPR itu sendiri.Pengaruh yang dimaksud disini adalah tentang relasi antara Presiden dan anggota DPR yang tidak kunjung membaik. Dengan pemilihan dari rakyat langsung, membuat Presiden dan anggota DPR merasa mempunyai legitimasi ataupun mempunyai hak bahwa dirinya adalah wakil dari rakyat langsung dan merasa punya dukungan penuh dari rakyat.
Hubungan atau relasi presiden dengan anggota DPR, bisa juga disebabkan oleh sistem presidensil pada pemerintahan Indonesia. Disini dapat dijelaskan bahwa sistem presidensil yang tidak mengenal adanya mosi tidak percaya, apabila suatu ketika ada konflik atau masalah dengan legislative, eksekutif tidak perlu takut dengan adanya penggulingan kekuasaan, karena DPR tidak bisa memberikan mosi tidak percaya. Dari sinilah, maka perselisihan antara presiden dengan anggota DPR bisa terus berlanjut tanpa ada suatu ‘ketakutan’ eksekutif akan kekuasaannya. Adapun beberapa hubungan kerja antara legislatif dan eksekutif diantaranya :
Hubungan kerja adalah mengenai proses pembuatan undang-undang antara presiden dan DPR yang diatur dalam pasal 20 ayat 2, 3, 4, dan 5. Yaitu setiap rancangan undang-undang harus dibahas oleh presiden dan DPR untuk mendapat persetujuan bersama (ayat 2). Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, maka rancangan undang-undang itu tidak dapat diajukan lagi pada masa persidangan itu (ayat 3). Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama, (ayat 4) dan apabila presiden dalam waktu 30 hari setelah rancangan undang-undang itu disetujui bersama, undang-undang itu sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan (ayat 5).
Untuk terbentuknya undang-undang, maka harus disetujui bersama antara presiden dengan DPR. Walaupun seluruh anggota DPR setuju tapi presiden tidak, atau sebaliknya, maka rancangan undang-undang itu tidak dapat diundangkan.Selanjutnya mengenai fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPR. Yaitu mengawasi presiden dan wakil presiden dalam pelaksanaan kekuasaan eksekutif. Dan DPR dapat mengusulkan pemberhentian Presisiden sebagai tindak lanjut pengawasan (pasal 7A). Dalam bidang keuangan, RUU APBN diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (pasal 23 ayat 2). Apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu (pasal 23 ayat 3).
Hubungan kerja lain antara DPR dengan Presiden antara lain: memberikan pertimbangan atas pengangkatan duta dan dalam hal menerima duta negara lain (pasal 13), memberikan pertimbangan kepada presiden atas pemberian Amnesti dan Abolisi (pasal 14 ayat 2), memberikan persetujuan atas pernyataan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain (pasal 11), memberikan persetujuan atas pengangkatan komisi yudisial (pasal 24B ayat 3), memberikan persetujuan atas pengangkatan hakim agung (pasal 24A ayat 3).
KESEIMBANGAN ADMINISTRASI NEGARA
Dari gambar diatas terlihat bahwa pemerintah harus menyeimbangkan antara kiri dan kanan. Bila condong ke kiri maka kan beresiko tirani, yaitu demi nasionalisme, demi efektivitas pemerintahan, demi hukum, dan konsensus nasional. Karena kekuatan eksekutif jauh lebih besar daripada legislatif. Oleh karena itu pihak eksekutif harus diutamakan baik dalam menertibkan masyarakat, baik dalam menerapkan peraturan dari pemerintah pusat maupun daerah. Sebaliknya bila condong ke arah kanan, yaitu demi mendengar pendapat orang lain dan demi demokrasi, maka resikonya akan terjadi banyak konflik antar pendapt berbagai golongan, karena masyarakat Indonesia terdiri dari begitu banyak kepentingan. Inilah yang kemudian dianggap anarkis
IDEOLOGI DUNIA Secara global yang sedang di persoalkan bukan saja di Republik Indonesia tetapi bahkan di seluruh dunia yaitu antara dua kutub besar, sosialisme, komunisme disatu pihak dan liberalisme kapitalisme di lain pihak. Saat ini adanya paradigma yang menyeimbangkan antara kekuasaan dengan pelayanan misalnya kekuasaan hanya diberikan untuk mengantisipasi keberadaan dekadensi moral, sedangkan pelayanan yang dimaksudkan untuk yang baik dan benar. Paradigma jalan tengah ini disebut ideologi Islam.
Dari gambar diatas memperlihatkan bahwa harus ada titik temu antara kedua kutub liberalisme dan komunisme. Titik temu ini adalah garis besar maksud terbaik teori keseimbangan dalam pemerintahan, jadi disatu sisi berada di kiri adalah keilmuan serba logika, sedangkan di sisi kanan adalah moral yang serba etika, inilah yang menjadi kajian ilmu administrasi negara
FILSAFAT ADMINISTRASI NEGARA Munculnya pemisahan antara logika, etika dan estetika karena adanya aparat pemerintah di pihak eksekutif ataupun di pihak legislatif yang bersangkutan adalah pimpinan dewan, para ketua, komisi, para ketua fraksi, ataupun anggota biasa perlu mendialektikakan dirinya. Diperlukan seorang moralis bukan sekedar ilmuwan yang haya membedakan baik atau salah, juga diperlukan seorang yang moralis yang mampu membedakan baik dan buruk. Bahkan sekaligus harus mampu menjadi seorang seniman pemerintah yang mampu membuat surat keputusan yang berpengaruh pada bagaimana pemerintah dalam menyingkapi masalah administrasi negara yang handal dengan memiliki jiwa kepamongprajaan. Yaitu memiliki kecermatan, disiplin, etos kerja, ketelitian, expertisme, kemampuan, dan bertanggung jawab
Dengan demikian akan datang seorang adminsitrator unggul yang bukan hanya sekedar memungut pajak dan retribusi tetapi pemerintah harus memiliki rasa betapa miskinnya rakyat saat ini jadi bukan mempencundangi rakyat demi pendapatan asli daerah. Seorang Pimpinan pemerintahan ataupun aparat wakil rakyat harus mempunyai perasaan yang berasal dari etika pemerintahan itu sendiri dan hanya berlogika tetapi tidak beretika dan tidak berestetika artinya para pemimpin pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif tidak bermoral dan tidak berseni. Itulah yang disebut benar tetapi tidak baik kepemimpinannya
Tugas Menurut anda, bagaimanakah hubungan kerja antara eksekutif dan legislatif sekarang (Presiden dan DPR). Apakah pernah terjadi konflik antara Presiden dan DPR di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Jelaskan dengan contoh Menurut anda, bagaimana keseimbangan administrasi negara di Indonesia, apakah sudah seimbang antara eksekutif dan legislatif. Jelaskan.