Ketua Pengurus Harian YLKI Paradoks Penetapan Harga Bahan Bakar Minyak dan Dampaknya bagi Masyarakat TULUS ABADI Ketua Pengurus Harian YLKI Materi disampaikan pada diskusi bulanan yang diselenggarakan oleh The Habibie Center, Jakarta, 15 Juni 2015. Email: tulus.ylki@gmail.com. Seluler : 0818 1950-30 (WA). Twitter: @TulusAbadi
Five pilars of the consumers movement Caring the people; Protecting the earth; Knowing your right; Fighting for justice (economic justice); Discovering your power.
Protecting the earth (“Dampak Energi Fosil”)
Adanya jaminan ketersediaan produk; Adanya standar dan mutu produk; Peraturan Menteri ESDM No. 19/2008 ttg Pedoman dan Tata Cara Perlindungan Konsumen pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Adanya jaminan ketersediaan produk; Adanya standar dan mutu produk; Keselamatan, keamanan, dan kenyamanan; Harga pada tingkat yang wajar; Kesesuaian takaran/volume/timbangan; Jadwal waktu pelayanan; Adanya prosedur dan mekanisme penanganan pengaduan konsumen.
Paradoks 1. AKSES KETERSEDIAAN BBM Tingkat kesulitan masyarakat dalam mendapatkan BBM di 6 (enam) kota di Indonesia Kota Segmen Masyarakat Pengguna BBM Petugas SPBU Sopir Angkot % Bandar Lampung 14 27 5 Jakarta 10 90 21 Manado 34 100 26 Mataram 41 40 16 Pontianak 18 80 Denpasar 15 20 Jumlah Rerata 22 73
Paradoks 2. Ketidakadilan pasar untuk kebutuhan pokok Penguasaan harga kebutuhan pokok mutlak oleh pasar, bukan oleh negara; Negara secara empiris tidak bisa intervensi jika terjadi gejolak pasokan dan atau harga; Ada dugaan kartel, tapi dibiarkan. KPPU mustinya turun tangan; Pedagang besar menaikkan harga retailer (secara signifikan) saat harga BBM naik, tapi harga tidak turun, saat harga BBM turun.
Paradoks 3. Sarana transportasi publik mati suri Belanja transportasi masyarakat melambung, lebih dari 30 persen dari total pendapatan per bulannya; Idealnya belanja/biaya transportasi hanya 12-14 persen dari total pendapatannya per bulan; Pengguna kendaraan pribadi dilematis: migrasi ke angkutan tidak bisa (karena kualitasnya sangat buruk), tetap dengan ranmor pribadi tapi income-nya jebol.
Paradoks 4. Kebijakan energi primer yang (tidak/belum) konsisten Masyarakat dipasok dengan energi primer yang mahal (bbm, impor); Energi yang murah dan melimpah diekspor; Infrastruktur bahan bakar masih minim, dan terkonsentrasi di kota-kota besar saja; Gasifikasi untuk kendaraan (umum) tak direalisasikan, pembangunan SPBG mandeg total; Tak ada pengembangan energi baru dan terbarukan (renewable energy).
Pengembangan BBG dan Status SPBG di Beberapa Negara No Negara Periode Awal Pengembangan BBG Jumlah SPBG per 2010 1 Pakistan 1999 3,285 2 Argentina 1984 1,878 3 Brazil 1970 1,725 4 Iran 1995 1,574 5 China 1996 1,350 6 Italy 1930 790 7 India 1993 571 8 Banglades 1982 546 9 Thailand 426 10 Malaysia 159 11 Indonesia Sumber: NGV (Natural Gas Vihicle) Global, 2011
Simpulan, rekomendasi Energi fosil (BBM), tidak layak mendapatkan subsidi; Penentapan harga BBM berdasarkan harga pasar menimbulkan banyak paradoks; Struktur pasar dan tata niaga kebutuhan pokok yang belum siap/tidak sehat; Mendesak untuk adanya regulasi tentang essensial commodity act (kasus di India), dan regulasi “UU tentang Kawalan Harga” (kasus di Malaysia); Mendesak untuk pembangunan sarana transportasi publik masal; Mendesak untuk stop ekspor energi primer!
Terima kasih...