Perbuatan Melawan Hukum Dengan Unsur Kelalaian Klmpok 4 Rizki Ivan Pradana M Dhuhar Trinanda Ulya Wildan Pratama Annesa
Kriteria manusia rasional yang normal Hukum menafsirkan kesalahan dlm perbuatan melawan hukum sbg kegagalan seseorang untuk hidup dgn sikap yang ideal, yakni sikap yang biasa dan normal dalam suatu pergaulan masyarakat . Sikap demikian mengkristal dlm istilah hukum yg di sebut standar manusia yang normal dan wajar .
Elemen elemen dari kriteria manusia yang rasional dan normal : Pengetahuannya Pengalaman (experience) presepsi
Tetapi kriteria manusia rasional dan normal di batasi oleh situasi ketika perbuatan itu di lakukan, termasuk situasi atau keadaan fisik dari pelaku yg juga ikut di pertimbangkan, untuk memutuskan apakah seorang bersalah karena lalai atau tidak
Keadaan fisik si pelaku dan faktor faktor lain yang relevan untuk di pertimbangkan termasuk tetapi tidak terbatas pada hal hal : Kebutaan Keadaan mental pada umumnya Kegilaan Keterbelakangan mental Anak di bawah umur Kebiasaan Keadaan emergensi Antisipasi terhadap perbuatan dari pihak lain
kesadaran/ Mabuk Pengetahuan umumnya, orang ahli atau spesialis memiliki tanggung jawab lebih besar dari orang biasa, sepanjang keahliannya berhubungan dgn tindakan yang di lakukannya Sifat dari perbuatan .
Doktrin kelalaian Kontributor Dalam hubungan dengan kemungkinan adanya tindakan dari korban perbuatan melawan hukum yang ikut juga mempengaruhi sehingga terjadi kerugian tsb . Ada 3 doktrin hukum yang dapat di berlakukan Kelalaian kontribusi( Contributory Negligence) Kelalaian komparatif (comparative negligance) Kesempatan terakhir (last Clear chance)
1. Kelalaian kontribusi( Contributory Negligence) Doktrin ini mengajarkan bahwa agar seorang korban dari perbuatan melawan hukum dapat menuntut pelakunya, korban tsb haruslah dalam keadaan tangan yang bersih (clean Hand). Maksudnya adalah bahwa pihak korban tidak boleh ikut lalai yang berati ikut juga mengkontribusi terhadap kerugian yang ada. Doktrin ini melarang secara total pemberian ganti rugi kepada korban yang di nilai ikut juga bersalah prinsipnya adalah “all or nothing”
2.Kelalaian komparatif (comparative negligance) Menurut doktrin ini besarnya kerugian yang harus di bayarkan kepada korban sebanding dengan kontribusi kesalahan dari pelaku dan korban sendiri. Jika terhadap suatu perbuatan hukum yang di sebabkan kelalaian, timbul kerugian dengan total sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar), sedangkan pihak korban juga lalai sehingga kelalaiannya tersebut ikut mengkontribusi sebesar 30% terhadap kerugian tsb, maka pelaku PMH hanya membayar ganti rugi sebesar 70% dari total kerugian.
3.Kesempatan terakhir (last Clear chance) Doktrin ini mengajarkan jika dlm suatu perbuatan melawan hukum , pihak korban sebenarnya dapat mengambil tindakan untuk menghindari terjadinya perbuatan tsb. Sedangkan kesempatan untuk menghindari tidak ada ada pada pelaku , tetapi upaya menghindar tidak di lakukan oleh korban , maka ganti rugi tidak dapat di mintakan kepada pelaku perbuatan melawan hukum , mesikipun pelaku perbuatan hukum itu terbukti memang dalam keadaan lalai.
Misalnya : Jika pejalan kaki melihat mobil yang sudah berjalan tidak beraturan karena ada kerusakan pada komponen dari mobil tersebut dimana pengemudi mobil telah lalai karena tidak memeriksa terlebih dahulu komponen tsb, tetapi pejalan kaki tersebut meskipun sangat mudah untuk menghindar tetapi tidak mau menghindar , maka pengemudi mobil tidak dapat di mintakan tanggung jawab dari perbuatan melawan hukum tsb. Dalam hal ini kesempatan terakhir (last Clear Chance) ada pada korban tabrakan , yakni kesempatan untuk mengelak dari tabrakan yang dalam hal ini tidak di lakukannnya.
Penerapan doktrin kesempatan terakhir ini mempunyai hasil yang berbeda beda menurut kategori dari fakta fakta sbb: Korban tidak bisa menolong (helpless plaintiff) Pelaku yang berantisipasi (observant defendant) Korban yang tidak berantisipasi (inattentive plaintiff) Pelaku yang tidak berantisipasi (inattentive defendant)
Tingkat kelalaian Pada umunya tingkt kelalaian tersebut adalah sebagai berikut: Kelalaian ringan Kelalaian biasa Kelalaian berat
Mengenai kalalaian yang berat terdapat perbedaan : Beratnya tingkat kehati-hatian Beratnya tingkat kelalaian Perbuatan kecerobohan
1. Beratnya tingkat kehatia-hatian Agar seseorang lepas dari tuduhan kelalaian, dia haruslah melakukan kegiatannya dalam tingkat kehati-hatian yang wajar (reasonable care). Akan tetapi, bagi kelompok orang tertentu, dalam menjalankan kegiatannya tersebut, diperlukan tingkat kepedulian atau kehati-hatian yang lebih tinggi.
Kelompok orang2 dengan tingkat kewaspadaan yg lebih tinggi dari orang biasanya tersebut adalah sbb: Pengangkut publik, seperti supir, masinis, nahkoda, pilot, dll. Penjaga alat2 berbahaya, seperti penjaga bahan peledak, listrik bertegangan tinggi, binatang buas, dll. Pelaku kegiatan riskan. Misal, seorang dokter yg melakukan bedah otak madusia.
Kosekuensi hukumnya adalah bisa saja tindakan yg bagi orang biasa belum merupakn kelalaian, tetapi bagi kelompok super hati-hati ini sudah merupakan perbuatan kelalaian. Atau biasa saja bahwa bagi orang biasanya baru merupakan kelalaian ringan tetapi bagi kelompok super hati-hati ini untuk perbatan yg sama sudah merupakan suatu kelalaian yg berat.
2. Beratnya tingkat kelalaian Dalam sistem hukum Eropa Kontinental tentang pengurusan harta orng lain, tedapat 3 macam kelalaian dengan kosekuensi hukum yg berbeda beda, yaitu: Kelalaian ringan (slight negligence) Kelalaian biasa (ordinary negligance) Kelalaian berat (gross negligance)
3. Perbuatan kecerobohan Reckless conduct merupakan tingkat kelalaian yg lebih tinggi derajatnya bahkan lebih tinggi dari kelalaian berat (gross negligence). Kapan seseorang dikatakan melakukan tindakan kecerobohan tsb. Umumnya diterima kriteria bahwa tindakan keceroboha tersebut ada jika:
Perbuatan tersebut mengakibatkan resiko yg tidak layak (unreasonable) berupa bahaya bagi tubuh seseorang. Risiko sangat besar, baik ditinjau dari segi bahayanya maupun dari besarnya kemungkinanakan terjadi resiko tsb.
Perbedaan mengenai tingkat kelalaiannya, antara tindakan kelalaian dgn kecerobohan terdapat juga perbedaan dari jenis masing2 perbutan melawan hukum tersebut. Pada kelalaian pelakunya dalam keadaan kurang perhatian, tidak kompeten, tetapi pada tindakan kecerobohan, si pelaku sadar sepenuhnya atau di presumsi adanya kesadaran akan terjadi kerugian pada korban, tetapi tetap saja melakukan perbuatan tersebut.
Kecerobohan ini berbeda dengan perbutan melawan hukum karena kesengajaan, sebab dalam tindakan kecerobohan, sipelaku tidak berniat untuk dengan sengaja menimbulkan kerugian bagi orang lain, ttpi dia melakukan sesuatu yg dia sadar sepenuhnya bahwa akibat tertentu yang merugikan orang lain akan terjadi, dimana dia tidak mempedulikan tentang akibat tersebut dan akan tetap memilih untuk melakukannya.