Pendekatan Hukum Berperspektif Feminist

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Sri turatmiyah Arfianna novera Putu samawati
Advertisements

ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB
Latar Belakang Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang.
KDRT Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebagai Salah Satu Bentuk Penyimpangan Sosial
Presentasi Wanita dan Hukum
PANCASILA 10 PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA PENGANTAR
GOOD MORNING.
Dédé Oetomo, PhD Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Pusat Penelitian Humaniora, Kebijakan Kesehatan & Pemberdayaan Masyarakat.
BAGAIMANA PEMBAGIAN WARISANNYA ?
KEWENANGAN BERHAK MANUSIA PRIBADI MEMPUNYAI KEWENANGAN BERHAK SEJAK IA DILAHIRKAN, BAHKAN SEJAK DALAM KANDUNGAN IBUNYA, ASAL IA LAHIR HIDUP APABILA KEPENTINGANNYA.
HUKUM PERKAWINAN POLIGAMI
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
FEMINISME DAN KRIMINOLOGI
PENGANTAR PENGERTIAN DASAR HUKUM TATA USAHA NEGARA DAN HUKUM PERADILAN TATA USAHA NEGARA Tata Usaha Negara menurut ketentuan pasal 1 ayat 7 UU No. 5 tahun.
HUKUM KELUARGA By Ricky Maulana
HIV & AIDS DALAM G ERAKAN P EREMPUAN RR. Agustine Koalisi Perempuan Indonesia.
NIKAH SIRRI, POLIGAMI, dan KAWIN KONTRAK
Hukum Perdata : hukum keluarga by : Vini Dwiki Windari Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
DEWI NURUL MUSJTARI, S.H., M.HUM FAKULTAS HUKUM UMY
HUKUM PERKAWINAN Ialah peraturan hukum yang mengatur perbuatan hukum serta akibat-akibatnya antara dua pihak, yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita.
A. Syarat Materil : B. Syarat Formil Materil Umum/Absolut
Oleh : Millisa Chusnul Eka Safitri H
UU PERKAWINAN UU NO 1 TAHUN 1974.
Hukum keluarga.
PERJANJIAN PERKAWINAN Menurut KUHPerdata
HUKUM KELUARGA.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PENDIDIKAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Rachmi Sulistyarini, SH MH
Hukum keluarga.
HUKUM KELUARGA DAN HUKUM HARTA BENDA PERKAWINAN
Konsep-Konsep Dasar Feminisme
Program Studi Ilmu Komunikasi
GUGATAN PTUN Dr. Triyanto.
Program Studi Ilmu Komunikasi
Pendekatan Hukum Berperspektif Perempuan
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
PERJANJIAN PERKAWINAN Menurut KUHPerdata
HUKUM PERDATA.
Masalah sosial Muhammad Noor Hidayat.
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
SEKS & GENDER.
ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB
Marxism.
Hukum Perkawinan.
Asas-Asas Umum dlm UUPA
PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAM RELASI HUKUM DAN KEKUASAAN SERTA DALAM MENGHADAPI ISU-ISU GLOBAL Kelompok 10 Anesta Ebri Dewanty
Pasal 53 UU No.9/Th 2004 : (1) Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan.
Pendekatan Hukum Berperspektif Perempuan
ASAS-ASAS HUKUM PERKAWINAN
Fakultas Hukum Universitas Pancasila
Perempuan & Hukum: Pengantar
UNIT PPA SAT RESKRIM POLRES KOTA DEPOK 31 MEI 2011.
Isu-Isu Hukum dari Perspektif Perempuan: Suatu Pengantar
Metode Penelitian Ilmu Hukum
Rachmi Sulistyarini, SH MH
Hukum dan Gender di Indonesia.
GENDER DAN KAJIAN TENTANG PEREMPUAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Pengarusutamaan Gender
Keluarga dan Pernikahan
HUKUM PERKAWINAN Moh. Saleh Ismail.
PANCASILA 10 PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA PENGANTAR
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
PENERAPAN UNDANG-UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (PKDRT)
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.  KDRT adalah salah satu bentuk kekerasan berdasar asumsi yang bias gender tentang relasi laki-laki dan perempuan,  KDRT.
PELANGGARAN UU PORNOGRAFI
Sekretariat BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN
HUKUM PERKAWINAN. Arti perkawinan menurut UU No.1 tahun 1974 dan KUHPerdata Hakikat, asas, tujuan perkawinan menurut UU No. I tahun 1974 dan KUHPerdata.
Transcript presentasi:

Pendekatan Hukum Berperspektif Feminist Sulistyowati Irianto

Mengapa penting ? Hukum itu powerful  mengkonstruksi identitas kita (gender, ras, kelas, nasionaliti, agama), kategori orang baik2-kriminal, dst Hukum adalah text yg multitafsir (tergantung siapa yg menafsir & utk kepentingan apa)

Siapa perempuan ? Bukan identitas yg tunggal dan seragam  tidak laku lagi teori2 Feminist lama Perempuan ditempatkan berdasarkan identitasnya (ras, etnik, nasionaliti, kelas, agama) Identitas melegitimasi “othering process” –me-”liyan” kan perempuan Hukum memformalisasi tindakan me”liyan” kan perempuan

FEMINIST LEGAL STUDIES/ PENDEKATAN HUKUM BERPERSPEKTIF FEMINIST

Dikenal dengan berbagai nama Femininist Legal Theory Feminist jurisprudence Women and the Law Feminist Analysis of Law Feminist Perspectives on Law Feminist Legal Scholarship

FLT dalam Wacana Akademik Ada banyak aliran pemikiran the liberal atau equal-opportunity, atau formal equality, atau symetricist feminism, the assimilasionist feminism, the bivalent atau difference atau special treatment feminism, the incorporationist feminism, the different voice atau cultural atau relational feminism, the dominance feminism atau radical feminism, the post- modern feminism  

Ruang Lingkup I. Dengan cara apa hukum melegitimasi dan berkontribusi terhadap subordinasi perempuan II. Bagaimana hukum dapat digunakan untuk melakukan perubahan thdp situasi perempuan III. Tantangan2 yang terkait dengan hukum dalam upaya mengubah situasi

Latar belakang kemunculannya (1970-1980an): Tulisan-tulisan tentang perempuan dari berbagai lapangan studi yang mempengaruhi studi ilmu hukum. Banyaknya perempuan yang masuk sekolah hukum di Amerika menjelang tahun 1960 an. Akibat dari reaksi para feminis yang berperkara di pengadilan dan mengadakan tuntutan terhadap masalah hukum yang khas.

Asumsi Hukum diinformasikan oleh laki-laki, bertujuan memperkokoh hubungan-hubungan sosial yang patriarkhis (norma, pengalaman, kekuasaan laki-laki dan mengabaikan pengalaman perempuan) Hukum menyumbang kepada terjadinya ketidakadilan terhadap peremp Dg menunjukkan ciri-ciri hukum yang tidak netral dan bagaimana hukum dioperasikan, dapat ditemukan saran-saran untuk perbaikan (Cossman, 1990:1)

Inti Gagasan menguji apk hkm telah gagal mperhitungkan pengalaman peremp, atau betapa standar ganda dan konsep hkm telah rugikan peremp menerapkan metode kritis thdp penerapan hukum apa implikasi gender dari hkm yg merugikan peremp.

Berbagai pertanyaan perempuan Bgm identitas & imajinasi ttg peremp, tmasuk seksualitas, kapasitas, peranan dan nilai2 diproyeksikan oleh hukum ? Apakah hukum merefleksikan realitas dan pengalaman perempuan ? Perempuan yang mana ?

3. Isu apa yang diatur oleh hukum 3. Isu apa yang diatur oleh hukum ? Apakah seharusnya pengalaman perempuan masuk ke dalam isu tsb ? Aspek kehidupan perempuan yang mana yang terpengaruh ? Berdasarkan pengalaman & realitas perempuan, apakah hukum melindungi dan memberi benefit kepada perempuan ? Perempuan yang mana ? Apakah aspirasi & perspektif perempuan diperhitungkan oleh hukum ?

Doing law bagi seorg feminist: Melihat ada apa di balik rumusan2 hukum yg ada, utk dpt mengidentifikasi implikasi & mengamati asumsi2 yg mendasarinya, & membantu memecahkan persoalan konsekuensi metodologis: menggunak kasus2 p’alaman peremp sbg unit analisis utk melihat hubungan kekuasaan yg timpang, bgm peremp dpt menikmati hak-hak dasar dan memperoleh perlindungan hkm atau tidak.

Dua komponen FLT (1) eksploitasi dan kritik pada tataran teoretik terhadap interaksi antara hukum dan gender (2) penerapan analisis pada tataran praktis hukum (pidana, pornografi, kesehatan reproduksi), dan dengan tujuan reformasi hukum

Mengapa dibutuhkan teori ? Utk dpt memahami hakikat dr p’mslhan peremp dlm hukum Generalisasi didasarkan pada p’alaman masa lalu (konteks & detail utk memahami dan m’hargai perbedaan dan persamaan dalam situasi konkrit) Teori tidaklah “out there” ttp ada dlm p’alaman individu se-hari2, konkrit, kmd dianut sebagai pengalaman bersama P’alaman peremp b’beda2, opresi tidak hanya berdasarkan gender, ttp jg ras, kelas, etnisitas, agama, identitas sexual,dll

Bagaimana menggunakannya (1) Analisis terhadap substansi dan proses hukum: bgm hkm m’beri dampak kpd peremp & m’beri sumbangan kpd terjadinya subordinasi terhadap perempuan. Analisis peraturan2 yg diskriminatif dlm praktek social Contoh: larangan ikut pemilu (prn berlaku di USA), larang peremp sebagai pengacara (Canada, tahun 1874 dan 1941), Perda-Perda

Bagaimana menggunakannya (2): mtdlg n penalaran hkm Dekonstruksi mengenai mitos obyektifitas dan netralitas Jauh lampaui analisis doctrinal, & b’upaya utk gali pertanyaan2 ttg hub atr peremp, hkm & dan hub2 ketidakadilan & ketidaksetaraan, mis hubungan antara hukum dan negara, hukum dan ideology, dan bagaimana dampak dari hub2 tsb thdp peremp. Contoh: Ambivalensi Perda

Bgm hkm dpt digunakan untuk memajukan posisi perempuan Bgm hkm dpt digunakan untuk memajukan posisi perempuan ? (litigasi dan reformasi hukum) (1)  mengembangkan argumentasi hukum yg khusus yg menjadi tantangan bagi hukum yang bersifat diskriminatif (2)memberi perhatian kepada penanganan kasus-kasus di pengadilan (3)  Memfokuskan diri pada perumusan proposal bagi reformasi hukum

Kesamaan: Tema-tema umum Kritik terhadap sejarah Kritik terhadap jurisprudensi patriarkhi Kritik terhadap determinasi biologis Adopsi dialektika jenis kelamin/gender Ada komitmen bersama

Kesamaan pemikiran dalam metodologi Wacana pengalaman Pembangkitan kesadaran Mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan perempuan: (a)mengidentifikasi komponen gender dr hukum yang dinyatakan netral, (b) mengidentifikasi implikasi gender dari peraturan tsb Penalaran praktek feminist

Contoh (1): ambivalensi UU Perkawinan no 1/’74 Pasal 1: Perkawinan ialah ikatan lahir batin atr seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa  

Pasal 3 (1) Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunya seorang istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (2)Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan

Pasal 4 (1) Dlm hal seorg suami akan beristri lebih dari seorang, sebgm tsb dlm psl 3 (2) UU ini, maka ia wajib m’ajukan permohonan kpd pengadilan di daerah tempat tinggalnya (2) Pengadilan dimaksud dlm ayat (1) psl ini hanya memberi izin kpd seorg suami yg akan beristri lebih dr seorg apabila: (a)istri tdk dpt m’jalankan kewajiban sbg istri (b) istri mdpt cacat badan atau penyakit yg tidak dapat disembuhkan (c)istri tidak dapat melahirkan keturunan

Pasal 5 ayat 1 (1) utk dpt m’ajukan p’mohonan kpd p’adilan, sbgm dimaksud dlm psl 4 ayat (1) UU ini, hrs dipenuhi syarat2 sbb: a.     adanya persetujuan dari istri/istri b.    adanya kepastian bahwa suami mampu m’jamin keperluan2 hdp istri2 dan anak2 mrk c.     adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka  

Pasal 5 ayat 2 (2) persetujuan yg dimaksud pd ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri/istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya, dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya dua tahun atau karena sebab-sebab lain yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.

Contoh (2) UU Pornografi pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

…lanjutan Definisi ini, menunjukkan longgarnya batasan "materi seksualitas" dan menganggap karya manusia, seperti syair dan tarian (gerak tubuh) di muka umum, sebagai pornografi. Kalimat membangkitkan hasrat seksual atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat bersifat relatif dan berbeda di setiap ruang, waktu, maupun latar belak

Pasal 4 setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit membuat: a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. kekerasan seksual; c. masturbasi atau onani; d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. alat kelamin; atau f. pornografi anak.

..lanjutan Bahkan, dalam penjelasan UU disebutkan mengenai jenis “persenggamaan yang menyimpang”, perinciannya adalah persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat, binatang, oral seks, anal seks, lesbian, dan homoseksual.

terimakasih