NAMA KELOMPOK Sefdha Prisdayanti (1701026078) Syadza Hania Anwar (1701026079) Yakub Tri Gumilarn (1701026080) Muhammad Miftahun Niam (1701026081) Nindi Atika (1701026082) Muhammad Haikal Husain (1701026083) Safira Kholilia R (1701026084)
MU’JIZAT AL-QUR’AN PerkembaPerkembangan Pers pada Era Reformasi (1998 s.d. sekarang) Mukjizat Al- Qur`an adalah salah satu dari kemurahan Allah kepada manusia yang tidak sengaa menganugrahkan fitrah suci untuk membimbing mausia kepda sebuah kebaikan. Namun adakah yang sedudah tau arti dari mukjizat itu sendiri?. Mukjizat adalah sebuah perkara di luar kebiasaan dilakukan oleh Allah melalui para nabi dan rasul-Nya untuk membuktikan kenabian atau keabsahan risalah.
HAYOO INI SIAPA?
JADI ORDE BARU ITU APA?
Perkembangan Pers pada Era Orde Baru (1966-1998) Pada era Orde Baru (1966-1998) pengekangan terhadap kehidupan pers semakin parah. Pembredelan kembali terjadi sebanyak 102 kali, yaitu 50 kali pada tahun 1971 dan 40 kali tahun 1972, serta 12 penerbitan dibredel terkait dengan terjadinya “Peristiwa Malari”, 15 Januari 1974.
Pada masa Orde Baru, lembaran hitam menyelimuti sejarah pers Indonesia Pada masa Orde Baru, lembaran hitam menyelimuti sejarah pers Indonesia. Padahal dalam kurun waktun tersebut berlaku UU Pokok Pers No. 11/ 1966 yang memberi jaminan “seolah-olah” ada jaminan bahwa pemerintah tidak akan melakukan sensor dan pembredelan. Namun, Peraturan Menteri Penerangan RI No. 03/Per/Menpen/1969 mengharuskan adanya Surat Izin Terbit (SIT). Kemudian peraturan SIT ini dicabut bersamaan dengan berlakunya UU No. 21 Tahun 1982. Undang-undang ini kembali membuka keberadaan SIUPP/Surat Izin Usaha Penerbitan Pers melalui Permenpen No. 01/1984. Berdasarkan legalitas Permenpen No.01/1984, ketika itu enam penerbitan dibatalkan SIUPP-nya oleh penguasa Orde Baru.
Permenpen No. 01/1984 sudah sejak lama menghantui kehidupan pers karena pasal 33 ayat (h) peraturan tersebut memungkinkan pemerintah membatalkan SIUPP suatu penerbitan pers. Tidaklah mengherankan kalau keberadaan peraturan tersebut sejak lama digugat untuk dihapuskan. Peraturan tersebut muncul karena pada dasarnya pemerintah mana pun individu siapa pun tidak akan membiarkan tindakannya disorot, kebijakannya diteliti secara seksama, apalagi dikritik oleh media. Kekuatan politik manapun tidak akan rela melepaskan kekuasaannya tanpa berupaya membela kepentingannya. Mungkin kejadian pembredelan yang menimpa DeTIK, Tempo, dan Editor pada 1994 adalah fenomena yang terakhir bagi sejarah pers Indonesia.
ORDE...
REFORMASI?
Perkembangan Pers pada Era Reformasi (1998 s.d. sekarang) Masa peralihan dari pemerintah Orde Baru ke pemerintahan baru dikenal dengan masa reformasi. Rakyat banyak berharap pada pemerintah reformasi agar dapat menjawab tuntutan-tuntutan rakyat termasuk menjalankan pemerintahan yang transparan yang direalisasikan melalui kebebasan pers. Harapan-harapan rakyat pun terjawab, dilihat dari makin banyaknya media pers yang terbit, baik itu surat kabar, majalah, maupun tabloid. Para insan pers pantas berbahagia dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dalam undang-undang tersebut termuat kemajuan-kemajuan penting dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers. Hal ini disebabkan undang-undang yang baru memuat jaminan kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara. Selain itu, tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran.
Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 dinyatakan sebagai sapu jagatnya kemerdekaan pers Indonesia karena menghapus semua ketentuan represif yang pernah berlaku pada masa Orde Baru seperti berikut : Pasal 9 ayat (2) UU No. 40 Tahun 1999 yakni meniadakan keharusan mengajukan SIUPP untuk menerbitkan pers. Pasal 4 ayat (2) UU No. 40 Tahun 1999 yakni menghilangkan ketentuan sensor dan pembredelan pers, serta pelarangan penyiaran. Pasal 4 ayat (2) juncto pasal 18 ayat (1) UU No.40 Tahun 1999yakni melindungi praktisi pers dengan mengancam hukuman pidana dua tahun penjara atau denda Rp. 500.000.000,00 bagi yang menghambat kemerdekaan pers.
Selain menghapus berbagai kendala kemerdekaan pers tersebut, UU No Selain menghapus berbagai kendala kemerdekaan pers tersebut, UU No. 40 Tahun1999 juga memuat isi pokok sebagai berikut : Pasal 2 menyatakan kemerdekaan pers adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Pasal 4 ayat (1) menyatakan kemerdekaan pers adalah hak asasi warga negara. Pernyataan tersebut berarti bahwa kemerdekaan pers adalah hak asasi warga negara yang hakiki dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran, serta memajukan dan mencerdaskan bangsa. Jika pada masa Orde Lama maupun Orde Baru, pers bertanggung jawab serta harus tunduk pada pemerintah, namun hal ini berubah di masa Reformasi. Karena ini pers bertanggung jawab pada profesi dan hati nurani. Kebebasan pers kali ini wajib kita syukuri dengan cara memanfaatkan media informasi ini secara bertanggung jawab.
TERIMAKASIH
ADA YANG MAU BERTANYA? 1. 2. 3.