SOLUSI KOMPREHENSIF PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KONFLIK SOSIAL YANG DISEBABKAN MASALAH SENGKETA TANAH
I. KEBIJAKAN PERTANAHAN NASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA Sejalan dengan perkembangan yang terjadi, kebijakan pertanahan diatur dalam Tap MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Arah Kebijakan Pembaruan Agraria menurut Tap MPR No. IX/MPR/2001 tersebut adalah: Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip. 2. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat.
3. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform. 4. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip. 5. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang terjadi. 6. Mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumber daya agraria yang terjadi.
ARAH PENGELOLAAN SUMBER-SUMBER AGRARIA MASA LALU TRANSISI MASA DEPAN 4. Konflik & Keresahan 3. Ketimpangan Struktur Agraria 2. Degradasi sumber-sumber agraria & dehumanisasi 1. Politik ekonomi penyangkalan Keadilan Transisional Reforma Agraria Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat Reorientasi Srategi Pembangunan Kepastian Hak Keadilan Agraria Environmental Governance Politik Ekonomi Pemberdayaan
Berdasarkan TAP MPR No. IX/MPR/2001, apa yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah untuk memberikan kepastian atas tanah dan Sumber Daya Alam ? Diusulkan : Inventarisasi dan identifikasi kesatuan masyarakat adat dan wilayah adat secara partisipatif. Redefinisi atau rasionalisasi kawasan hutan. Penataan batas dan pemetaan secara partisipatif. Mengakomodasikan sistem pertanahan yang cocok bagi petani dan masyarakat adat. Pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat. Memfasilitasi proses-proses pengembalian/restitusi bukan hanya kompensasi hak-hak masyarakat adat yang “diambil”.
Pada akhirnya : Penyerahan wewenang secara utuh kepada Kabupaten untuk mengatur masalah pertanahan secara komprehensif. Pendekatan sektoral bertentangan dengan prinsip TAP MPR No. IX/MPR/2001. Penghormatan, pengakuan, perlindungan serta pemajuan hak-hak masyarakat adat atas tanah dan Sumber Daya Alam (sesuai dengan Pasal 18 dan 28 Amandemen II UUD 1945). Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Pertanahan dengan segera (Mandat TAP MPR No. IX/MPR/2001). Melakukan dialog tentang sistem pertanahan yang cocok bagi masyarakat adat, petani yang sesuai dengan aspirasi rakyat dan sejalan dengan perkembangan kebijakan nasional terkini dan perangkat-perangkat Internasional.
Dalam rangka melaksanakan Tap MPR No Dalam rangka melaksanakan Tap MPR No. IX/MPR/2001, dikeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan. Kebijakan nasional yang ditetapkan adalah: Penyusunan RUU Penyempurnaan UU No. 5 Tahun 1960 dan RUU Hak Atas Tanah serta peraturan perundang-undangan lainnya di bidang pertanahan Pembangunan sistem informasi dan manajemen pertanahan yang meliputi: Penyusunan basis data tanah-tanah asset Negara/pemerintah/pemerintah daerah di seluruh Indonesia, penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah, yang dihubungkan dengan e-government, e-commerce, dan e-payment, pemetaan kadastral dalam rangka inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan menggunakan teknologi citra satelit dan teknologi informasi, dan pembangunan serta pengembangan pengelolaan penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui sistem informasi geografi, dengan mengutamakan penetapan zona sawah beririgasi, dalam rangka memelihara ketahanan pangan nasional
Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden No Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tersebut dinyatakan kewenangan pemerintah di bidang pertanahan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota meliputi kewenangan pemberian izin lokasi, penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, penyelesaian sengketa tanah garapan, penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan, penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee, penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat, pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong, pemberian izin membuka tanah, dan perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan tersebut, Badan Pertanahan Nasional menyusun norma-norma dan/atau standardisasi mekanisme ketatalaksanaan, kualitas produk dan kualifikasi sumber daya manusia yang diperlukan.
Ada perbedaan antara Sengketa pertanahan, konflik pertanahan dan perkara pertanahan. Di dalam pasal 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 3 Tahun 2011 disebutkan sebagai berikut : Sengketa Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Konflik Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis. Perkara pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan yang masih dimintakan penanganan perselisihannya di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Gelar Kasus Pertanahan adalah mekanisme kelembagaan Badan Pertanahan Nasional RI dalam rangka penanganan dan/atau penyelesaian Kasus Pertanahan.
Jenis konflik pertanahan yang sering timbul adalah mengenai: Status pemilikan tanah Status penguasaan tanah Ganti rugi pembebasan Status penggunaan
Pihak-pihak yang saling bersengketa yang sering timbul adalah mengenai: Masyarakat vis a vis pemerintah Masyarakat vis a vis pengusaha Sesama masyarakat
Dasar Hukum Penyelesaian Sengketa Alternatif Penyelesaian Sengketa 3. Arbitrase - Alternatif Penyelesaian Sengketa Musyawarah 2. Melalui peradilan Pancasila UUD ‘45 UU No. 4/2004 Peradilan Umum Hukum Acara Perdata (HIR) Hukum Acara Pidana (KUHAP) Peradilan TUN Hukum Acara TUN (UU No. 9/2004) Peradilan Agama Hukum Acara Peradilan Agama Peradilan Militer Hukum Acara Peradilan Militer UU 30/1999
Perspektif Hukum Penyelesaian Sengketa Pertanahan Undang Undang mengenai penyelesaian sengketa tanah Isi a.l.: Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Tanah termasuk struktur organisasi, termasuk di daerah dan tata cara kerjanya Alternatif penyelesaian sengketa - mediasi - negosiasi - konsiliasi 3. Pembentukan Arbitrase 4. Dll. Masing-masing item ditindaklanjuti oleh Peraturan Pemerintah Peraturan Daerah dan SK-SK Bupati.
PERBANDINGAN ANTARA PERUNDINGAN, ARBITRASE, DAN LITIGASI Proses Perundingan Arbitrase Litigasi Yang mengatur Para pihak (parties) Arbiter Hakim Prosedur Informal Agak formal sesuai dengan rule Sangat formal dan teknis Jangka waktu Segera (3 – 6 minggu) Agak cepat (3 – 6 bulan) Lama (2 tahun lebih) Biaya Murah (low cost) Terkadang sangat mahal Sangat mahal (expensive) Aturan pembuktian Tidak perlu Agak informal Publikasi Konfidensial Terbuka untuk umum Hubungan para pihak Kooperatif Antagonistis Fokus Penyelesaian For the future Masa lalu (the past) Metode negosiasi Kompromis Sama keras pada prinsip hukum Komnunikasi Memperbaiki yang sudah lalu Jalan buntu (blocked) Result Win-win Win-lose Pemenuhan Sukarela Selalu ditolak dan mengajukan posisi Ditolak dan mencari dalih Suasana emosional Bebas emosi Emosional Emosi bergejolak
II. SOLUSI KOMPREHENSIF PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KONFLIK SOSIAL YANG DISEBABKAN MASALAH SENGKETA TANAH Solusi komprehensif yang dapat dilakukan mencakup dua hal yaitu mengenai penyempurnaan peraturannya, dan memperbaiki hal-hal di luar peraturan. Penyempurnaan peraturan perlu segera dilakukan dalam hal ini segera melaksanakan perintah Tap MPR No. IX/MPR/2001, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Tap MPR tersebut yaitu menyempurnakan kajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor. Selain itu perlu segera disusun UU Hak Atas Tanah. Disamping itu segera melakukan harmonisasi hukum di bidang agraria dengan bertitik tolak pada UUPA sebagai ketentuan dasar penyelenggaraan keagrariaan Indonesia.
Sedangkan di luar peraturan, yang perlu dilakukan antara lain: Melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia untuk memberi jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang hak, menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan, dan untuk mewujudkan tertib administrasi pertanahan. Penggunaan Alternatif Penyelesaian Sengketa dengan cara mediasi untuk menyelesaikan sengketa tanah mempunyai segi positif mengingat waktunya singkat, biaya ringan dan prosedurnya sederhana. Mengaktifkan peran Badan Pertanahan Nasional dalam penyelesaian kasus pertanahan. Kasus pertanahan adalah sengketa, konflik, atau perkara pertanahan yang disampaikan kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan nasional.
III. PENUTUP a. Kesimpulan Timbulnya sengketa pertanahan disebabkan adanya benturan-benturan kepentingan antara pihak yang hendak menguasai tanah dan pihak yang mempunyai hak dan kepentingan atas tanah yang juga dipengaruhi oleh peraturan perundangan dan kebijakan Pemerintah yang tumpang tindih. Cara-cara penyelesaian sengketa pertanahan dapat dilaksanakan melalui musyawarah, Badan Peradilan, Arbitrase dan Alternatip Penyelesaian Sengketa (APS). Cara-cara arbitrase dan APS lebih dianjurkan untuk mencegah konflik yang berkepanjangan yang secara umum telah diatur dalam peraturan perundangan.
Penyelesaian tumpang tindih antara instansi-instansi Pemerintah harus diselesaikan secara musyawarah atau melalui instansi yang lebih tinggi. Dalam menyelesaikan sengketa pertanahan yang penting adalah bukan caranya, akan tetapi pemahaman tentang sumber, asas ketentuan serta penerapan asas dan ketentuan tersebut dalam menyelesaikan sengketa.
B. Saran Perlu segera dibuatkan peraturan perundangan tentang penyelesaian sengketa pertanahan mulai dari UU, PP, Perda sampai dengan SK Bupati. Dalam rangka penyelesaian sengketa pertanahan, perlu adanya peran serta semua pihak, yaitu: a. Pihak yang memerlukan tanah; b. Masyarakat yang tanahnya terkena pembangunan; c. Pemerintah Daerah dan Pimpinan informal/ketua-ketua masyarakat hukum adat 3. Pemerintah Daerah sebagai mediator independen (tidak memihak)
4. Komitmen kuat dari DPRD untuk membantu masyarakat 5. Membuka saluran keluhan warga sebelum terjadi konflik 6. Para pihak harus membangun komunikasi yang intensif 7. Sosialisasi dan monitoring kesepakatan 8. Pilihan kompensasi yang bersifat sustainable Akses masyarakat terhadap tanah dan sumberdaya alam tidak putus Perlu ada pemahaman dan pengetahuan yang setara mengenai hukum di antara para pihak.
11. Keputusan diambil secara suka rela dan tidak dimanipulasi 12. Mediator memahami sosio-budaya masyarakat setempat 13. Identifikasi sumber, aktor dan cakupan konflik 14. Mengajukan pilihan prioritas penyelesaian konflik 15. Aspek-aspek pendukung penyelesaian konflik 16. Diperlukan hakim yang mendalami satu bidang spesialisasi di samping seorang generalis melalui pelatihan, pendidikan lanjutan dan pengembangan analisis kasus yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam rangka penanganan kasus.