Tim Kajian GN SDA –KPK Tanggal 20 April 2016

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
STRATEGI POKOK Kebijakan Fiskal Kebijakan Perbankan/Keuangan
Advertisements

Hutan Jawa Layak Dikelola oleh Rakyat Tim E2J-Klinik Hukum Lingkungan FH UGM dan ARUPA Jakarta – 11 Desember 2012.
PROSES DAN MEKANISME PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN
Verifikasi Dan Validasi Data (Cakupan, Batas dan Ibukota) Pemekaran Daerah Oleh: DIREKTUR JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM JAKARTA, 2 Juli 2012.
KEBIJAKAN PENYEDIAAN PRASARANA OLAH RAGA DI DAERAH PERMUKIMAN
TINDAK LANJUT PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang
Andri Santosa Palu, 29 Februari 2012
ISU STRATEGIS LINTAS AREA
KEBIJAKAN PENYUSUNAN PERDA TANAH ULAYAT
KEBIJAKAN DALAM PENANGANAN KONFLIK TENURIAL KAWASAN HUTAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
ROAD MAP IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 DISAMPAIKAN OLEH: TARMIZI.
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL 2015
PENGEMBANGAN ROTAN INDONESIA MELALUI POLA SENTRA HHBK
DINAS PERTANIAN PROVINSI BENGKULU 2012
PENYUSUNAN RTRW KECAMATAN SANDARAN BERBASIS MASYARAKAT
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI PETANI KELENGKENG DI DESA KLEPU KECAMATAN PRINGSURAT KABUPATEN TEMANGGUNG Oleh Aan Pambudi ( )
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PENERTIBAN TANAH TERLANTAR
Oleh: Silvana Maulidah, SP. MP.
Resiko Korupsi dalam REDD+ Oleh: Team Expert. Kenapa Kita Bicara Korupsi dalam REDD? Hutan Dikelola Rusak Lestari Korupsi Good Governance REDD Lestari.
Biro Administrasi Kesra dan Kemasyarakatan Setda DIY
REDISTRIBUSI TANAH ... ?.
Profil Desa dan Kelurahan Provinsi Jawa Timur
PENERTIBAN TANAH TERLANTAR
Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Hak, Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan Gender serta Keadilan Lingkungan: Tinjauan untuk Pengelolaan Sumberdaya.
Kepala Biro Organisasi Setda Prov. Sumbar
Rencana Kerja Penyuluhan Kehutanan Swadaya.
STRATA BANGUNAN BERTINGKAT
PELIBATAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM PERTANIAN
Good Governance Dalam Penataan Kota Jakarta
PELAKSANAAN TATAGUNA TANAH
Luruhnya Hak Publik (Bangsa) di Tangan Lembaga Publik (Negara)
Tim Kerja Harmonisiasi Regulasi GN-SDA
PENGELOLAAN DAN LEGALISASI ASET BARANG MILIK NEGARA BERUPA TANAH
RENCANA PRODUKSI DAN PERCEPATAN HILIRISASI BENIH KOMODITAS PERKEBUNAN
Komisi Pemberantasan Korupsi Balai Kartini, 13 Desember 2012
PERKEBUNAN DAN MASALAHNYA
“SURVEI EKONOMI PEMBANGUNAN PERTANIAN DI DESA DONOWARIH, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG Kelas E.
Pikiran-Pikiran Umum Masyarakat Sipil Terhadap Rancangan PP Perencanaan Hutan Bogor 28 Juni 2016.
Disampaikan Oleh: MY ESTI WIJAYATI ANGGOTA DPR RI KOMISI X
MANAJEMEN RISIKO USAHA
KEBIJAKAN PENYEDIAAN PRASARANA OLAH RAGA DI DAERAH PERMUKIMAN
Hak Kepemilikan Hutan Nama kelompok: Masruri ( )
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
OTONOMI BIDANG PERTANAHAN
Mobil Hijau SIKIB Wilayah Kab. Kulon Progo
REVOLUSI HIJAU.
Posisi Pedoman Umum Pembangunan Kota Baru dengan Rencana Tata Ruang
TAHUN 2014 TENTANG DESA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT
Konservasi Sumber Air Berbasis Marga (Klen/Suku) dalam Tata Ruang Desa
POSISI MASYARAKAT ADAT DALAM KEBIJAKAN KONSERVASI DI INDONESIA
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL 2015
STIEPAR YAPARI AKTRIPA BANDUNG
TATA KELOLA KAWASAN HUTAN DAN LEGALITAS USAHA PERKEBUNAN
Masyarakat Hukum Adat: Dalam Refleksi Perubahan Kebijakan Kehutanan
SISTEM PEMERINTAHAN DESA Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS.
PENYUSUNAN MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERBASIS KOMODITI PALA
Nixon Rammang. Undang – undang No 5 Tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok Kehutanan diganti dengan Undang-Undang 41 Tahun 1999 Pengelolaan hutan oleh dan.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Pendalaman Materi Sosiologi
1.Permasahan lahan untuk sekedar dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tetapi mengakui eksistensi lahan hutan dan status kawasan, seperti : penggarapan.
Pusat Perencanaan Kepegawaian dan Formasi 2016
PENGANTAR PERENCANAAN PENGEMBANGAN SPAM
IMPLEMENTASI UNDANG – UNDANG NO. 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT OLEH:TUTIK KUSUMA WADHANI,SE,MM,M.Kes.
MASALAH PERTANAHAN TANAH WAKAF DAN PAJAK DI LINGKUNGAN PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH SULTENG Dr. H. Rajindra, S.E., M.M NBM : Di Presentasikan di.
PROGRAM PENATAAN KEPENDUDUKAN
Oleh : Drs.DIAN BUDIYANA,M.Si KEPALA BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAHAN DESA KABUPATEN CIAMIS.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.
Membangun Asa Demokrasi Alternatif di Desa
Transcript presentasi:

Tim Kajian GN SDA –KPK Tanggal 20 April 2016 Temuan Awal Kajian Konflik Sertipikasi di Kawasan Hutan (Perhutani) (Studi Kasus di Kabupaten Trenggalek) Tim Kajian GN SDA –KPK Tanggal 20 April 2016

Konten Presentasi Potret Umum Lokasi Kajian Temuan Umum Temuan Khusus Rekomendasi

Potret Umum Lokasi Kajian Desa Sobo Menurut Laporan Perhutani Terdapat 77 SHM (8,935 ha) Temuan Lapangan Terdapat 124 SHM (46 ha) 77 SHM diserahkan ke Perhutani (66 SHM dikordinir Desa, 11 langsung ke Perhutani) Jumlah anggota LMDH 650 orang Menurut Laporan Perhutani Semua SHM di Wilayah Kerja Masyarakat melakukan okupasi lahan Temuan Lapangan 8-9 ha tanah GG (menurut Desa & Masyarakat) Sisanya 38-37 ha di luar tanah GG Bagi hasil/taksasi hasil panen cengkeh ke LMDH dan Perhutani

Potret Umum Lokasi Kajian (lanjutan) Desa Sobo Cengkeh, Kelapa, Singkong, Padi, sengon Singkong, kunyit, Pemanenan Padi Cengkeh Masyarakat

Potret Umum Lokasi Kajian (lanjutan) Desa Bogoran Menurut Laporan Perhutani Terdapat 8 SHM (0,8600 ha) Tanah SHM adalah KSP Mata Air Temuan Lapangan 8 SHM adalah tanah GG hasil tukar (jual/beli) Desa dan Warga 8 SHM dimiliki satu keluarga Wil. Kerja Perhutani meluas, mematok tanah warga Temuan Lapangan Argument Perhutani: Peta Kerja Tiga (3) tanah GG yang diklaim sebagai wilayah Perhutani (dg dasar jenis tanaman, pinus) Pinus ditanam warga dari bibit sisa di tanah GG Tanah GG2: bangunan TK Tanah GG3: Polindes Warga sebagai buruh sadap getah pinus (Rp3.500-3.563/kg, tanpa grading)

Potret Umum Lokasi Kajian (lanjutan) Desa Bogoran + Pematokan Lahan Warga Oleh Perhutani Tanah GG 2 (Bangunan TK) + Tanah GG 3 (Bangunan Polindes)

Potret Umum Lokasi Kajian (lanjutan) Desa Watuagung Menurut Laporan Perhutani Terdapat 17 SHM (2,1113 ha) Tanah SHM adalah Okupasi Lahan Temuan Lapangan Tanah SHM adalah tanah GG Usaha pertanian berupa tanaman hortikultura, palawija, cengkeh, dan buruh sadap getah pinus Temuan Lapangan Bagi hasil: 1) hasil panen cengkeh, tetapi skrg tidak karena cengkeh terkena penyakit; 2) dari upah sadap getah pinus (Rp3200/kg, tanpa grading) Hasil pinus sudah tidak produktif, tetapi terdapat perpanjangan usia sadap (saat ini umur pinus lebih dari 40 tahun)

TEMUAN UMUM

Temuan Umum Konteks maraknya pemberian sertipikat (dalam kasus Trenggalek) didorong dalam konteks atmosfir reformasi. Pada saat itu kendudukan Badan Pertanahan (berwenang mengatur IP4T) merasa punya otoritas lebih, dibanding posisi institusi Kehutanan. Pemda yang semestinya berada di titik netral justru “berpihak” pada tujuan-tujuan sertipikasi lahan dan belum maksimal selama ini berkontribusi dalam penyelesaian konflik yang terjadi. 1 2

Temuan Umum (lanjutan) Dasar klaim dan argumen, BPN maupun Perhutani memiliki kesamaan ‘karakter’dari pusat hingga daerah. BPN menegaskan diri sebagai “lembaga negara” yang berkuasa atas tanah. Perhutani mengklaim sebagai penguasa kawasan hutan dan tanah negara. Masing-masing lembaga memiliki sejarah konflik kelembagaan yang panjang dan khusus. 3

Temuan Umum (lanjutan) 4 Ketergantungan masyarakat atas sumberdaya hutan sangat kuat untuk menopang kehidupan sehari-hari Sehingga mesti relatif hati-hati dalam merumuskan solusi, agar tidak mengganggu yang existing baik di masyarakat. Jika tujuan utama solusi untuk kepastian tenurial (tenurial security) maka mesti dilihat dulu bagaimana tata kelola yang telah eksisting di lapangan (sudah baik atau belum). Jika sudah yang perlu dilakukan penguatan saja. Kasus Sobo menunjukkan tata kelola budidaya cengkeh telah cukup baik dan mensejahterakan.

Temuan Umum (lanjutan) 5 Pemenuhan prosedur legal masih menjadi tujuan dari program BPN maupun Perhutani dan mengabaikan nilai-nilai untuk mendapat legitimasi dari masyarakat.

TEMUAN KHUSUS

Temuan Khusus 1 Sejarah dan latar belakang pemberian sertipikat tidak seragam di tiap desa. Ada yang didorong oleh dinamika politik lokal desa (PILKADES), pertentangan klaim status tanah dan kepentingan ekonomi kelembagaan desa. Sertifikat bukanlah representasi dari pengakuan wilayah kelola masyarakat di kawasan hutan (Perhutani). Sebab antara luas lahan yang disertifikat dengan luasan garapan yang dikelola masyarakat, jauh lebih luas yang tidak disertifikat. 2

Temuan Khusus 3 Terdapat keragaman jenis pemegang sertipikat di setiap desa, seiring pemaknaan yang beragam atas sertifikat. Umumnya pemaknaan ada tiga pandangan: Sebagai tenurial security (akibat warisan perampasan tanah dan ruang hidup mereka selama ini) Sebagai cadangan untuk dapat dana segar dari bank. Sebagai prestise sosial

Temuan Khusus 4 Jenis komoditas menentukan jenis konflik yang lahir di desa. Jika komoditasnya masih tetap seperti kategori milik Perhutani (Misalnya: Pinus ) praktiknya masyarakat tidak banyak diuntungkan (kasus desa Watuagung dan Bogoran). Sebaliknya jika tanamannya selaras dengan keterampilan dan pengetahuan masyarakat dengan tenurial security yang jelas maka lebih banyak menguntungkan warga (kasus Desa Sobo dengan cengkehnya).

Temuan Khusus 5 Kedua belah pihak (Perhutani dan BPN) sama-sama memiliki kontribusi dalam pembentukan akar masalah konflik. BPN dengan tujuan Program Prona dan P3HT (Proyek Penertiban dan Peningkatan Pengurusan Hak atas Tanah) nya. Perhutani dengan perubahan pematokan berdasarkan peta kerja yang terus berubah-ubah.

Temuan Khusus 6 Masyarakat mampu meningkatkan ekonomi lokal mereka ketika tenurial security didapatkan oleh mereka. Dan sebaliknya, Ketiadaan tenurial security menjadikan masyarakat terpinggirkan dari ruang kelolanya sendiri. Hal ini juga sangat ditentukan oleh jenis kepemimpinan, hubungan-hubungan sosial dan kekuasaan di tingkat desa.

Temuan Khusus 7 PHBM dengan LMDH tidak sepenuhnya menjadi representasi dari ruang bagi masyarakat sekitar hutan. Sebab praktiknya tidak sepenuhnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Sangat tergantung pada siapa dan bagaimana pengelolaannya. Jenis kepemimpinan PHBM/LMDH tertentu justru pencipta konflik masyarakat dengan Perhutani.

Temuan Khusus 8 Terjadi pembiaran konflik akibat dari ketidaktahuan kasus-kasus yang muncul secara utuh dan menyeluruh hingga di tingkat tapak. Hal ini akibat dari rotasi yang cepat di pimpinan Perhutani dan ketidak-hadiran pimpinan di tiap kasus konflik yang muncul. Beragam orientasi “kejar target” program pertanahan ikut mendorong semaraknya pemberian pengakuan atas tanah warga dan kadangkala kurang jeli dan peka pada potensi konflik sosial dan agraria yang lebih luas. 9

Matrik Temuan Desa Sobo Sampoerna (150-200 ton kering)

Matrik Temuan (lanjutan) Desa Bogoran

Rekomendasi 1 Mendorong lebih jauh keterlibatan PEMKAB dalam penyelesaian masalah konflik agraria didasarkan pada tugas dan kewenangan politik yang dimilikinya. Mendorong Kementerian ATR/BPN dengan kewenangan yang dimilikinya untuk menentukan perspektif dan sikapnya dalam melihat kasus sertipikasi di Kab. Trenggalek ini sebagai “noktah emas” atau “noktah hitam”. 2

Rekomendasi 3 Dalam penghormatan atas hukum dan demi tujuan simbol politik dan sosial, maka penting: Mengembalikan terlebih dahulu sertipikat yang dikeluarkan oleh BPN kepada pemilik hak. Seiring dengan itu tetap mempersiapkan strategi dan memperhatikan “efek bola salju” atas pemberian kembali sertipikat tersebut. Perlu diperiksa ulang akar masalah pemerian sertipikat di Trenggalek kaitannya dengan kepentingan dan tujuan pembangunan yang lebih besar di aras Kabupaten dan Provinsi. Hal ini perlu dengan menelisik lebih jauh bagaimana RTRW dan perencanaan pembangunan strategis lainnya yang berbasis lahan akan diletakkan. 4

Rekomendasi 5 Pentingnya terobosan beragam “pengakuan” pengelolaan masyarakat atas tanah di wilayah hutan (Perhutani) yang telah menunjukkan daya kelola yang selaras dengan kebutuhan fungsi kawasan hutan dan tujuan keberlanjutan alam. Pentingnya memperhatikan jenis-jenis hubungan sosial-ekonomi dan ekologis masyarakat dengan SDA di wilayahnya sebagai landasan jenis pengelolaan bersama SDH yang dilandasai prinsip keadilan dan keberlanjutan ekologis. 6

Rekomendasi 7 Perlunya koreksi peran dan fungsi Perhutani sebagai Perum yang telah “melampaui” kewengannya hingga menyentuh soal tenurial. Mendahulukan pemberian tenurial security atas hak kelola rakyat, di atas pemenuhan legalitas dan prosedural formal kelembagaan. 8

TERIMA KASIH