SISTEM KEKERABATAN Dasar kekerabatan masyarakat Asmat adalah keluarga inti monogami, atau kadang-kadang poligini, yang tinggal bersama- sama dalam rumah panggung (rumah keluarga) seluas 3 m x 5 m x 4 m yang sering disebut dengan tsyem. Walaupun demikian, ada kesatuan-kesatuan keluarga yang lebih besar, yaitu keluarga luas uxorilokal (keluarga yang sesudah menikah menempati rumah keluarga istri), atau avunkulokal (keluarga yang dudah menikah menempati rumah keluarga istri dari pihak ibu). Karena itu, keluarga-keluarga seperti itu, biasanya terdiri dari 1 keluarga inti senior dan 2-3 keluarga yunior atau 2 keluarga senior, apabila ada 2 saudara wanita tinggal dengan keluarga inti masing-masing dalam satu rumah. Jumlah anggota keluarga inti masyarakat Asmat biasanya terdiri dari 4-5 atau 8-10 orang
lanjutan Sistem kekerabatan orang Asmat yang mengenal sistem clan itu mengatur pernikahan berdasarkan prinsip pernikahan yang mengharuskan orang mencari jodoh di luar lingkungan sosialnya, seperti di luar lingkungan kerabat, golongan sosial, dan lingkungan pemukiman (adat eksogami clan). Garis keturunan ditarik secara patrilineal (garis keturunan pria), dengan adat menetap sesudah menikah yang virilokal. Adat virilokal adalah yang menentukan bahwa sepasang suami-istri diharuskan menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami. Dalam masyarakat Asmat, terjadi juga sistem pernikahan poligini yang disebabkan adanya pernikahan levirat. Pernikahan levirat adalah pernikahan antara seorang janda dengan saudara kandung bekas suaminya yang telah meninggal dunia berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
UPACARA ADAT 1. PESTA BAKAR BATU Pesta Bakar Batu mempunyai makna tradisi bersyukur yang unik dan khas. dan merupakan sebuah ritual tradisional Papua yang dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur atas berkat yang melimpah, pernikahan, penyambutan tamu agung, dan juga sebagai upacara kematian. Selain itu, upacara ini juga dilakukan sebagai bukti perdamaian setelah terjadi perang antar-suku.
2. UPACARA POTONG JARI masyarakat pegunungan tengah Papua yang melambangkan kesedihan lantaran kehilangan salah satu anggota keluarganya yang meninggal tidak hanya dengan menangis saja. Melainkan ada tradisi yang diwajibkan saat ada anggota keluarga atau kerabat dekat seperti; suami,istri, ayah, ibu, anak dan adik yang meninggal dunia. Tradisi yang diwajibkan adalah tradisi potong jari. Jika kita melihat tradisi potong jari dalam kekinian pastilah tradisi ini tidak seharusnya dilakukan atau mungkin tradisi ini tergolong tradisi ekstrim. Akan tetapi bagi masyarakat pegunungan tengah Papua, tradisi ini adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Mereka beranggapan bahwa memotong jari adalah symbol dari sakit dan pedihnya seseorang yang kehilangan sebagian anggota keluarganya.
lanjutan radisi potong jari di Papua dilakukan dengan berbagai cara ada yang menggunakan benda tajam seperti pisau, kapak atau parang. Cara lainya yaitu mengikat jari dengan seutas tali sampai beberapa lama waktunya sehingga menyebabkan aliran darah terhenti dan pada saat aliran darah berhenti baru dilakukan pemotongan jari.
3. UPACARA TANAM SASI Di suku Marin, Kabupaten Merauke, terdapat upacara Tanam Sasi, sejenis kayu yang dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian upacara kematian. Sasi ditanam 40 hari setelah kematian seseorang dan akan dicabut kembali setelah 1.000 hari. Budaya Asmat dengan ukiran dan souvenir dari Asmat terkenal hingga ke mancanegara. Ukiran Asmat memiliki empat makna dan fungsi, masing-masing: 1. Melambangkan kehadiran roh nenek moyang; 2. Untuk menyatakan rasa sedih dan bahagia; 3. Sebagai lambang kepercayaan dengan motif manusia, hewan, tumbuhan dan benda-benda lain; 4. Sebagai lambang keindahan dan gambaran memori nenek moyang.
UPACARA ADAT PESTA BAKAR BATU UPACARA POTONG JARI UPACARA TANAM SASI