Perkembangan Televisi di Indonesia Kelompok 6 Hari Fariska, Irsalina Permatasari, Mory Wulandari, Sabila Hasya Anata, Rizky Pramana, Niswatul Khimayah
3 Pilihan Referensi Kombinasi 2 & 3 Amerika serikat Sumber daya Eropa Barat Stabilitas nasional Eropa Timur Pemerintah:Lokomotif pembangunan TV Pemerintah:TVRI “ The mass media can create a climate for development” (Wilbur Schramm)
P R I V A T S Faktor pendukung: Pertumbuhan Ekonomi Stabilitas Penyebaran nilai kemodernan Pertumbuhan bisnis Kebutuhan Informasi lebih beragam DI Indonesia (1987) TVRI dianggap tidak layak menjadi sumber informasi tunggal
1946 1945 1937 1934 1925 Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK) RRI resmi dikukuhkan di bawah MenPen 1946 1945 Radio Republik Indonesia (RRI) Medium radio dimanfaatkan oleh pemerintah militer Jepang untuk memobilisasi dukungan rakyat Indonesia Pendudukan jepang Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK) 1937 Nederlands Indische Radio Omroep Maatschappi 1934 Dituduh sarana melemahkan semangat kebangsaan, memecahbelah pergerakan dan memutuskan hubungan antara rakyat dengan para pemimpinnya. Bataviasche Radio Vereniging 1925 Didanai oleh sumbangan para pengusaha dan hartawan Belanda, dan isi siarannya mengandung segi komersial
T V R I pada masa awal Orde Baru Pembatasan siaran radio dan televisi karena banyaknya radio amatir yang berkembang pesat TVRI dijadikan media untuk menyampaikan suara pemerintah Keputusan Menpen NO.34/1966
Keputusan Menpen NO.34/1966 "butir 1: memberi penerangan seluas-luasnya dan menanamkan pengertian serta kesadaran yang sedalam-dalamnya mengenai Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara serta Haluan Negara Republik Indonesia kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia. butir 3: memberi penerangan kepada masyarakat tentang program-program Pemerintah, Peraturan-peraturan Negara serta tindakan-tindakan pelaksanaannya yang dilakukan baik oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah. butir 4: membimbing pendapat umum ke arah terwujudnya social support, social control dan social participation yang positif terhadap pelaksanaan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka memperpendek jarak waktu tercapainya masyarakat adil dan makmur makmur berdasarkan Pancasila dan pembentukan Dunia Baru yang bebas dari penindasan dan penjajahan."
Masuknya TVRI dibawah naungan Direktorat Jenderal Radio, Televisi, dan Film 1972 “Sudah waktunya menimbang ulang status TVRI dan memberinya “sifat lebih demokratis” dengan mengubahnya menjadi Perum” (Menteri Penerangan Marsekal Muda (Angkatan Udara) Boediarjo )
Berakhirnya Kejayaan TVRI
Peraturan Pemerintah No. 37/1980 karyawan Yayasan TVRI dinyatakan berstatus pegawai negeri, yakni sebagai karyawan Departemen Penerangan sipil yang diperbantukan pada Yayasan TVRI. Penegasan "untuk lebih memusatkan siaran televisi bagi kelancaran pelaksanaan program-program pembangunan dan untuk menghindarkan akibat- akibat samping yang tidak menguntungkan bagi semangat pembangunan, maka saya telah memberi petunjuk agar April 1981 nanti siaran iklan di TVRI ditiadakan". (Soeharto pada Sidang Paripurna DPR-RI 5 Januari 1981)
Pernyataan Dirut TVRI Jakarta Siaran Niaga kurang berhasil membatasi munculnya produk barang-barang mewah. Siaran Niaga didominasi oleh lagu-lagu "musiman" yang diproduksi perusahaan-perusahaan rekaman kaset yang menitikberatkan unsur "bisnis" daripada unsur “edukatif”. Akibatnya acara-acara musik dan hiburan yang murni dan berbobot "edukatif" tenggelam oleh arus "bisnis".
Siaran Niaga kurang berhasil menarik minat bagi pengembangan produksi di dalam negeri, bahkan dilihat dari persentase terdapat kesan barang-barang produksi luar negeri lebih dominan. Siaran Niaga mempunyai pengaruh sampingan bagi masyarakat pedesaan ataupun golongan ekonomi lemah yang tidak mampu membeli barang-barang produksi yang dipasarkan ataupun diiklankan melalui TVRI. Iklan dapat mempengaruhi pola konsumtif dan sangat sedikit sekali memberi kesan sebagai pola produktif.
Faktor yang berperan dalam melemahnya minat para investor : 4 Faktor yang berperan dalam melemahnya minat para investor : Sikap pemerintah yang memandang perannya lebih Cepatnya perubahan kebijakan yang diambil Kelemahan instansi yang menangani investasi Sikap pemerintah yang bersikap diskriminatif
Menjelang 1980 Kembali terjadi boom minyak kedua, antara lain akibat keputusan para negara anggota OPEC untuk menaikkan harga minyak yang disertai dengan krisis politik Iran.
TVRI Soeharto Dapat difungsikan untuk membangun dukungan massa Tak perlu lagi hidup dengan mengandalkan iklan Dapat difungsikan untuk membangun dukungan massa
Efek langkah pemerintah pada 1981 sebenarnya bergerak melampaui keterbatasan finansial semata Kebijakan untuk menghilangkan iklan dari TVRI tersebut sebenarnya hadir dalam skema lebih luas TVRI pasca 1981 menjelma menjadi sebuah lembaga penyiaran yang terutama –atau sekadar-- melayani kebutuhan komunikasi pemerintah yang berkuasa
Rangkaian Deregulasi di Indonesia awal 1970-an : Para investor transnasional giat mencari wilayah untuk menanamkan modal mereka dalam laju yang jauh lebih cepat, Akhir 1980-1990 Indonesia kembali menjadi negara yang berusaha menunjukkan keterbukaan pada masuknya pemodal transnasional. Setelah tahun 1988 Indonesia menjalani pola pembangunan yang, menurut Chaniago dicirikan oleh pragmatisme yang tinggi.
Prospek “menjanjikan” pertelevisian Indonesia Akhir 1980 Hub Patron-Klien media massa Indonesia menjadi ladang pencarian keuntungan yang sangat menjanjikan mendorong pendirian bisnis pertelevisian swasta oleh klan Soeharto Faktor yang menjadikan pertelevisian swasta sebagai industri yang menguntungkan: Captive Market yang jelas 2. Target audience yang mendatangkan pengiklan
Kelahiran Stasiun Televisi Swasta Pasca pelarangan iklan di TVRI Pengiklan menggagas perlunya media promosi efektif, melihat potensi masyarakat konsumtif Dukungan penuh dari Menteri Penerangan Harmoko “ Daripada masyarakat berpindah ke stasiun Malaysia atau Filipina (karena tidak puas dengan TVRI), lebih baik mereka menonton saja tayangan televisi swasta Indonesia.” “Lahirnya TV Swasta adalah terobosan dan memberikan prospek baru bagi perubahan sistem televisi di Indonesia” – Ishadi SK
Awalnya menayangkan video-video barat Target audience: menengah atas STASIUN TELEVISI SWASTA PERTAMA INDONESIA 1987 Awalnya menayangkan video-video barat Target audience: menengah atas Konsep yang disajikan tidak boleh bertentangan dengan kebijakan pemerintah Berbentuk pay-tv 1989 Resmi siaran
Siaran Saluran Terbatas (SST) Bentuk keengganan pemerintah untuk melepas kebijakan privatisasi pertelevisian --> pertanggung jawaban regulasi privatisasi pertelevisian Siaran Saluran Terbatas (SST) Tujuan: - Ikut menunjang kegiatan operasional Yayasan TVRI - Menepis kekhawatiran efek pada gaya hidup konsumtif masyarakat Kendali tetap di tangan pemerintah Siaran hanya untuk batas wilayah kota besar Jatah iklan hanya 15% dari jam siaran Pembatasan leluasa gerak RCTI
Lahirnya televisi swasta lainnya 1990 Menunjang program pendidikan instruksional dari Depdikbud Sistem stasiun jaringan televisi lokal
Siaran Saluran Umum (SSU) Pengajuan dari RCTI atas perlakuan yang tidak adil antara pemerintah dengan TPI & RCTI. Bukan lagi saluran berbayar TUJUAN: Agar semua lapisan penduduk Jakarta memperoleh kesempatan yang sama untuk menikmati siaran televisi swasta
RCTI SCTV RCTI memang harus menanggung rugi karena dekoder tak terpakai, tapi juga untung karena bisa menjangkau seluruh Jakarta SCTV juga tidak perlu mensyaratkan penggunaan dekoder bagi para pelanggannya Siaran TPI baru diresmikan pada 23 Januari 1991. Bersiaran menggunakan studio TVRI Stasiun Pusat Jakarta TPI Citra TPI semakin buruk ketika tersiar kabar bahwa TPI memperoleh bantuan dana 7M dari RAPBN 1991/92 Posisi TPI bahkan menjadi semakin menguat setelah dikeluarkannya SK Menpen No.111/90 (tanggal 24 Juli 1990) tentang penyiaran televisi di Indonesia. SK tersebut memperjelas bahwa yang diizinkan melakukan siaran nasional hanyalah TVRI dan TPI.
Awal April 1991 RCTI melakukan siaran percobaan dengan menggunakan transponder Satelit Palapa. 26 Juni 1991 Pada 26 Juni 1991, Dirjen RTF kembali menyatakan, izin siaran RCTI melalui siaran parabola masih diproses. 28 Juni 1991 Dirjen RTF mengeluarkan SK No. 1286/1991 berisikan izin penyiaran mela¬lui satelit yang dapat ditangkap langsung dengan parabola
Desember 1991 TV3 Malaysia menayangkan klip berita pembantaian warga Dili pada 12 November 1991 TV3 mendapat protes keras dari pemerintah Indonesia 1 Mei 1992 Dikeluarkan SK Perubahan pembagian siaran televisi swasta dari dua kategori (umum dan pendidikan) jadi tiga kategori (Ditambah bidang ekonomi pembangunan) Keluarnya SK menunjukkan betapa pemerintah berkelanjutan harus memfasilitasi kepentingan kelompok-kelompok pemodal.
Perubahan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 14 SK Menpen No. 111/1990. Awal Tahun 1993 Perubahan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 14 SK Menpen No. 111/1990. PTSU kini boleh memperluas jangkauan siaran dengan sistem satelit. pemerintah memberikan kembali izin nasional bagi RCTI dan SCTV serta dua stasiun televisi yang baru memperoleh izin siaran: ANTeve (milik Aburizal Bakrie) serta Indosiar (milik Sudono Salim). sejak 1993, penonton Indonesia dapat menyaksikan siaran 4 stasiun TV swasta nasional di luar TVRI: RCTI, SCTV, TPI, ANTeve, dan belakangan Indosiar.
Hanya enam bulan setelah izin mengudara secara nasional diberikan, RCTI telah mengoperasikan stasiun-stasiun transmisi di Dili, Ampenan, Ambon, Jayapura, Semarang, Yogyakarta, Solo, Banjarmasin, dan Pontianak. Dua bulan kemudian, stasiun-stasiun transmisi di Medan, Palembang, Manado, dan Ujung Pandang pun sudah berfungsi. Pada saat yang sama, sejak keluarnya izin mengudara secara nasional, RCTI menaikkan tarif iklannya.
Pola privatisasi pertelevisian di Indonesia 1. berjalan dengan sangat cepat 2. Kebijakan pemerintah mengenai privatisasi tidak mengikuti panduan arah jelas 3. kesempatan untuk memasuki industri pertelevisian itu sendiri dibatasi 4. sementara pemerintah memberikan perlindungan stasiun komersial, tapi membatasi ruang televisi pemerintah (TVRI)
Penyingkiran TVRI dari Gelanggang Persaingan dengan Stasiun Televisi Swasta
iklan dihapus dari TVRI tahun 1981 Pertengahan september 1986, KOMISI I DPR RI, menerima usul persatuan perusahaan periklanan indonesia (P3I) untuk mengimbau pemerintah agar mengkaji kembali larangan siaran iklan di TVRI September 1989, harmoko mengatakan bahwa Dirjen RTF sedang menyusun SK siaran iklan di TVRI Agustus 1990, menpen menyatakan pemerintah tetap tidak akan mengizinkan TVRI untuk menyiarkan iklan. Di awal 1992, PT Mekatama raya gagal mengumpulkan iuran yang berdampak langsung pada kesehatan keuangan TVRI, September 1994, komisi I DPR meminta AGAR TVRI dapat kembali menayangkan iklan
Kasus Iuran Mekatama Raya Skandal Mekatama Raya (MR) -> TVRI kehilangan sumber dana yang jadi tumpuan kelangsungan hidup TVRI diluar anggaran belanja negara, yakni iuran penonton. Kasus MR dimulai pada 1990, ketika pemerintah memutuskan untuk mengubah pola penarikan iuran penonton televisi. Pada Desember 1990, secara resmi Yayasan TVRI mengkontrakkan tugas pemungutan iuran pesawat penerima televisi tersebut pada PT Mekatama Raya (MR) selama 15 tahun.
Iklan TV Swasta bagi T V R I Kontribusi Iklan TV Swasta bagi T V R I
Akhir tahun 1992 hingga Juni 1998 Awal 1990-an Stasiun TV komersial (selain TPI) harus menyisihkan 12,5% dari pemasukan iklan bagi TVRI. Sebagai kompensasi bagi TVRI yang tetap tidak diizinkan untuk memperoleh iklan. Kontribusi pendapatan iklan TV swasta diatur dalam SK Menpen No. 111/1993, pasal 21 Akhir tahun 1992 hingga Juni 1998 Utang TV swasta kepada TVRI mencapai Rp 118,59M
Upaya Pembenahan Isi Siaran TVRI Faktor lumpuhnya persaingan TVRI dengan TV swasta: Kurangnya pendanaan Kurangnya kesempatan untuk memperbaiki kualitas siaran TVRI tidak dibiarkan untuk dapat tumbuh sebagai stasiun TV bermartabat sebagai kompetitor TV swasta.
V. 5. RUU Penyiaran 1997 Terdapat sejumlah pasal yang dapat mengancam kepentingan stasiun televisi swasta Pada September 1997, DPR akhirnya mengeluarkan naskah UU Penyiaran baru yang kemudian disetujui pemerintah. Dalam UU Penyiaran yang akhirnya disahkan tidak ada lagi ketentuan yang menyatakan TVRI boleh beriklan. Demikian pula, izin penyelenggaraan diubah menjadi sepuluh tahun. Sementara pasal ‘jangkauan siaran swasta’ diubah menjadi ‘tidak dibatasi secara nasional’.
V. 6. Persaingan dengan Stasiun Televisi Baru Pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto, stasiun televisi di Indonesia mendapatkan perlakuan istimewa dan sejumlah kemudahan Pada saat krisis ekonomi, B.J. Habibie naik menjadi presiden, terjadi perubahan politik dan pers menjadi liberal Lahir 5 stasiun tv swasta baru Krisis ekonomi membawa dampak buruk bagi perusahaan induk tv Indonesia
Gambaran perjalanan pertelevisian swasta di Indonesia tersebut menunjukkan sejumlah hal 1. gelombang privatisasi pertelevisian dimulai atas inisiatif sejumlah pengusaha istana yang melihat besarnya peluang keuntungan bisnis 2. para pengusaha istana nampak tidak mendukung gerakan liberalisasi ekonomi dan liberalisasi politik 3. Keputusan pemerintah untuk melakukan privatisasi pertelevisian pada dasarnya lebih merupakan respons pragmatis terhadap kepentingan pengusaha-pengusaha kroni yang memang sekadar mencari keuntungan dengan cara cepat. 4. Segenap kemudahan yang semula dimiliki para pemilik stasiun swasta mengalami goncangan akibat krisis ekonomi dan politik menjelang jatuhnya Soeharto. Akibatnya penguasaan para kapitalis kerabat istana atas industri pertelevisian Indonesia menyurut.
TERIMAKASIH