Pajak Penghasilan Pasal 21 & 26
Agenda PPh 21 PPh 26 Diskusi
Pajak Penghasilan Pasal 21 Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/ PJ/ 2016 Pasal 21 UU PPh Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/ PJ/ 2016
Pajak Penghasilan Pasal 21 Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh: pemberi kerja yang membayar gaji, dll sebagai imbalan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; bendahara pemerintah yang membayar gaji, dll sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan; dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dll; badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
Definisi Saat Terutang Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri atas penghasilan yang terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri atas penghasilan yang terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Penghasilan yang dimaksud dapat berbentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, pensiun, atau pembayaran lain dengan nama apapun. Penghasilan yang dimaksud dapat berbentuk gaji, upah, honorarium, tunjangan, pensiun, atau pembayaran lain dengan nama apapun. Saat Terutang Saat yang lebih dahulu antara akhir bulan diterimanya pembayaran atau akhir bulan diperolehnya penghasilan.
Perbedaan Pengenaan PPh 21 WP Dalam Negeri (DN). PPh 26 Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN).
Subjek Pajak Pegawai. Penerima uang pesangon, pensiun, Tunjangan/ Jaminan Hari Tua (THT/ JHT), termasuk ahli waris. Bukan Pegawai yang melakukan pemberian jasa. Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas non pegawai. Mantan pegawai. Peserta kegiatan.
Subjek Pajak (Bukan Pegawai yang Melakukan Pemberian Jasa) Tenaga ahli yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris. Pekerja seni. Olahragawan. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator. Pengarang, peneliti, dan penerjemah. Pemberi jasa dalam segala bidang atau kepada suatu kepanitiaan. Agen iklan. Pengawas atau pengelola proyek. Pembawa pesanan atau perantara. Petugas penjaja barang dagangan. Petugas dinas luar asuransi. Distributor MLM, direct selling, atau sejenis.
Pengecualian Subjek Bukan WNI. Di Indonesia tidak memperoleh penghasilan di luar jabatannya. Berasal dari negara yang memberikan perlakuan timbal balik. Pejabat negara asing seperti perwakilan diplomatik atau konsulat, berikut orang yang diperbantukan kepadanya, dengan syarat: Di Indonesia tidak menjalankan usaha/ kegiatan/ pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat:
Objek Pajak (1) Penghasilan Pegawai Tetap. Penghasilan teratur penerima pensiun. Pembayaran sekaligus uang pesangon, pensiun, THT, JHT selepas 2 tahun sejak berhenti bekerja. Upah pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas secara harian, mingguan, satuan, borongan atau yang dibayarkan secara bulanan.
Objek Pajak (2) Imbalan kepada Bukan Pegawai yang melakukan pemberian jasa. Imbalan kepada peserta kegiatan. Penghasilan anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas non pegawai. Pembayaran kepada mantan pegawai. Penarikan dana pensiun oleh pegawai.
Pengecualian Objek Santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa. Natura yang diberikan oleh WP atau Pemerintah. Iuran kepada dana pensiun , THT, JHT dibayar pemberi kerja. Zakat atau sumbangan keagamaan wajib yang diterima OP. Beasiswa.
Ketentuan Khusus Natura dan/ atau kenikmatan lain diperhitungkan sebagai penghasilan, jika dan hanya jika, diberikan oleh: bukan WP, WP yang dikenai PPh final, atau WP yang menggunakan norma penghitungan khusus. Natura dan/ atau kenikmatan lainnya yang diukur berdasarkan harga pasar atau nilai wajar.
Objek PPh 21 Final Penghasilan tidak tetap atau tidak teratur yang menjadi beban APBN atau APBD. (PMK No. 262/ PMK.03/ 2010) Dana pensiun yang dialihkan dengan membeli anuitas seumur hidup. (Kepdirjen No. 333/ PJ/ 2001) Uang tebusan pensiun. (PP No. 68 Tahun 2009) Uang pesangon. (PP No. 68 Tahun 2009)
Pemotong, Penyetor, dan Pelapor Pemberi kerja berbentuk OP, Badan, atau BUT. Bendaharawan Pemerintah. Dana pensiun, penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, THT, atau JHT. OP atau Badan yang melakukan pembayaran kepada WP DN yang melakukan pekerjaan bebas atau SPLN. Penyelenggara kegiatan.
Pengecualian Pemotong Kantor perwakilan negara asing. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menkeu. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Alur Perpajakan WP OP Beban Pajak Kini sesuai SPT (Tidak termasuk PPh Final) Dikurangi Kredit PPh 21 Kredit Pajak Lain (PPh 22, 23, 24) Pajak yang Dibayar Sendiri (Angsuran PPh 25) Akhir Tahun Pajak Kurang (Lebih) Bayar
PPh 21 Lebih Bayar Jika WP menyampaikan SPT lebih bayar, maka SPT disampaikan maksimal 3 tahun setelah berakhirnya tahun pajak bersangkutan. Jika SPT disampaikan melewati 3 tahun sesudah berakhirnya tahun pajak dan WP telah ditegur secara tertulis, maka pelaporan tidak dianggap sebagai SPT PPh.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Lapisan Tarif No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif 1 0 s/d Rp 50.000.00,00 5% 2 Di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,00 15% 3 Di atas Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00 25% 4 Di atas Rp 500.000.000,00 30%
Kepemilikan NPWP Bagi wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka untuk setiap lapisan tarif dikenakan persentase 20% lebih tinggi. Pengenaan tarif lebih tinggi tidak berlaku untuk objek PPh 21 yang bersifat final. Jika NPWP diperoleh di pertengahan tahun berjalan, maka perubahan penghitungan berlaku untuk periode setelahnya dan tidak berlaku surut. Atas pajak lebih bayar yang dibebankan di periode sebelumnya di tahun berjalan, dapat dijadikan dasar untuk meyesuaikan (mengurangi) pajak di periode setelahnya.
Dasar Pengenaan (1) Berlaku PKP = Penghasilan netto - PTKP Pegawai tetap. Penerima pensiun berkala. Berlaku PKP = Penghasilan bruto - PTKP Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayarkan bulanan. Pegawai tidak tetap dengan penghasilan kumulatif sebulan melebihi Rp 4.500.000,00. Berlaku PKP = 50% dari penghasilan bruto – PTKP per bulan Bukan pegawai yang menerima penghasilan berkesinambungan (baik tenaga ahli maupun bukan). Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Dasar Pengenaan (2) Berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, mingguan, satuan, atau borongan. Berlaku sepanjang penghasilan kumulatif sebulan tidak melebihi Rp 4.500.000,00. Penghasilan yang Melebihi Rp 450.000,00 Sehari Bukan pegawai yang menerima penghasilan tidak berkesinambungan (baik tenaga ahli maupun bukan). 50% dari Penghasilan Bruto Seluruh jumlah penghasilan yg diterima atau diperoleh dalam suatu periode atau saat dibayarkan. Berlaku atas penghasilan yang diterima oleh pihak selain yang telah diatur berdasar ketiga DPP sebelumnya. Penghasilan Bruto
Elemen PTKP No. Elemen PTKP 1 WP Sendiri Rp 54.000.000,00 2 Status Kawin Rp 4.500.000,00 3 Tanggungan, per orang, dengan jumlah maksimal tiga orang tanggungan. 4 PTKP bagi istri yang penghasilannya digabung.
Tata Cara Penghitungan Pegawai Tetap Penghasilan di Akhir Masa Kerja Pegawai Tidak Tetap dan Tenaga Kerja Lepas Bukan Pegawai Peserta Kegiatan Penerima Lain Penerima Atas Beban APBN/ APBD
Pegawai Tetap (1) Penghasilan Bruto Biaya Jabatan Dikurangi 5% dari penghasilan bruto. Maksimal Rp 500.000 / bulan atau Rp 6.000.000 / tahun. Penghasilan Bruto Dikurangi Biaya Jabatan Iuran Dana Pensiun, JHT, THT Dibayar Sendiri Diperoleh Penghasilan Netto
Tata Cara Penghitungan (2) Penghasilan Netto Dikurangi PTKP Diperoleh Penghasilan Kena Pajak Dikalikan Tarif Pajak Terutang
Penghasilan Pegawai Tetap Gaji Pokok Tunjangan Berkesinambungan Uang Rapel Imbalan Tahunan Natura
Perspektif Pemberi Kerja Pemotongan PPh 21 oleh pemberi kerja Diakui sebagai “Beban Gaji” di Laporan Laba Rugi Memunculkan “Utang PPh 21” di Laporan Posisi Keuangan
Penghitungan Teknis
Ilustrasi - Gaji Bulanan Arbi pada tahun 2017 memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 6.000.000,00 dan membayar iuran pensiun yang ditanggung sendiri sebesar Rp 250.000,00. Arbi telah menikah dan memiliki dua orang anak. Bagaimanakah penghitungan PPh 21 dan jurnal yang dibuat pada saat membayar gaji? Gaji 6,000,000 Pengurang Biaya jabatan 300,000 Iuran pensiun 250,000 550,000 Total Penghasilan 5,450,000 Penghasilan setahun 65,400,000 PTKP sendiri 54,000,000 Kawin 4,500,000 Tanggungan 2 9,000,000 67,500,000 Penghasilan Kena Pajak (2,100,000) Pajak - Beban gaji 6.000.000 Kas 6.000.000
Ilustrasi - Gaji Bulanan 10,000,000 Pengurang Biaya jabatan 500,000 Iuran pensiun 1,000,000 Total Penghasilan 9,000,000 Penghasilan setahun 108,000,000 PTKP sendiri 54,000,000 Kawin dan Tanggungan 3 18,000,000 72,000,000 Penghasilan Kena Pajak 36,000,000 Pajak 25.000.000 x 5% 1,250,000 - 11.000.000 x 15% 1,650,000 2,900,000 Pajak per bulan 241,667 Beban gaji Utang PPh 21 Kas 9,758,333 Harun pada tahun 2017 memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 10.000.000,00 dan membayar iuran pensiun yang ditanggung sendiri sebesar Rp 500.000,00. Arbi telah menikah dan memiliki dua orang anak. Bagaimanakah penghitungan PPh 21 dan jurnal yang dibuat pada saat membayar gaji?
Ilustrasi - Gaji Bulanan Ardi pada tahun 2017 bekerja sebagai karyawan swasta memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 15.000.000,00 dan membayar iuran pensiun yang ditanggung sendiri sebesar Rp 500.000,00. Perusahaan memberikan fasilitas asuransi kecelakaan kerja, kesehatan, kematian Rp 600.000 dan memberikan tunjangan hari tua Rp 400.000. Ardi telah menikah dan memiliki dua orang anak dan menanggung ibunya yang tidak memiliki penghasilan. Istri Ardi bekerja sebagai pegawai negeri. Bagaimanakah penghitungan PPh 21 dan jurnal yang dibuat pada saat membayar gaji?
Ilustrasi - Gaji Bulanan Jawaban : Beban gaji 15.000.000 Tunjangan 1.000.000 Utang PPh 21 685.833 Utang iuran pensiun 900.000 Utang asuransi 600.000 Kas 13.814.167
Ilustrasi (Gaji Bulanan) Karta adalah pegawai yang menikah dengan dua anak dan memperoleh gaji sebulan Rp 10.000.000. Perusahaan mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0.5% dan 0.3% dari gaji. Perusahan menanggung iuran JHT setiap bulan yakni 3.7% dari gaji, sedangkan Karta membayar iuran JHT sebesar 2% dari gaji tiap bulan. Di samping itu, perusahaan juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya dengan membayar iuran pensiun untuk Karta ke dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menkeu, setiap bulan sebesar Rp 300.000,00. Karta sendiri membayar iuran pensiun sebesar Rp 400.000,00. Bagaimanakah penghitungan PPh 21 atas Karta? Bagaimana jurnal yang dibuat pemberi kerja?
Ilustrasi - Gaji Bulanan
Ilustrasi - Gaji Bulanan Jawaban : Jurnal Pemberi Kerja Beban Gaji 10.000.000 Beban JKK 50.000 Beban JKM 30.000 Beban JHT 370.000 Beban Dapen 300.000 Utang JKK 50.000 Utang JKM 30.000 Utang JHT 570.000 Utang Dana Pensiun 700.000 Utang PPh 21 479.733 Kas 8.920.267
Penghasilan Karyawati Atas suami yang berstatus memiliki penghasilan, karyawati tidak berhak atas elemen PTKP “Status Kawin” Rp 4.500.000,00. Atas suami yang berstatus tidak berpenghasilan, karyawati berhak atas elemen PTKP “Status Kawin” sebesar Rp 4.500.000,00. Syarat yang harus dipenuhi adalah keberadaan surat keterangan dari Pemerintah Daerah setempat, minimal di tingkat Kecamatan.
Bentuk Imbalan Tahunan Jasa Produksi Tantiem Gratifikasi Tunjangan Hari Raya atau Tahun Baru Bonus Premi Penghasilan Sejenis Lain
Penghitungan Teknis (Menerima Imbalan Tahunan)
Dialektika Pajak: Metode Langsung PPh Imbalan Tahunan (1) PPh atas imbalan tahunan (bonus, THR, dan sejenisnya) dan uang rapel {dilambangkan IT} dapat dihitung dengan metode langsung, langkah penghitungan sebagai berikut. Menghitung pajak terutang semula atas komponen gaji. Menghitung peningkatan PKP {dilambangkan PPKP} dengan acuan besaran penghasilan bruto semula disetahunkan {dilambangkan PBS}. Selama PBS + IT < Rp 120.000.000,00 maka: PPKP = 95% x IT. {Mengingat adanya pengurangan biaya jabatan} Jika PBS < Rp 120.000.000,00 dan PBS + IT > Rp 120.000.000,00 maka: PPKP = (95% x (120.000.000 – PBS)) + (PBS + IT – 120.000.00). {Mengingat pengurangan biaya jabatan telah melebihi batas maksimal} Selama PBS > Rp 120.000.000,00 maka: PPKP = IT.
Dialektika Pajak: Metode Langsung PPh Imbalan Tahunan (2) Membandingkan PKP semula {dilambangkan PKPS} dengan batas atas PKP lapisan tarif marginal semula {dilambangkan BATM}. Selama PPKP < (BATM – PKPS) maka: PPh atas IT = PPKP x Tarif marginal semula {Mengingat peningkatan PKP tidak mengubah lapisan tarif marginal} Jika PPKP > (BATM – PKPS) maka: PPh atas IT = (((BATM – PKPS) x Tarif marginal semula) + ((PKPS + PPKP – BATM) x Tarif di atas lapisan tarif marginal semula)) Penghitungan dengan metode langsung ini mengabaikan proses pembulatan ke bawah terhadap nilai PKP ke nilai ribuan terdekat, sebab bersifat immaterial.
Penghitungan di Masa Pajak Terakhir Bulan Desember (Bagi pegawai yang bekerja sepanjang tahun) PPh 21 = Pajak di bulan sebelumnya (Ketika tidak ada perubahan penghasilan) PPh 21 diperhitungkan kembali (Ketika ada perubahan penghasilan) Bulan terakhir saat pegawai berhenti bekerja.
Pemindahan Lokasi Tugas Besaran penghasilan mengalami perubahan. PPh diperhitungkan kembali sesuai besaran penghasilan baru. Di akhir periode di lokasi baru, dilakukan penghitungan pajak kurang (lebih) bayar. Besaran penghasilan tidak mengalami perubahan. PPh lokasi baru = PPh lokasi lama
Penghasilan dalam Mata Uang Asing Atas penghasilan dalam mata uang asing, nilai yang dijadikan dasar penghitungan PPh perlu dikonversikan terlebih dahulu ke dalam mata uang domestik berdasar Kurs Keputusan Menteri Keuangan (Kurs KMK) di pekan berjalan.
Kepemilikan NPWP di Pertengahan Tahun Penghitungan kembali PPh terutang dilakukan setelah WP menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada pemberi kerja. Atas pajak lebih bayar di periode – periode sebelumnya sepanjang tahun berjalan, nilainya dapat diperhitungkan sebagai pengurang pajak terutang di periode berjalan dan/ atau periode yang akan datang.
Pola Pembayaran Penghasilan di Akhir Masa Kerja Diterima Sekaligus Pesangon Pensiun Diterima Berkala Dana Pensiun Dialihkan ke Anuitas Seumur Hidup
Penghasilan di Akhir Masa Kerja Dibayarkan Sekaligus Penghasilan di akhir masa kerja yang dibayarkan sekaligus dapat berbentuk pesangon, manfaat pensiun, THT, atau JHT. Pemotongan pajak penghasilan bersifat final. Pembayaran secara sekaligus dapat dibayarkan melalui beberapa kali pembayaran sepanjang maksimal dua tahun kalender, dan dikenai tarif yang berlaku khusus. Atas pembayaran yang dibayarkan di tahun ketiga atau setelahnya, pemotongan pajak penghasilan bersifat tidak final dan dikenai tarif umum Pasal 17 Ayat (1) Huruf (a).
Lapisan Penghasilan Bruto Lapisan Tarif Khusus dan Dasar Pengenaan (Pesangon: PP No. 68 Tahun 2009) No. Lapisan Penghasilan Bruto Tarif 1 0 s/d Rp 50.000.00,00 0% 2 Di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 100.000.000,00 5% 3 Di atas Rp 100.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00 15% 4 Di atas Rp 500.000.000,00 25% Dasar Pengenaan: Penghasilan bruto tanpa dikurangi PTKP
Ilustrasi (Pesangon Diterima Sekaligus) Abiyasa (berstatus menikah dan memiliki dua anak) memasuki masa pensiun di akhir bulan Maret 2013, dan atas pengabdiannya perusahaan hendak membayarkan uang pesangon secara sekaligus, sebesar 40 kali gaji pokok terakhir yang dibayarkan. Sesuai slip gaji di bulan Februari, Abiyasa menerima penghasilan bruto senilai Rp 11.143.000,00 yang di dalamnya tercakup pula komponen iuran JKK dan JKM yang dibayarkan oleh perusahaan masing – masing sebesar 1% dan 0,3% dari gaji pokok. Jika pesangon tersebut baru akan dibayarkan di bulan April 2014, bagaimanakah perlakuan pemotongan PPh 21 dan berikut sifatnya? Bagaimana penjurnalan oleh pemberi kerja?
Ilustrasi (Pesangon Diterima Sekaligus) Jawaban: Jurnal Beban pesangon 440.000.000 Utang PPh final 53.500.000 Kas 386.500.000
Lapisan Penghasilan Bruto Lapisan Tarif Khusus dan Dasar Pengenaan (Manfaat Pensiun, THT, JHT: PP No. 68 Tahun 2009) No. Lapisan Penghasilan Bruto Tarif 1 0 s/d Rp 50.000.00,00 0% 2 Di atas Rp 50.000.000,00 5% Dasar Pengenaan: Penghasilan bruto tanpa dikurangi PTKP
Ilustrasi (Manfaat Pensiun Diterima Sekaligus) Bhisma (berstatus menikah dan memiliki seorang anak) di akhir bulan November 2013 mengajukan permohonan pensiun dini dan disetujui. Perusahaan akan membayarkan uang manfaat pensiun secara sekaligus dengan nilai Rp 525.000.000,00. Manfaat pensiun tersebut akan dibayarkan dalam empat termin, masing masing senilai Rp 35.000.000,00 di November 2013, Rp 60.000.000,00 di April 2014, Rp 260.000.000,00 di Mei 2015, serta sisanya di Desember 2015. Bagaimanakah perlakuan pemotongan PPh 21 atas pembayaran manfaat pensiun tersebut dan berikut sifatnya?
Ilustrasi (Manfaat Pensiun Diterima Sekaligus) Jawaban: Periode Pembayaran Pajak Terutang Kumulatif Sifat Nov ’13 35.000.000 0% x 35.000.000 = 0 25.000.000 Final Apr ’14 60.000.000 0% x 15.000.000 + 5% x 45.000.000 = 2.250.000 95.000.000 Mei ’15 260.000.000 5% x 260.000.000 = 13.000.000 355.000.000 Des ’15 170.000.000 5% x 50.000.000 + 15% x 120.000.000 =20.500.000 525.000.000 Tidak Final
Pensiun Diterima Berkala Bila waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun. Bila waktu pensiun belum diketahui secara pasti saat penghitungan PPh awal tahun. PPh terutang dihitung berdasarkan PKP yang akan diperoleh sebeum pensiun. Penghitungan PPh terutang didasarkan pada perkiraan penghasilan netto yang disetahunkan. Jika terjadi kelebihan pemotongan, maka kelebihan tersebut harus dikembalikan oleh pemberi kerja. Sistematika penghitungan identik pada kasus pegawai tetap, kecuali bahwa biaya jabatan ditetapkan maksimal Rp 450.000/bulan atau Rp 54.000.000/tahun. Tarif yang berlaku merupakan tarif umum Pasal 17 Ayat (1) Huruf (a) UU PPh.
Lapisan Penghasilan Bruto Lapisan Tarif Khusus dan Dasar Pengenaan (Pengalihan ke Anuitas Seumur Hidup: Kepdirjen No. 333/ PJ/ 2001) No. Lapisan Penghasilan Bruto Tarif 1 0 s/d Rp 25.000.00,00 0% 2 Di atas Rp 25.000.000,00 s/d Rp 50.000.000,00 5% 3 Di atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 100.000.000,00 10% 4 Di atas Rp 100.000.000,00 s/d Rp 200.000.000,00 15% 5 Di atas Rp 200.000.000,00 25% Dasar Pengenaan: Penghasilan bruto tanpa dikurangi PTKP
Pola Pembayaran Penghasilan Pegawai Tidak Tetap dan Tenaga Kerja Lepas Upah Harian Upah Satuan Upah Borongan Upah Harian yang Dibayarkan Bulanan
Tata Cara Penghitungan Upah Harian, Satuan, Borongan Upah dikonversikan ke dalam upah harian yang ekuivalen dengan ketentuan pengupahan terkait. Atas upah harian hasil konversi, dikenakan ketentuan tarif dan DPP yang bersesuaian. Upah Harian yang Dibayarkan Bulanan Upah disetahunkan. Upah dikurangi dengan PTKP untuk memperoleh PKP. Berlaku tarif umum Pasal 17 Ayat (1) Huruf (a).
Penghitungan Teknis (Upah Harian, Satuan, Borongan) Upah Harian/ Upah Hasil Konversi Penghasilan kumulatif per bulan < Rp 4.500.000 Penghasilan harian < Rp 450.000,00 Tidak dikenai pajak Penghasilan harian > Rp 450.000,00 DPP = Penghasilan yang melebihi Rp 450.000,00 Tarif berlaku adalah tarif lapis pertama (5%) Penghasilan kumulatif per bulan > Rp 4.500.000 DPP = Penghasilan harian – PTKP harian DPP = Penghasilan disetahunkan - PTKP Tarif berlaku adalah tarif progresif pasal 17.
Ilustrasi (Upah Harian) Tunggul Ametung (berstatus menikah dan belum memiliki anak) selama bulan Januari 2017 bekerja sebagai tenaga kerja lepas di suatu perusahaan selama 15 hari dan menerima upah harian sebesar Rp 6000.000,00. Berapakah besar PPh 21 yang harus dipotong oleh perusahaan sepanjang hari – hari pelaksanaan pekerjaan oleh Tunggul Ametung?
Tata Cara Penghitungan Penghasilan Bukan Pegawai Bersifat Berkesinambungan Memiliki NPWP dan berpenghasilan hanya dari satu pemberi kerja. DPP = 50% x Penghasilan bruto – PTKP Bulanan Berpenghasilan lebih dari satu pemberi kerja. DPP = 50% x Penghasilan bruto Bersifat Tidak Berkesinambungan Tarif yang berlaku adalah tarif umum Pasal 17 Ayat (1) Huruf (a) UU PPh. WP yang tidak memiliki NPWP dikenai tarif 20% lebih tinggi.
Ketentuan Khusus (1) Jika penyedia jasa bukan pegawai tersebut mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya dengan upah yang diketahui, maka: Penghasilan bruto = Jumlah pembayaran – Upah pegawai dipekerjakan Jika penyedia jasa bukan pegawai tersebut melakukan penyerahan material atau barang, maka: Penghasilan bruto = Jumlah pembayaran – Nilai material atau barang
Atas dokter yang melakukan praktik di RS atau klinik, maka: Ketentuan Khusus (2) Atas dokter yang melakukan praktik di RS atau klinik, maka: Penghasilan bruto = Jumlah pembayaran dari pasien sebelum dikurangi biaya dan bagi hasil oleh RS atau klinik. Agar dapat memperoleh pemotongan PTKP, wanita bukan pegawai yang telah menikah wajib diserahkan fotokopi NPWP suami, fotokopi surat nikah, dan fotokopi kartu keluarga.
Tata Cara Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = Jumlah penghasilan bruto yang bersifat utuh dan tidak dipecah Tarif yang berlaku adalah tarif umum Pasal 17 Ayat (1) Huruf (a) UU PPh. WP yang tidak memiliki NPWP dikenai tarif 20% lebih tinggi.
Bentuk Pembayaran Penerima Penghasilan Lain Honorarium Anggota Dewan Komisaris Non Pegawai Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus Diterima Mantan Pegawai Penarikan Dana Pensiun oleh Pegawai Aktif
Tata Cara Penghitungan Tarif yang berlaku merupakan tarif umum sesuai ketentuan Pasal 17 Ayat (1) Huruf (a) UU PPh. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) merupakan jumlah kumulatif dari penghasilan bruto yang diterima selama satu tahun kalender.
Ilustrasi (Honorarium Komisaris) Puntadewa merupakan seorang komisaris independen di suatu perusahaan, tanpa melakukan rangkap jabatan. Perusahaan membayarkan honorarium kepada setiap komisarisnya secara periodik per kuartal dengan nominal tetap senilai Rp 135.000.000,00. Berapakah besar PPh 21 yang seharusnya dikenakan terhadap Puntadewa atas penghasilan tersebut?
Ilustrasi (Honorarium Komisaris) Jawaban : Periode Pembayaran Pajak Terutang Kumulatif Kuartal I 135.000.000 5% x 50.000.000 + 15% x 85.000.000 = 15.250.000 Kuartal II 15% x 115.000.000 + 25% x 20.000.000 = 22.250.000 270.000.000 Kuartal III 25% x 135.000.000 = 33.750.000 405.000.000 Kuartal IV 25% x 95.000.000 + 30% x 40.000.000 =35.750.000 540.000.000
Ilustrasi (Penarikan Pensiun Pegawai Aktif) Samiaji, seorang lajang, bekerja sebagai pegawai tetap bagi suatu perusahaan, dengan menerima penghasilan bulanan yang terdiri atas gaji pokok senilai Rp 4.000.000,00 dan tunjangan pendidikan anak senilai Rp 500.000,00 per bulan. Samiaji mengikuti program pensiun sejak pertama kali bekerja di perusahaan, dan di tahun 2013 ia membayarkan iuran dana pensiun senilai Rp 535.000,00 per bulan. Samiaji menghadapi kekurangan penghasilan dan melakukan penarikan dana pensiun yang telah disetorkannya masing – masing senilai Rp 10.000.000,00 di Bulan Januari, Rp 12.500.000,00 di Bulan Februari, Rp 17.500.000,00 di Bulan Maret, dan Rp 25.000.000,00 di Bulan April. Berapakah besar PPh 21 yang seharusnya dikenakan terhadap Samiaji atas penarikan tersebut?
Ilustrasi (Penarikan Pensiun Pegawai Aktif) Jawaban : Periode Pembayaran Pajak Terutang Kumulatif Januari 10.000.000 5% x 10.000.000 = 500.000 Februari 12.500.000 5% x 12.500.000 = 625.000 22.500.000 Maret 17.500.000 5% x 17.500.000 = 875.000 40.000.000 April 25.000.000 5% x 10.000.000 + 15% x 15.000.000 =2.750.000 65.000.000
Penggunaan APBN/ APBD, PPh 21 Dipotong Bendaharawan PPh 21 Terkait APBN/ APBD Penggunaan APBN/ APBD, PPh 21 Dipotong Bendaharawan Penggajian PNS Berstatus Tetap. Penggajian Tenaga Honorer, Wiyata Bakti, dan Pegawai Tidak Tetap Lain. Remunerasi kepada bukan pegawai yang dimanfaatkan jasanya. Kompensasi bagi peserta kegiatan, perlombaan, dan sejenisnya.
Pola Pembayaran Biaya perjalanan dinas bukan merupakan penghasilan. Penghasilan Dibebankan ke APBN/ APBD Bersifat Tetap dan Teratur DPP = Penghasilan Netto - PTKP Berlaku tarif umum Pasal 17 Ayat (1) Huruf (a) Bersifat Tidak Tetap dan Tidak Teratur DPP = Penghasilan Bruto Berlaku tarif khusus, bersifat final. Biaya perjalanan dinas bukan merupakan penghasilan.
0% dari Penghasilan bruto, atas: Tarif Penghasilan Tidak Tetap dan Tidak Teratur (PMK No. 262/ PMK.03/ 2010) Penghasilan bagi PNS Gol. I & II, Tamtama & Bintara TNI/ Polri, berikut pensiunannya. 0% dari Penghasilan bruto, atas: Penghasilan bagi PNS Gol. III, Perwira Pertama TNI/ Polri, berikut pensiunannya. 5% dari Penghasilan bruto, atas: Penghasilan bagi PNS Gol. IV, Perwira Menengah & Tinggi TNI/ Polri, berikut pensiunannya. 15% dari Penghasilan bruto, atas:
Pencatatan Transaksi PPh 21 Pembayaran Imbalan oleh Pemberi Kerja Jumlah yang ditanggung pemberi kerja Menambah beban gaji. Jumlah yang ditanggung pegawai Mengurangi kas yang diterima pegawai. Jumlah komitmen pada pihak lain Diakui sebagai utang (misal pajak, iuran pensiun, dan asuransi).
Ilustrasi (Pencatatan Transaksi Iuran Pensiun) PT. Awangga membayarkan gaji bruto sebesar Rp 3.500.000,00, dengan iuran pensiun sebesar Rp 65.000,00 dan PPh 21 sebesar Rp 42.250,00. Bagaimanakah PT. Awangga melakukan penjurnalan jika: Iuran pensiun ditanggung dan dibayarkan oleh perusahaan. Iuran pensiun ditanggung dan dibayarkan oleh pegawai. Iuran pensiun ditanggung oleh pegawai, namun dan dibayarkan oleh perusahaan.
Ilustrasi (Pencatatan Transaksi Iuran Pensiun) Jawaban :
Pajak Penghasilan Pasal 26 Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/ PJ/ 2016 Pasal 21 UU PPh Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/ PJ/ 2016
Definisi Cara Pemenuhan Pajak yang dikenakan atas penghasilan berasal dari Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri selain BUT. Subjek PPh 26 dapat merupakan WP luar negeri orang pribadi atau WP organisasi internasional. Cara Pemenuhan Kewajiban atas PPh 26 dapat dipenuhi melalui pemotongan oleh pihak pemberi penghasilan.
Pemotong, Penyetor, dan Pelapor Badan Pemerintah. Subjek pajak dalam negeri. Penyelenggara kegiatan. Bentuk Usaha Tetap. Perwakilan perusahaan luar negeri.
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 26 terutang di saat yang lebih dahulu terjadi antara akhir bulan diterimanya penghasilan atau akhir bulan diperolehnya penghasilan. Atas PPh 26 yang dipotong, wajib disetorkan paling lambat tanggal 10 masa pajak berikutnya setelah saat terutang. Pemotong wajib melakukan pelaporan SPT Masa paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Tarif, Dasar dan Sifat Pengenaan (1) Dividen Bunga, premium, diskonto, dan imbalan lain terkait pengembalian utang. Royalti, sewa, dan penghasilan lain terkait penggunaan harta. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan. Hadiah dan penghargaan. Pensiun dan pembayaran berkala lain. Premi swap dan transaksi lindung nilai lain. Keuntungan atas pembebasan utang. 20% dari jumlah bruto, dan bersifat final, atas:
Ilustrasi (Penghasilan Bunga) Friedrich merupakan seorang seorang pengusaha yang memiliki kegiatan bisnis di Asia Timur melalui pemberian dana pinjaman berbunga rendah. Selama 2013, Friedrich telah meminjamkan dana dengan rata – rata pokok pinjaman tertimbang sebesar $ 3.000.000 dan tingkat bunga rata – rata 7,5% p.a. Kurs KMK ditetapkan konstan sepanjang tahun pada tingkat Rp 10.100,00/ $. Berapakah total beban PPh 26 yang seharusnya dipotong oleh para debitur Friedrich? Bagaimana penjurnalan oleh debitur? Jawaban : Pajak terutang = 20% x (7,5% x 3.000.000 x 10.100) = 20% x 2.272.500.000 = Rp 454.500.000,00 Jurnal Beban bunga 2.272.500.000 Utang PPh 26 454.500.000 Kas 1.818.00.000
Ilustrasi (Pendapatan Jasa) Barbarossa merupakan seorang dokter berkewarganegaraan asing yang selama periode Januari – Maret 2013 tinggal di Indonesia untuk memberikan jasa pendampingan riset bagi suatu rumah sakit yang baru berdiri. Barbarossa menerima pembayaran senilai $ 32.750 yang dibayarkan sekaligus di muka kontrak. Kurs KMK yang berlaku di awal januari adalah Rp 10.350,00/ $. Berapakah total beban PPh 26 yang seharusnya dikenakan atas penghasilan Barbarossa? Bagaimana penjurnalan oleh pemberi kerja? Jawaban : Pajak terutang = 20% x (32.750 x 10.350) = 20% x 338.962.500 = Rp 67.792.500,00 Jurnal Beban gaji 338.962.500 Utang PPh 26 67.792.500 Kas 271.170.000
Tarif, Dasar, dan Sifat Pengenaan (2) Penghasilan atas penjualan harta, selain yang diatur oleh Pasal 4 Ayat (2). Premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi luar negeri. Penghasilan atas penjualan saham perusahaan antara di tax haven country yang berhubungan istimewa dengan badan atau BUT di Indonesia. 20% dari perkiraan penghasilan netto, dan bersifat final, atas: Penghasilan atas Bentuk Usaha Tetap. Dikecualikan dari pengenaan, jika penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. 20% dari PKP setelah pajak, dan bersifat final, atas:
Perkiraan Penghasilan Netto Atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi luar negeri = Perkiraan Penghasilan Netto = 50% x Premi Atas premi dibayar perusahaan asuransi dalam negeri kepada perusahaan asuransi luar negeri = Perkiraan Penghasilan Netto = 10% x Premi Atas premi yang dibayar perusahaan reasuransi dalam negeri kepada perusahaan asuransi luar negeri = Perkiraan Penghasilan Netto = 5% x Premi Premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi luar negeri. Perkiraan Penghasilan Netto = 25% x Harga Jual Atas penghasilan penjualan saham perusahaan antara di tax haven country yang berhubungan istimewa dengan badan atau BUT di Indonesia.
Ilustrasi (Premi Asuransi) Von Bleucher merupakan seorang WNA direktur pemasaran bagi perusahaan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia. Atas rencananya untuk menetap permanen di Indonesia, Von Bleucher merasa perlu mengasuransikan kesehatan keluarganya dengan mengikuti program asuransi yang diselenggarakan perusahaan asuransi di negara asalnya dengan nilai premi $ 1.650 per tahun. Kurs KMK yang berlaku saat pembayaran premi adalah senilai Rp 10.300,00/ $. Berapakah besar PPh 26 yang seharusnya dipotong terhadap perusahaan asuransi luar negeri tersebut jika: Premi tersebut dibayarkan oleh Von Bleucher sendiri. Premi dibayarkan melalui suatu perusahaan asuransi di Indonesia yang melakukan pembayaran kepada perusahaan asuransi luar negeri.
Ilustrasi (Premi Asuransi) Jawaban : Pajak terutang = 20% x (50% x 1.650 x 10.300) = 20% x 8.497.500 = Rp 1.669.500,00 Pajak terutang = 20% x (10% x 1.650 x 10.300) = 20% x 1.669.500 = Rp 339.900,00
Ilustrasi (Laba BUT) PT. Universal merupakan unit BUT yang dimiliki oleh suatu perusahaan asing. Di tahun 2013, PT. Universal mencatatkan peredaran bruto sebesar Rp 24.000.000.000,00 serta total biaya operasi dan non operasi sesuai laporan finansial sebesar Rp 20.350.000,00. Atas pemeriksaan ulang, nilai tersebut perlu mendapatkan koreksi fiskal positif senilai Rp 2.585.000.000,00. Jika penghasilan BUT seluruhnya dikirimkan kepada perusahaan induk, berapakah PPh 26 yang seharusnya dipotong terhadap penghasilan PT. Universal? Bagaimana PT. Universal melakukan penjurnalan?
Ilustrasi (Laba BUT) Jawaban : Peredaran bruto Rp 24.000.000.000 Biaya operasi dan non operasi (Rp 20.350.000.000) Koreksi fiskal positif Rp 2.585.000.000 Penghasilan Kena Pajak Rp 6.235.000.000 Bagian PKP terkena keringanan tarif pasal 31E = 4.800.000.000/ 24.000.000 * 6.235.000.000 = Rp 1.247.000.000 PPh badan atas penghasilan BUT = 50% x 25% x 1.247.000.000 + 25% x (6.235.000.000 - 1.247.000.000) = 12,5% x 1.247.000.000 + 25% x 4.988.000.000 = 155.875.000 + 1.247.000.000 = Rp 1.402.875.000
Ilustrasi (Laba BUT) Jawaban : Penghasilan sebelum pajak Rp 6.235.000.000 PPh badan (Rp 1.402.875.000) Penghasilan setelah pajak Rp 4.832.125.000 PPh 26 atas penghasilan setelah pajak = 20% x 4.832.125.000 = Rp 966.425.000,00 Jurnal Income Summary 3.650.000.000 Laba Ditahan 3.650.000.000 Beban pajak 2.369.300.000 Utang PPh 29 1.402.875.000 Utang PPh 26 966.425.000
Objek PPh 26 Bersifat Tidak Final Penghasilan kantor pusat dari usaha, kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa yang serupa dengan kegiatan BUT. Penghasilan kantor pusat selama terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan sumber penghasilan. Penghasilan WP LN orang pribadi atau badan yang berubah menjadi WP DN orang pribadi atau BUT.
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) WP luar negeri dapat dikenai pajak di Indonesia sekaligus di negara asal. P3B mengatur tarif dan hak pemajakan, sehingga pengenaan pajak hanya satu kali. Tarif PPh 26 menjadi tidak berlaku ketika terdapat P3B.
Ilustrasi (Penerimaan Royalti) Leichi merupakan warga negara China yang memiliki HAKI yang diakui di dunia. Sebuah perusahaan di Indonesia memanfaatkan HAKI tersebut dan membayarkan royalti sebesar Rp 195.000.000,00 setiap tahunnya. Pemerintah Indonesia dan China terikat P3B dengan ketentuan atas royalti dipungut pajaknya oleh Pemerintah Indonesia dengan tarif 10%. Bagaimanakah perusahaan tersebut melakukan penjurnalan? Jawaban : Pajak terutang = 10% x 195.000.000 = 19.500.000 Jurnal oleh perusahaan Beban royalti 195.000.000 Utang pajak 19.500.000 Kas 175.500.000
Referensi Fitriandi, Primandita dkk. 2011. “Kompilasi Undang – Undang Perpajakan Terlengkap” . Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Waluyo. 2011. “Perpajakan Indonesia”. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
martani@ui.ac.id atau dwimartani@yahoo.com TERIMA KASIH Dwi Martani - 081318227080 martani@ui.ac.id atau dwimartani@yahoo.com http://staff.blog.ui.ac.id/martani/