Mengapa Rokok Membuat Wanita Tidak Cantik Mengapa Rokok Membuat Wanita Tidak Cantik? Tubuh, kulit, dan rambut rawan terhadap dampak buruk rokok. Mengapa rela mempertaruhkan penunjang kecantikannya dan gengsi semu yang diberikan racun asap tembakau? Apakah Anda seorang wanita dan merokok? Sebagai wanita, pastilah Anda termasuk mahluk yang senantiasa suka mempercantik diri dan berdandan. Kecenderungan alamiah ini adalah warisan turun temurun nenek moyang sejak dulu. Tetapi di sisi lain sebagai perokok, Anda sudah secara sengaja merusak upaya Anda memelihara kecantikan. Kalau melihat kecenderungan di dunia, di satu sisi makin banyak wanita yang berusaha mati-matian tampil lebih cantik. Mereka rela menghabiskan waktu untuk berdandan agar tampil lebih gaya. Mereka rela membelanjakan banyak uang untuk membeli kosmetika. Rela menempuh risiko bahaya bedah kosmetika. Semua itu demi penampilan yang lebih baik dan tetap awet muda. Tapi di sisi lain, jumlah wanita yang merokok pun makin banyak saja. Ini ironis kan? Sebelum melihat bagaimana rokok dapat merusak kecantikan Anda, mungkin sebaiknya simak sejarah, situasi dan penjelasan mengapa wanita merokok. Dulu, pada tahun empat puluhan, ketika trend menggiring orang menggunakan kosmetika, bibir dicat, alis melengkung, dunia panggung dan hiburan diramaikan oleh iklan-iklan atau gambar di media massa yang memajang wanita cantik sedang merokok dengan berbagai gaya. Ada Marylyn Monroe, Eva Gardner, dan Kim Novak. Sekarang, wanita cantik dan populer yang merokok sudah jarang terlihat. Kenapa? Di negara maju seperti Amerika, kampanye anti merokok sangat gencar dilakukan. Banyak orang penting jadi malu bila kelihatan merokok. Di sana merokok tinggal jadi kebiasaan kaum kelas bawah yang kurang terdidik. Gengsi merokok menurun sejalan dengan berkurangnya jumlah perokok. Tetapi penurunan lebih banyak terjadi di kalangan kaum pria dibanding wanita. Soal makin banyaknya wanita merokok ini, menurut seorang ahli antropologi medis dari University Of Colorado, Boulder, Lucya C. Cargill, BSN, RN, MA adalah karena makin banyak wanita yang merasa bebas dan dibolehkan merokok. Menurut antropologi medis yang sudah meneliti perokok wanita di Amerika ini, puluhan tahun lalu, merokok merupakan kebiasaan di kalangan pria. Kini ketika kedudukan wanita dan pria sama, wanita merasa berhak melakukan kebiasaan pria yang satu ini. Bagaimana dengan di Indonesia? Jumlah perokok memang masih lebih banyak di kalangan pria (60% pria merokok) dan wanita yang merokok 10% (World No Tobaco Day Seminar, 31 Mei 1994). Sebelumnya dari survei yang dilakukan Survei Kesehatan Rumah Tangga 1980 diperoleh, pria perokok 46,4% dan di kalangan wanita hanya 2,4%. Tanpa membedakan gender, rokok disukai manusia karena berbagai alasan. Ada yang menyukai rasa dan aromanya, ada yang hanya merasa suka dengan ritual ketika mulai menyalakan, memegang, dan menghembuskan asapnya. Ada dua hal yang sering dijadikan alasan untuk meneruskan kebiasaan merokok: Pertama, merokok memberikan perasaan tenang atau mengendurkan syaraf yang tegang. Kedua, merokok bertindak sebagai stimulan untuk memulai suatu pekerjaan. Kedua reaksi tubuh itu disebabkan ulah nikotin yang selanjutnya menimbulkan ketergantungan. Tapi ketergantungan terhadap rokok bisa bersifat psikologis dan fisilogis. Secara psikologis, ketergantungan terjadi karena ada orang yang merokok untuk keperluan sosial, misalnya untuk memudahkan bergaul. Oleh : DR. Martha Tilaar