Fungsi Kebudayaan Sebagai Penyaring : Peranan Persepsi dalam KAB Salah satu fungsi kebudayaan ialah sebagai penyaring yang selektif bagi manusia dalam menghadapi dunia luar. Kebudayaan menentukan apa yang perlu diperhatikan atau perlu dihindari oleh manusia. Fungsi “screning” ini melindungi sistem syaraf manusia dari kejenuhan informasi (“information overload”) Information overload diterapkan pada sistem pemrosesan informasi, yakni untuk menggambarkan suatu situasi yang rusak atau macetnya sistem, karena tidak mampu untuk menangani sedemikian besarnya jumlah informasi yang masuk.
Contoh dalam kehidupan: seseorang ibu yang berusaha memenuhi segala kebutuhan anak-anaknya, membereskan rumah, melayani suami, melayani kegiatan-kegiatan sosial pada saat yang sama, sekaligus akan mengalami ketegangan dalam hidupnya. Akibatnya bisa bermacam-macam, menderita jantung, depressi, darah tinggi, dll. Agar individu dapat berperan dengan baik dan maksimal, perlu diadakan seleksi atas informasi atau stimuli yang datang dari luar. Proses penyeleksian yang dipengaruhi kebudayaan ini, disebut persepsi. Persepsi bersifat subyektif (“subjective reality”) kemudian menentukan tingkah laku termasuk tingkahlaku komunikasi.
Pokok-Pokok Tentang Persepsi Persepsi merupakan proses internal dalam menseleksi, mengevaluasi, dan mengatur stimuli dari luar: cara mendengar, melihat, mencium, meraba, merasa. Kegiatan perseptual dalam persepsi ini dipelajari. Masing-masing individu mengadakan usaha untuk memahami lingkungan melalui perkembangan: (a) Struktur kategorisasi (ukuran, bentuk, tekstur, warna, intensitas) untuk mengklasifikasikan lingkungan yang dapat berbeda pada diri setiap individu. (b) Stabilitas dunia persepsi kita yang terstruktur mempunyai kelanggengan, tidak selalu berubah. Misalnya, pancaindera sangat sensitif, mampu secara intern menghafal perbedaan atau perubahan dari input sehingga dunia luar nampak tetap/tidak berubah. (c) Makna mengkategorisasikan peristiwa dan menghubungkannya dengan peristiwa masa lain. Dibutuhkan kemampuan berbahasa yang maksimal.
Dimensi-Dimensi Persepsi Untuk memahami bekerjanya proses persepsi terdapat dua aspek dasar dari persepsi : Dimensi fisik (mengatur/mengorganisasi) menggambarkan perolehan informasi tentang dunia luar, tahap ini mencakup karakteristik stimulasi yang berupa energi, hakekat dan fungsi mekanisme penerimaan manusia (mata, telinga, hidung, mulut, dan kulit) serta transmisi data melalui sistem syaraf menuju otak, untuk kemudian diubah ke dalam bentuk yang bermakna. Dimensi psikologis (menafsirkan) penanganan stimuli tentang keadaan individual (kepribadian, emosi, kecerdasan, pendidikan, keyakinan, nilai, sikap, motivasi, dll). Tahap ini, manusia menciptakan struktur, stabilitas dan makna bagi persepsi dan memberikan sifat pribadi serta penafsiran dunia luar. Kedua dimensi ini secara bersama-sama bertanggungjawab atas hasil- hasil persepsi, sehingga pengertian tentangnya akan memberikan gambaran ttg bagaimana persepsi terjadi.
Sifat Persepsi yang Selektif (Samovar, Porter, Jain, 1981 ; 111-115) Selective exposure; secara sengaja mencari situasi yang memudahkan untuk mempersepsikan beberapa hal tertentu. Selective non exposure; menghindar untuk mempersepsikan aspek-aspek tertentu dari lingkungan dengan cara tidak menempatkan diri dalam posisi yang memungkinkan untuk menghadapinya. Contoh : Orang yang baru membeli mobil, cenderung membaca iklan mengenai mobil tersebut daripada iklan tentang mobil lain yang tidak jadi dibeli. Contoh penghindaran selektif : jika kita dapat mengira seseorang akan menimbulkan kesulitan atau situasi yang tidak enak bagi kita, maka sebelumnya kita lebih baik menghindar. Selective attention; kita hanya menaruh perhatian pada beberapa informasi, karena lingkungan terlalu luas dan kompleks untuk dapat memusatkan perhatian pada segala.
Sifat Persepsi yang Selektif (Samovar, Porter, Jain, 1981 ; 111-115) (3) Selective Retention ; beberapa informasi, walaupun telah dipersepsi dan diproses, kemudian terlupakan, karena tidak dapat mempertahan atau menyimpan semua. Pada umumnya, informasi yang kita simpan dalam ingatan adalah yang menyenangkan, menunjang bayangan yang baik tentang diri sendiri, atau yang dirasakan perlunya untuk digunakan di kemudian hari. Contoh : kita akan tetap mengenang orang yang kita sukai/cintai/ada minat khusus. Hubungan Antara Persepsi dan Kebudayaan Pemberian makna subyektif / pribadi pada obyek-obyek dan peristiwa- peristiwa di lingkungan tergantung pada pengalaman dan kebudayaan masing-masing individu Semakin besar perbedaan orang, semakin lebar pula jurang perbedaan persepsi antara mereka Latar belakang pengalaman yang tidak serupa mengakibatkan respons yang berbeda terhadap obyek/peristiwa yang sama, sehingga pola-pola perilaku mereka ikut berbeda.
Empat hal yang mempengaruhi selective attention yang sangat dipengaruhi kebudayaan : Kebutuhan Individu contoh pada saat kita lapar, perhatian lebih banyak diarahkan pada iklan-iklan mengenai makanan. Latihan dan Pengalaman Individu contoh dosen, karena latihan yang telah diperolehnya, akan cepat melihat kesalahan pekerjaan mahasiswanya. Harapan/Perkiraan contoh dalam menilai seseorang, suatu hal yang dapat terjadi ialah kalau kita mengharapkan dia sebagai orang ramah, maka kita akan menyimpulkannya sebagai orang ramah. Sikap adalah kecenderungan untuk memberi respons secara khusus terhadap orang, obyek dan gagasan. Sikap dipelajari dan karenanya mencerminkan kebudayaan, dapat berubah, walau relatif konsisten. Misalnya: sikap terhadap golongan wanita dan peranannya dalam masyarakat di Arab dan Cina, berbeda.
Empat hal yang mempengaruhi selective attention yang sangat dipengaruhi kebudayaan : Kebutuhan Individu contoh pada saat kita lapar, perhatian lebih banyak diarahkan pada iklan-iklan mengenai makanan. Latihan dan Pengalaman Individu contoh dosen, karena latihan yang telah diperolehnya, akan cepat melihat kesalahan pekerjaan mahasiswanya. Harapan/Perkiraan contoh dalam menilai seseorang, suatu hal yang dapat terjadi ialah kalau kita mengharapkan dia sebagai orang ramah, maka kita akan menyimpulkannya sebagai orang ramah. Sikap adalah kecenderungan untuk memberi respons secara khusus terhadap orang, obyek dan gagasan. Sikap dipelajari dan karenanya mencerminkan kebudayaan, dapat berubah, walau relatif konsisten. Misalnya: sikap terhadap golongan wanita dan peranannya dalam masyarakat di Arab dan Cina, berbeda.
Stereotip dan Prasangka Stereotip adalah suatu keyakinan yang terlalu digeneralisir dan terlalu dibuat mudah, disederhanakan, dilebih-lebihkan, mengenai suatu kategori atau kelompok orang tertentu (Samovar, Porter, jain, 1981 : 122) Misalnya ; “orang Batak kasar”, “orang Padang licik”, “orang Jawa lamban”, “orang Sunda genit”, dll. Keyakinan ini, biasanya relatif bersifat kaku dan diwarnai emosi. Sedangkan kategori merupakan konsep netral, faktual, dan tidak menilai, maka stereotip muncul bila kategori telah dibebani oleh gambaran dan penilaian . Dimensi-dimensi stereotip : Arah (direction), yakni disenangi atau tidak disenangi, atau sesuatu penilaian dianggap sebagai positif atau negatif. Intensitas, yaitu seberapa kuatnya keyakinan akan suatu stereotip. Misalnya; “orang Betawi betul-betul pemalas”. Ketepatan, artinya ada stereotip yang betul-betul tidak menggambarkan kebenaran, ada yang setengah benar, ada yang sebagiannya tidak tepat. Isi khusus, yaitu sifat khusus tertentu mengenai suatu kelompok. Isi stereotip dapat berubah dengan berjalannya waktu.
Stereotip dan Prasangka Prasangka dirumuskan sebagai sikap kaku terhadap suatu kelompok manusia, berdasarkan keyakinan atau prakonsepsi yang salah (Samovar, Porter, Jain, 1981 : 123). Prasangka mengandung arti penilaian dini atau pra-penilaian yang tidak mudah diubah, walaupun telah dihadapkan pada pengetahuan baru tentang hal yang dinilai tadi. Bahkan orang cenderung emosional, jika prasangkanya ternyata diancam oleh kenyataan sebaliknya. Karakteristik dari Prasangka Merupakan sikap yang ditujukan pada kategori tertentu, yakni pada sekelompok atau kategori manusia tertentu, bukan terhadap orang tertentu. Merupakan sikap tidak adil dan irrasional. Mempunyai sikap yang secara emosional kaku, artinya orang yang mempunyai prasangka tidak mudah/ tidak mau mengubah sikapnya walaupun ternyata kemudian prasangkanya salah
Stereotip dan Prasangka Beda Stereotip dan Prasangka Stereotip adalah suatu keyakinan sedangkan prasangka merupakan sikap. Prasangka dapat mencakup gabungan yang menyeluruh dan saling berkaitan dri sejumlah keyakinan. Dimensi Prasangka Prasangka berbeda-beda dilihat dari segi arah dan intensitas. Prasangka bisa positif atau negatif. Biasanya prasangka memang lebih berunsur negatif. Dilihat dari segi intensitas, beberapa orang bisa mempunyai prasangka yang lebih keras/kuat dibandingkan orang-orang lain. Dalam hal ini, maka prasangka positif atau negatif dapat dilihat sebagai suatu continuum dari paling rendah sampai paling tinggi intensitasnya. Biasanya stereotip yang lebih keras juga menghasilkan prasangka yang keras. Asal mula timbulnya stereotip dan prasangka Dari orang tua, saudara dan siapa saja yang berinteraksi dengan kita. Dari pengalaman pribadi. Dari media massa.
Stereotip dan Prasangka Manifestasi dari Prasangka Sesuai Intensitas Antilokusi; berbicara tentang sikap-sikap, perasaan-perasaan, pendapat-pendapat, dan stereotip tentang kelompok tertentu, dilakukan kebanyakan dengan teman-teman sendiri, walaupun terkadang dilakukan dengan orang yang masih asing. Penghindaran diri dari orang-orang kelompok yang tidak disukai. Diskriminasi; membuat perbedaan-perbedaan melalui tindakan- tindakan aktif, misalnya : tidak memperbolehkan orang-orang dari kelompok yang tidak disukai bekerja dalam bidang-bidang pekerjaan tertentu, misalnya : hak-hak politik, perumahan, pendidikan, hiburan, gereja, rumah sakit. Serangan fisik; dalam keadaan emosi, bisa mengakibatkan kekerasan, misalnya pengusiran seluruh orang dari kelompok yang tidak disenangi dari lingkungan tempat tinggal tertentu. Pemusnahan; hukum mati tanpa pengadilan, pembunuhan massal. Maka dapat disimpulkan tentang berlakunya tahapan sebgai berikut : Stereotip Prasangka Perilaku Terbuka
Stereotip dan Prasangka Pengaruh Stereotip dan Prasangka Terhadap KAB Stereotip dan prasangka dapat menyebabkan KAB tidak terjadi. Karena stereotip dan prasangka negatif yang kuat menyebabkan orang memilih unuk bertempat tinggal dan bekerja di tempat- tempat yang mengurangi kemungkinan terjadinya kontak dengan orang-orang dari kelompok-kelompok yang tidak disukai. Stereotip dan prasangka cenderung menghasilkan hal-hal negatif selama terjadinya KAB, sehingga mempengaruhi kualitas interaksi. Jika steretip dan prasangka sangat mendalam, maka orang akan terlibat dalam perilaku antikolusi dan diskriminasi aktif terhadap kelompok yang tidak disukai, yang dapat dengan mudah mengarah pada konfrontasi dan konflik terbuka. Kemungkinan Perubahan pada Stereotip dan Prasangka Ada beberapa situasi yang mendukung seperti status yang sama, kontak pribadi yang lebih akrab, imbalan atau hasil yang memuaskan, partisipasi bersama dalam kegiatan-kegiatan penting menuju tujuan yang sama