PERPAJAKAN M. FIRDAUS WAHIDI, S.E., M.E. 1
Sejarah Pemungutan Pajak Pra – 1945: Peraturan perpajakan produk kolonial Belanda banyak memiliki segi negatif yang menekankan Wajib Pajak semata sebagai objek belaka. Yang berarti ketetapan pajak sepenuhnya ditentukan oleh aparat pajak. Hasil pemasukan pajak tidak sepenuhnya diperuntukkan bagi kesejahteraan bagi rakyat, tetapi dipergunakan untuk kepentingan Belanda sendiri. Contoh : a. Ordonansi Pajak Rumah Tangga 1908. b. Aturan Bea Meterai 1921. c. Ordonansi Pajak Perseroan 1925. d. Ordonansi Pajak Kekayaan tahun 1932. e. Ordonansi Pajak Jalan 1942. f. Ordonansi Pajak Pendapatan 1944.
Sejarah Pemungutan Pajak 1945 – 1983: Penerapan berbagai ordonansi atau Undang-Undang Perpajakan yang dibuat pada masa sebelum Indonesia merdeka didasarkan pada ketentuan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala badan negara dan peraturan yang telah ada sebelum Indonesia merdeka masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD 1945. Secara berangsur-angsur ada perkembangan yang berupa pembentukan UU baru, tambahan dan penyesuaian terhadap UU Perpajakan peninggalan kolonial belanda. Dapat dikemukakan beberapa Undang-Undang Pajak yang baru, dirubah atau disesuaikan adalah :
Sejarah Pemungutan Pajak Contoh : a. UU No. 11 Drt Tahun 1957 Tentang Peraturan Umum Pajak Daerah. b. UU No. 35 tahun 1953 Tentang Penetapan UU Drt No. 19 Tahun 1951 Tentang Pemungutan Pajak Penjualan. c. UU No. 19 tahun 1959 Tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa. d. UU Pajak Penjualan 1951. e. UU No. 8 Tahun 1970 Tentang Perubahan dan Tambahan Pajak Perseroan. f. UU No. 9 Tahun 1970 Tentang Perubahan dan Tambahan Ordonansi Pajak Pendapatan. g. UU No. 10 tahun 1970 Tentang Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalty h. Dan Lain-lain
Sejarah Pemungutan Pajak 1984 – skrg (1984, 1994, 2000,2009): Pemerintah mensahkan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang baru sebagai upaya reformasi di bidang perpajakan, yaitu: UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), sebagaimana diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994 dan UU No. 16 Tahun 2000 dan UU No. 28 Tahun 2007 terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), sebagaimana telah diubah dengan UU No. 7 Tahun 1991 dan UU No. 10 Tahun 1994 dan UU No. 17 Tahun 2000 terakhir diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008; UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994 dan UU No. 18 Tahun 2000 terakhir diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009; UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994; UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).
Pengertian Pajak Adam Smith (1898:302): “ Tax is a contribution from the citizen to support of the state”. Sommerfeld (1983:1): “Tax is any non-penal yet compulsory transfer of resources from the private to public sector, levied on the basis of predetermined criteria and without receipt of specific benefit of equal value, in order to accomplish some of a nation’s economic and social objectives.” Bastable (1993:263): “ Tax is a compulsory contribution of the wealth of a person or body of persons for service of the public powers.”
Pengertian Pajak Prof. Dr. P.J.A. Adriani: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yg gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dg tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”. Prof. Dr. M.J.H. Smeeths: “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran Pemerintah”.
Pengertian Pajak Dr. Soeparman Soemahamidjaja: “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.: “Pajak adalah iuran kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
PENGERTIAN PAJAK Menurut UU No. 28 Tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 9
PENGERTIAN PAJAK Kesimpulkan Pengertian Pajak adalah: Iuran dari rakyat kepada Negara. (Dapat dipaksakan) dipungut berdasarkan Undang-Undang, beserta aturan pelaksanaannya. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi yang dapat ditunjukkan secara langsung. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara/ pemerintahan (budgeter). Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur (regulerend).
Retribusi Retribusi merupakan pembayaran wajib dari Penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara kepada penduduknya secara perorangan. Jasa dari negara tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara tersebut. Contoh : - retribusi pelayanan jasa di Instansi Pemerintah; retribusi pelayanan rumah sakit; retribusi parkir
Sumbangan Sumbangan adalah pembayaran dari golongan tertentu penduduk kepada negara, karena mereka adalah satu golongan bersama, menikmati secara langsung balas jasa yang diberikan negara, yang menikmati balas jasa hanya satu golongan tertentu. Contoh : Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ); Sumbangan PMI;
PRINSIP PEMUNGUTAN PAJAK Prinsip-prinsip pokok perpajakan yang paling terkenal adalah yang dikemukakan oleh Adam Smith yang dikenal dengan “four canon of taxation”. Dikenal 4 prinsip pemungutan pajak yang baik yaitu : Prinsip Persamaan, Keadilan dan kemampuan (Equality, Equity dan Ability). Prinsip Kepastian (Certainty). Prinsip Kenyamanan Pembayaran (Convenience of Payment) Prinsip efisiensi (Economic of collection)
PRINSIP PEMUNGUTAN PAJAK Prinsip Persamaan, Keadilan dan kemampuan (Equality, Equity dan Ability) : Equality ( Kesamaan ) : bahwa keadaan yang sama atau orang yang berada dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama. b. Equity (Keadilan) : Dengan adanya kesamaan, akan tercapai keadilan di antara para pembayar pajak. c. Ability to Pay (Kemampuan) : Pembayar pajak akan dikenakan pajak sesuai kemampuannya dalam membayar pajak.
PRINSIP PEMUNGUTAN PAJAK 2. Prinsip Kepastian Kepastian yang berhubungan dengan hukum, yang mengandung arti adanya jaminan hukum bagi pembayar pajak dan bukan didasarkan pada kesewenangan. Juga bermakna bahwa penarikan pajak harus berdasarkan peraturan tertulis atau UU atau aturan lain yang dibuat oleh badan yang berwenang. 3. Prinsip Kenyamanan Pembayaran (Convenience of payment). Pemungutan dan pembayaran pajak dilakukan pada waktu Wajib Pajak dalam keadaan paling menyenangkan, yaitu pada saat WP mampu membayar pajak atau saat menerima penghasilan, pada waktu penjualan panen atau saat membeli barang dan pelayanan yang baik dalam pembayaran pajak dengan mempermudah WP melakukan pembayaran pajak;
PRINSIP PEMUNGUTAN PAJAK Prinsip Efisiensi (Ekonomis) Maksudnya adalah efisieni dalam pemungutan pajak. Biaya dalam rangka pemungutan pajak hendaknya seminimal mungkin
FUNGSI PAJAK Fungsi Budgeter (fungsi anggaran) ialah fungsi pajak disektor publik, merupakan alat atau sumber untuk memasukkan uang dari masyarakat ke Kas Negara Fungsi Regulerend (fungsi mengatur) ialah fungsi pajak yang dipergunakan untuk mengatur atau untuk mencapai tujuan tertentu di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Misalnya dgn mengadakan perubahan-perubahan tarif, memberikan pengecualian, keringanan, dll.
CONTOH FUNGSI REGULEREND Redistribusi pendapatan dari si kaya kepada si miskin Mendorong investasi di bidang atau daerah tertentu Mendorong ekspor Membatasi impor atau konsumsi produk tertentu Untuk melakukan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dsb
ASAS PEMUNGUTAN PAJAK Menurut Falsafah Hukum, alasan negara memungut pajak: Teori Asuransi Teori Kepentingan Teori Daya Pikul Teori Bakti Teori Daya Beli
ASAS PEMUNGUTAN PAJAK 1. Teori Asuransi Masyarakat dianggap mempertanggungkan (mengasuransikan) keselamatan dan keamanannya jiwa dan hartanya sehingga masyarakat harus membayar “premi” dalam bentuk pajak kepada negara. 2. Teori Kepentingan Negara melindungi kepentingan harta dan jiwa warga negara dengan memperhatikan pembagian beban yang harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini didasarkan pada kepentingan setiap orang untuk perlindungan jiwa dan hartanya. 3. Teori Daya Pikul Teori ini berpangkal dari asas keadilan, yaitu setiap orang dikenai pajak dengan bobot yang sepadan. Pajak yang harus dibayar adalah menurut daya pikul dengan ukuran besarnya penghasilan dan pengeluaran seseorang
ASAS PEMUNGUTAN PAJAK 4. Teori Bakti Teori ini disebut teori kewajiban pajak mutlak, yang mendasarkan bahwa negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Di sisi lain, masyarakat menyadari bahwa membayar pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara karena negaralah yang bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya. 5. Teori Daya Beli Pembayaran pajak dimaksudkan untuk memelihara masyarakatnya, sehingga pembayaran pajak lebih ditekankan pada fungsi mengatur dari pajak agar masyarakat tetap eksis. Teori ini lebih mendasarkan pada penyelenggaraan kepentingan masyarakat yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu atau negara.
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu: Self Assessment System, suatu sistem pemungutan pajak dimana WP menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dgn ketentuan peraturan perundang-undangan perpaja-kan. Dalam sistem pemungutan ini, kegiatan pemungutan pajak diletakkan kepada aktivitas masyarakat wajib pajak sendiri, dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk: Menghitung sendiri pajak yang terutang. Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang. Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang. Melaporkan sendiri pajak yang terutang.
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK Official Assessment System, suatu sistem pemungutan pajak, dimana aparatur pajak (fiskus) menetapkan jumlah pajak yang terutang dari Wajib Pajak. Dalam sistem ini inisiatif dan kegiatan dalam mengitung dan menetapkan pajak sepenuhnya berada pada aparatur pajak (fiskus). Withholding System, suatu sistem pemungutan pajak, dimana perhitungan pemotongan dan pembayaran pajak serta pelaporan pajak dipercayakan kepada pihak ketiga oleh Negara. Pihak ketiga yang diberi kepercayaan pemerintah untuk memotong atau memungut pajak misalnya Badan-badan tertentu, Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan dan lain-lain. Contoh Pajak yang menganut sistem ini misalnya PPh Pasal-pasal 4 (2), 15, 21, 22, 23, dan 26.
STELSEL PEMUNGUTAN PAJAK Stelsel Riil (Pengenaan di Belakang) Merupakan cara pengenaan pajak didasarkan pd keadaan sesung-guhnya (riil) atau nyata, yang diperoleh dalam suatu tahun pajak. Stelsel Fictive (Pengenaan di Depan) Merupakan cara pengenaan pajak yang didasarkan atas suatu anggapan (fiksi) dan anggapan tersebut tergantung pada ketentuan bunyi undang-undang. Misalnya penghasilan seorang wajib pajak pada tahun berjalan dianggap sama dengan pengahasilan pada tahun sebelumnya. Stelsel Campuran (Pengenaan Riil dan Fictive) Merupakan campuran antara stelsel riil dan stelsl fiksi dimana fiskus akan mengenakan pajak berdasarkan anggapan yang ditentukan dalam undang-undang yang selanjutnya setelah berakhirnya tahun pajak dilakukan pengenaan pajak berdasarkan keadaan yang sesungguhnya (riil).
JENIS PAJAK MENURUT GOLONGAN Pajak Langsung: pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: PPh, PBB, dll. Pajak Tidak Langsung: pajak yang pembebanan-nya dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: PPN, PPnBM, dll.
JENIS PAJAK MENURUT SIFAT Pajak subjektif, pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan subjek pajak, baru kemudian ditentukan objek pajaknya. Contoh : PPh. Pajak objektif, ialah pajak yang pertama-tama melihat keadaan objek pajak, meliputi benda, atau keadaan, per-buatan, peristiwa yang menyebabkan timbulkan kewajiban membayar, baru kemudian ditentukan subyek pajaknya, tidak mempersoalkan apakah subyek ini bertempat kedudukan di Indonesia atau tidak. Contoh : PPN dan PPnBM
JENIS PAJAK MENURUT PEMUNGUT Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat: Dipungut Direktorat Jenderal Pajak meliputi: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Bea Meterai. Dipungut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai meliputi: Bea Masuk (impor), Bea Masuk Tambahan (impor), dan Cukai. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota (c.q. Dinas Pendapatan Daerah): Pemerintah Daerah Provinsi meliputi: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dll. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota meliputi: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian C, dll.
TARIF PAJAK Tarif Tetap, tarif sama terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak. Misalnya tarif BM: Rp 6000 atau Rp 3.000 Tarif Proporsional, tarif berupa prosentase tetap. Misalnya tarif PPN 10%, tarif PBB 0,5%, tarif BPHTB 5%, dll. Tarif Progresif, tarif semakin besar jika jumlah yang dikenai pajak makin besar. Misalnya PPh. Progresif-Progresif, kenaikan prosentase makin besar. Progresif-Tetap, kenaikan prosentase tetap. Progresif-Degresif, kenaikan prosentase semakin kecil. Tarif Degresif, tarif semakin kecil jika jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
TIMBUL UTANG PAJAK Pendapat/ajaran materil; Timbulnya utang pajak yaitu saat diundangkannya undang-undang pajak serta telah dipenuhinya syarat subjektif dan objektif dari utang pajak tersebut. Artinya apabila suatu undang-undang pajak diundangkan oleh pemerintah, maka pada saat itulah timbulnya utang pajak sepanjang apa yang diatur dalam undang-undang tersebut menimbulkan suatu kewajiban bagi seseorang (dipenuhinya syarat subjektif dan objektif) Ajaran ini diterapkan pada Self Assesment System. Pendapat/ajaran Formil; Timbulnya utang pajak terjadi saat dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh pemerintah. Artinya bahwa seseorang/badan baru diketahui mempunyai utang pajak saat pemerintah (fiskus) menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas namanya serta besarnya pajak yang terutang. Ajaran ini diterapkan pada Official Assesment System.
HAPUSNYA UTANG PAJAK Pembayaran, Kompensasi, Daluarsa, Pembebasan, Penghapusan, Pengecualian pajak (tax incentive).