PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN CAGAR BUDAYA ANTARA NORMA DAN FAKTA Oleh: Endang Sumiarni Disampaiakan dalam Diskusi Ilmiah Arkeologi tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Cagar Budaya di Jawa Timur, diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Arkeologi Komda Jawa Timur, pada hari Kamis-Sabtu, tanggal 22-24 Maret 2018, di hotel Olino Malang. Gedung NIAS / Fakultas Kedokteran UNAIR (1920-1922),. Jl. Prof Dr Moestopo
BERBAGAI FAKTA 1.SENGAJA MERUSAK 2.PENELANTARAN 3.ADAPTASI DAN REVITALISASI TIDAK DENGAN IJIN 4.IJIN BUKAN DARI PEJABAT YANG BERWENANG 5.PEMBIARAN 6. SESAT BERNALAR DI BIDANG HUKUM 7.PERBEDAAN INTERPRETASI ARGUMENTASI” :”KAN BELUM DITETAPKAN SEBAGAI CB”. SUDAH ADA REKOMENDASI SUDAH DIIJINKAN MILIK SENDIRI BISNIS/EKONOMI TIDAK TAHU
CONTOH KAWASAN CB KOTA BARU PERINGKAT PROV. KAWASAN CB SANGIRAN PERINGKAT NASIONAL KAWASAN CB MUARO JAMBI PERINGKAT NASIONAL KAWASAN SAWAHLUNTO PERINGKAT NASIONAL BANGUNAN CB HOTEL TUGU PERINGKAT NASIONAL BANGUNAN CB PASAR CINDE PABRIK GULA KUTOARJO SITUS BENTENG VASTENBERG DLL.
Cagar Budaya? warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan Gedung Balai Pemuda (1907) Jl Pemuda 15
Rumah HOS Tjokroaminoto (abad XIX) JENIS2 CB (benda, struktur, bangunan, situs, kawasan) KRITERIA (usia, masa gaya, arti penting, nilai budaya) UNSUR-UNSUR (masing2 Jenis CB) PENGECUALIAN (jika tidak memenuhi kriteria CB) Rumah HOS Tjokroaminoto (abad XIX) Peneleh VII No. 29-31
PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PELINDUNGAN (Pl) PEMANFAATAN (Pf) PENGEMBANGAN (Pb) PENYELAMATAN AGAMA Penelitian SOSIAL PENGAMANAN Revitalisasi IPTEK Adaptasi KEBUDAYAAN ZONASI Pl Pb Pf PARIWISATA PEMELIHARAAN PEMUGARAN Bermula dan berakhir di sini
Gedung Bank Hagakita (1912) PELESTARIAN (PasaL 1 angka 22): upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. PELINDUNGAN (Pasal 1 angka 23): upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Gedung Bank Hagakita (1912) Jl. Tunjungan No. 60 Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.
GEREJA PREGOLAN SURABAYA PENGEMBANGAN (Pasal 1 angka 29): peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi CB serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian. GEREJA PREGOLAN SURABAYA
Pasal 78 Pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai yang melekat padanya. setelah memperoleh: izin Pem./Pemda/ izin pemilik dan/atau yang menguasai Cagar Budaya. dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya digunakan untuk Pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. harus disertai dengan pendokumentasian.
1. PENGEMBANGAN MELALUI PENELITIAN Pasal 79 (1) Penelitian dilakukan pada setiap rencana pengembangan Cagar Budaya untuk menghimpun informasi serta mengungkap, memperdalam, dan menjelaskan nilai-nilai budaya. penelitian dasar untuk Pengembangan ilmu pengetahuan; dan penelitian terapan untuk pengembangan teknologi atau tujuan praktis yang bersifat aplikatif
PENGEMBANGAN MELALUI PENELITIAN Penelitian melalui: dapat diLakukan sebagai bagian dari analisis mengenai dampak lingkungan atau berdiri sendiri. Proses dan hasil Penelitian Cagar Budaya dilakukan untuk kepentingan meningkatkan informasi dan promosi Cagar Budaya. Pemerintah dan Pemerintah Daerah, atau penyelenggara penelitian menginformasikan dan mempublikasikan hasil penelitian kepada masyarakat.
2. PENGEMBANGAN DENGAN REVITALISASI. Revitalisasi (Pasal 1 angka 31) menumbuhkan kembali nilai-nilai penting CB dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat. Pasal 80: Revitalisasi potensi Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan/atau lanskap budaya asli berdasarkan kajian. Balai Kota Surabaya (1926) Jl. Taman Surya No. 1 Revitalisasi dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan penguatan informasi tentang Cagar Budaya.
3. PENGEMBANGAN DENGAN ADAPTASI ((Pasal 1 angka 32): upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting. Kantor Pos Besar (1881) Jl. Kebon Rojo
ADAPTASI: Pasal 83 (1)Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dapat dilakukan adaptasi untuk memenuhi kebutuhan masa kini dengan tetap mempertahankan: ciri asli dan/atau muka Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya; dan/atau b.ciri asli lanskap budaya dan/atau permukaan tanah Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya sebelum dilakukan adaptasi.
mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada Cagar Budaya; (2) Adaptasi dilakukan dengan: mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada Cagar Budaya; menambah fasilitas sesuai dengan kebutuhan; mengubah susunan ruang secara terbatas; dan/ataumempertahankan gaya arsitektur, konstruksi asli, dan keharmonisan estetika lingkungan di sekitarnya.
GEDUNG WISMILAK JL. RAYA DARMO Gedung Wismilak (1928) Jl. Raya Darmo BANGUNAN CAGAR BUDAYA HASIL KONSULTASI DENGAN TIM CAGAR BUDAYA GEDUNG WISMILAK JL. RAYA DARMO PENGEMBANGAN ASLI Gedung Wismilak (1928) Jl. Raya Darmo
SISTEM ZONASI b. zona penyangga; c.zona pengembangan; dan/atau Pasal 73 (1) Sistem Zonasi mengatur fungsi ruang pada Cagar Budaya, baik vertikal maupun horizontal. (2) Pengaturan Zonasi secara vertikal dapat dilakukan terhadap lingkungan alam di atas Cagar Budaya di darat dan/atau di air. (3) Sistem Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas: a. zona inti; b. zona penyangga; c.zona pengembangan; dan/atau d.zona penunjang. (4) Penetapan luas, tata letak, dan fungsi zona ditentukan berdasarkan hasil kajian dengan mengutamakan peluang peningkatan kesejahteraan rakyat. “zona inti” : area pelindungan utama untuk menjaga bagian terpenting CB “zona penyangga” : area yang melindungi zona inti. “zona pengembangan” : area yang diperuntukan bagi pengembangan potensi cagar budaya bagi kepentingan rekreasi, daerah konservasi lingkungan alam, lanskap budaya, kehidupan budaya tradisional, keagamaan, dan kepariwisataan,. “zona penunjang” area yang diperuntukan bagi sarana dan prasarana penunjang serta untuk kegiatan komersial dan rekreasi umum.
hubungan kontekstual; cakupan pandangan; dan/atau batas alam. Secara Arkeologi: (1) Penentuan batas zona dapat dibedakan atas: batas asli; batas budaya; batas arbitrer; hubungan kontekstual; cakupan pandangan; dan/atau batas alam. (2) Batas asli merupakan batas Cagar Budaya yang masih dapat dikenali berdasarkan sebaran dan kepadatan temuan arkeologi. (3) Batas budaya merupakan batas kewilayahan menurut kesepakatan pendukung yang berbeda atau persebaran kelompok etnik tertentu.
BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI KOTA SURABAYA Interior Hotel Majapahit Jl. Tunjungan No. 65 Interior Hotel Majapahit (1911)
KETENTUAN PIDANA: Pasal 104 Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 105 Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 110 Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 113 Tindak pidana yang dilakukan oleh badan usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum, dijatuhkan kepada: badan usaha; dan/atau orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana. Tindak pidana yang dilakukan oleh badan usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum, dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan Pasal 112. Tindak pidana yang dilakukan orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana, dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan Pasal 112.
Pasal 114 Bilamana pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya terkait dengan Pelestarian Cagar Budaya, pidananya dapat ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 115 Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan Pasal 114 dikenai tindakan pidana tambahan berupa: kewajiban mengembalikan bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan sesuai dengan aslinya atas tanggungan sendiri; dan/atau perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana. Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap badan usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum dikenai tindakan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.
HARMONISASI PENGATURAN UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 1 angka 7: Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.
UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung Pelestarian Pasal 38 Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan.
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya. Perbaikan, pemugaran, dan pemanfaatan bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya yang dilakukan menyalahi ketentuan fungsi dan/atau karakter cagar budaya, harus dikembalikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dlindungi dan dilestarikan…. …….sesuai peraturan per-uu-an. PP No. 35/2005: Pasal 84 Bangunan gedung dan lingkungannya sebagai benda cagar budaya yang dilindungi dan dilestarikan merupakan bangunan gedung berumur paling sedikit 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan termasuk nilai arsitektur dan teknologinya. Dlindungi dan dilestarikan…. …….sesuai peraturan per-uu-an.
Pasal 85: (3) Klasifikasi utama : diperuntukkan bagi bangunan gedung dan lingkungannya yang secara fisik bentuk aslinya sama sekali tidak boleh diubah. (4)Klasifikasi madya: diperuntukkan bagi bangunan gedung dan lingkungannya yang secara fisik bentuk asli eksteriornya sama sekali tidak boleh diubah, namun tata ruang-dalamnya dapat diubah sebagian dengan tidak mengurangi nilai-nilai perlindungan dan pelestariannya. (5)Klasifikasi pratama diperuntukkan bagi bangunan gedung dan lingkungannya yang secara fisik bentuk aslinya dapat diubah sebagian dengan tidak mengurangi nilai-nilai perlindungan dan pelestariannya serta dengan tidak menghilangkan bagian utama bangunan gedung tersebut.
PP No. 35/2005:angka 29: Pemugaran bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan adalah kegiatan memperbaiki, memulihkan kembali bangunan gedung ke bentuk aslinya. Pasal 23: (2) Penampilan bangunan gedung di kawasan cagar budaya, harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah pelestarian. (3)Penampilan bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan gedung yang dilestarikan, harus dirancang dengan mempertimbangkan kaidah estetika bentuk dan karakteristik dari arsitektur bangunan gedung yang dilestarikan.
TERIMAKASIH SALAM LESTARI