‘Am, Khash, Muthlaq, Muqayyad Oleh: Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA
‘AM (Lafaz Umum) ‘Am yaitu lafaz yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian lafaz itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu. Banyak kata yang menunjukkan makna umum seperti: Kata كلّ dan جميع seperti dalam QS. Al-Thur: 21 كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ juga dalam QS. Al-Baqarah: 29 هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا Kata jama’ yang disertai alif dan lam di awalnya. QS. al- Baqarah: 233 وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ Kata benda tunggal (mufrad) yang di-ma’rifah-kan dengan alim lam. إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ * والسارق والسارقة فاقطعوا أيديهما Isim syarat (kata benda untuk mensyaratkan), seperti kata مَن dalam QS.Al-Nisa`: 92 وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فتحرير رقبة مؤمنة Isim nakirah yang di-nafi-kan seperti dalam QS. Al- Mumtahanah:10 ولا جناح عليكم ان تنكحوحن إذا ءاتيتموهن أجورهن Isim Maushul (kata ganti penghubung), QS. Al-Nisa’: 10 إن الذين يأكلون أموالَ اليتامى ظلما إنما يأكلون في بطونهم نارا
Macam-macam 'am 1.'Âm yurâdu bihi al-'âm. Yaitu 'am yang tidak disertai qarinah yang menghilangkan kemungkinan untuk dikhususkannya. 2.'Âm yurâdu bihi al-khushus. Yaitu 'am yang disertai qarinah yang menghilangkan arti umumnya dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan 'am itu adalah sebagian dari satunya. 3.'Âm makhshush. Yaitu 'am mutlak. ‘Am yang tidak disertai qarinah yang menghilangkan kemungkinan dikhususkan dan menghilangkan keumumannya. Pada kebanyakan nash-nash yang didatangkan dengan shigat umum tidak disertai qarinah, sekalipun qarinah lafzhiyah (tertulis), 'aqliyah (dalam pemikiran) atau 'urfiyah (adat kebiasaan) yang menyatakan keumumannya atau kekhususannya. Lafaz-lafaz 'am semacam ini adalah jelas menunjukkan keumumannya selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya.
Kaidah-Kaidah ‘Am
KHASH (LAFAZ KHUSUS) Khash adalah lafaz yang mengandung satu pengertian secara tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas. Lafaz khash dalam nash syara’ menunjuk kepada pengertiannya yang khash secara qath’i (pasti), dan hukum yang dikandungnya bersifat qath’i selama tidak ada indikasi yang menunjukkan pengertian lain. Seperti pada kata bilangan. Misal QS. Al-Maidah: 89 فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ
Bentuk-bentuk Lafaz Khusus 1.Isim ‘alam, baik manusia seperti: Muhammad, Nuh; atau nama bagi benda apa saja seperti: tuffâhah, misymisy. 2.Isim yang dima’rifatkan dengan al lil ‘ahdi, seperti perkataan: jâ-a al-rajulu (seorang lelaki tertentu). 3.Menentukan isim dengan menunjuknya, seperti perkataan: dzâlika al-qâdim dan hvdza al-jâlisu. 4.Bilangan yang dibatasi, meskipun lebih banyak dari dua, seperti: tsalâtsun atau khamsun.
Al-Taghlib Lafaz umum (‘am) mencakup seluruh bagian yang termasuk dibawah jenisnya. Meskipun demikian, orang Arab dalam kondisi tertentu terkadang menggunakan lafaz umum agar mencakup bagian-bagian yang lainnya karena adanya hubungan diantara keduanya dalam bahsa mereka. Ini disebut dengan al-taghlib.
Cakupan Taghlib 1.Memenangkan lafaz muzakkar agar mencakup muannats, yakni mengunggulkan lafaz al-rijal agar didalamnya mencakup al-nisa’, jika keduanya diseru, maka dipakai lafaz muzakkar, seperti lafaz ulil albâb dalam QS. Ali-Imran: 190 yang juga bermakna ûlâtul albâb. Lafaz âmanû juga begitu. Pengecualian: Apabila suatu seruan terhadap suatu perbuatan ditujukan khusus bagi laki-laki dengan disertai qarinah (indikator), maka saat itu tidak terjadi taghlib, seperti pada ayat يأيها الذين ءامنوا إذا نودي للصلاة من يوم الجمعة 2.Taghlib mencakup seruan bagi orang yang berakal terhadap yang tidak berakal, seperti وربك أعلم بمن في السموات والأرض kata man mencakup yang berakal ataupun tidak. 3.Taghlib sifat yang berakal, seperti والشمس والقمر رأيتُهم لي ساجدين menggunakan kata رأيتهم (seruan bagi yang berakal) sebagai ganti رأيتها yang mensifati bulan dan matahari dengan sifat dimiliki yang berakal karena ada kata ساجدين
Macam-macam Takhshish Takhsish adalah penjelasan bahwa yang dimaksud dengan suatu lafal umum adalah sebagian dari cakupannya, bukan seluruhnya. Atau memalingkan suatu kata dari umum menjadi khusus. Dalil-dalil Pengkhususan terbagi dua: Dalil pengkhususan yang menyatu أدلة التخصيص المتصلة dan dalil pengkhususan yang terpisah أدلة التخصيص المنفصلة 1.MUTTASHIL (BERSAMBUNG). Yakni mukhashshish- nya ada dalam susunan yang menjadi satu dengan yang umumnya. Khash muttashil terdapat berbagai macam: a. Istitsna', kata إلا – غير – سوى – حاشا – عدا – ليس - لايكون. فنجينه وأهلَه أجمعين إلا عَجوزا في الغابرين ( الشعراء ) b. Syarath (syarat), إنْ – إذا – مَن – حيثما – أينما – إذما ولكم نصف ماترك أزواجكم إن لم يكن لهن ولد ( النساء 12)
c. Shifat (kata sifat). Seperti pda kalimat من فتياتكم المؤمنات dalam QS. Al-Nisa’: 25 yang membolehkan seorang laki-laki menikahi budak miliknya yang beriman, jika tidak beriman maka tidak boleh dinikahi. d. Ghayah, yaitu kata ( حتى ) dan ( إلى ). Hukum yang setelahnya harus berbeda dengan hukum yang sebelumnya. Contoh QS. Al-Maidah: 6 فاغسلوا وجوهكم وأيديكم إلى المرافق e. Badalul ba'dhi min al-kulli (pengganti sebagian dari keseluruhan), seperti ungkapan: Datang kepadaku suatu kaum, yakni para pemimpinnya. f. Hal (keadaan). Atau Takshish dengan perkataan yang bersambung dan mandiri. Contohnya QS. Al-Baqarah: 185 فمن شهد منكم الشهر فليصمه ومن كان مريضا او على سفر فعدة من أيام أخر ayat tsb bersifat umum tentang kewajiban shaum bagi orang yang melihat bulan, tetapi bentuk perkataannya yang bersambung dan mandiri setelahnya mengecualikan orang yang sakit dan sedang bepergian.
2.MUNFASHIL (TERPISAH). Yakni mukhashish-nya terdapat pada tempat lain, tidak bersama dengan lafaz yang umum. Khash munfashil juga terdapat berbagai macam: a.Takhshish Quran dengan Quran. Seperti QS. Al-Thalaq ayat 4 yang mentakhshish QS. Al-Baqarah: 234. b.Takhshish al-kitab (Quran) bi al-sunnah, seperti ayat والسارق والسارقة فاقطعوا أيديهما ( المائدة 38) yang ditakhshish hadis tentang nishab sariqah لاقَطْعَ إلا في ربع دينار c.Takhshish al-sunnah bi al-kitab, sesuai dengan QS. Al- Nahl: 89. Contoh: pada saat terjadi Perjanjian Hudaibiyah, Rasul bersabda أنْ لا يأتيكَ أحدٌ منا وإنْ كان على دينك إلا رَدَدْتُه (dengan syarat jika datang kepadamu salah seorang dari kami meskipun menganut agamamu maka engkau harus mengembalikannya). Pernyataan أحد ini mencakup setiap laki-laki dan wanita. Kemudian ada ayat dalam QS. Al- Mumtahanah: 10 yang mentakhshish, sehingga khusus diperuntukkan bagi laki-laki saja.
d.Takhshish al-sunnah bi al-sunnah. Seperti kalimat dalam hadis لا زكاة فيما دون خمسة أوسق (tidak wajib zakat pada hasil panen yang dibawah 5 wasaq) yang mentakhshish hadis فيما سقت السماء العشر (Pada tumbuhan yang disirami hujan maka wajib dikeluarkan zakat sepersepuluhnya). e.Takhshish bi al-qiyas. f.Takhshish bi al-'aql (dalil ‘aqli), seperti dalam masalah akidah الله خالق كل شيئ ( الرعد 16) g.Takhshish Quran dan Sunnah dengan Ijma’ Sahabat. Ijma’ sahabat telah mentkhshish ayat tentang tuduhan berzina, yaitu dengan menjadikan jilid (hukum cambuk) bagi budak setengah dari orang merdeka. h.Takhshish lafaz yang umum dengan mafhum muwafaqah maupun mukhalafah.
MUTHLAQ & MUQAYYAD Kata muthlaq berarti “bebas tanpa ikatan”, dan kata muqayyad berarti “terikat”. Secara istilah, muthlaq: ما دل على فرد غير مقيد لفظا بأي قيد (lafaz yang menunjukkan suatu satuan tanpa dibatasi secara harfiah dengan suatu ketentuan). Ex. مصري – رجل Muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan suatu satuan yang secara lafziyah dibatasi dengan suatu ketentuan, misalnya مصريون مسلمون – رجل راشدون Kaidah Ushul: Ayat yang bersifat muthlaq harus dipahami secara mutlaq selama tidak ada dalil yang membatasinya. Contoh, QS. Al-Baqarah: 234 وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا kata أزواجا adalah lafaz mutlaq karena tidak membedakan apakah wanita itu sudah pernah digauli oleh suaminya atau belum. Sebaliknya, ayat yang bersifat muqayyad harus dilakukan sesuai dgn batasannya. alMujadilah:3-4 فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ
MUTHLAQ & MUQAYYAD Dengan kata lain, MUTHLAQ adalah suatu lafazh yang menunjuk hakikat sesuatu tanpa pembatasan yang dapat mempersempit keluasan artinya. Sedangkan MUQAYYAD adalahsuatu lafazh yang menunjukkan hakikat sesuatu yang dibatasi dengan suatu pembatasan yang mempersempit keluasan artinya.
Bentuk-bentuk mutlaq & muqayyad Kaidah lafazh mutlaq dan muqayyad dibagi dalam 5 bentuk: 1.Suatu lafazh dipakai dengan mutlaq pada suatu nash, sedangkan pada nash lain digunakan dengan muqayyad; keadaan ithlaq dan taqyid-nya bergantung pada sebab hukum. 2.Lafazh mutlaq dan muqayyad berlaku sama pada hukum dan sebabnya. 3.Lafazh mutlaq dan muqayyad yang berlaku pada nash itu berbeda, baik dalam hukumnya ataupun sebab hukumnya. 4.Mutlaq dan muqayyad berbeda dalam hukumnya, sedangkan sebab hukumnya sama. 5.Mutlaq dan muqayyad sama dalam hukumnya, tetapi berbeda dalam sebabnya.
Hukum Lafaz Muthlaq dan Muqayyad Pada prinsipnya para ulama sepakat baik hukum lafazh mutlaq maupun hukum lafazh muqayyad itu wajib diamalkan kemutlakannya maupun kemuqayyadannya. Namun dari lima bentuk tersebut, ada yang disepakati dan ada yang diperselisihkan. Yang disepakati ialah: 1.Hukum dan sebabnya sama, disini para ulama sepakat bahwa wajibnya membawa lafazh mutlaq kepada muqayyad. 2.Hukum dan sebabnya berbeda, dalam hal ini, para ulama sepakat wajibnya memberlakukan masing- masing lafazh, yakni mutlaq tetap pada kemutlakannya dan muqayyad tetap pada kemuqayyadannya. 3.Hukumnya berbeda sedangkan sebabnya sama. Pada bentuk ini, para ulama sepakat pula bahwa tidak boleh membawa lafazh mutlaq kepada muqayyad, masing-masing tetap berlaku pada kemutlakannya dan kemuqayyadannya.
Yang Diperselisihkan dalam muthlaq & muqayyad Kemuthlaqan dan kemuqayyadan terdapat pada sebab hukum.Namun, masalah (maudhu’) dan hukumnya sama. Menurut Jumhur ulama dari kalangan Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanafiyah, dalam masalah ini wajib membawa muthlaq kepada muqayyad. Oleh sebab itu, mereka tidak mewajibkan zakat fitrah kepada hamba sahaya. Sedangkan ulama Hanafiyah tidak mewajibkan membawa lafazh mutlaq dan muqayyad.Oleh sebab itu, ulama Hanafiyah mewajibkan zakat fitrah atas hamba sahaya secara mutlaq. Muthlaq dan muqayyad terdapat pada nash yang sama hukumnya, namun sebabnya berbeda. Masalah ini juga diperselisihkan. Menurut ulama Hanafiyah tidak boleh membawa muthlaq pada muqayyad, melainkan masing-masingnya berlaku sesuai dengan sifatnya.Oleh sebab itu, ulama Hanafiyah, pada kafarat zihar tidak mensyaratkan hamba mukmin. Sebaliknya, menurut jumhur ulama, harus membawa muthlaq kepada muqayyad secara mutlak. Namun menurut sebagian ulama Syafi’iyah, muthlaq dibawa pada muqayyad apabila ada ’illat hukum yang sama, yakni dengan jalan qiyas. (Al-Amidi, 1968 : II : 112)
MANTHUQ & MAFHUM Manthuq secara bahasa berarti “sesuatu yang diucapkan”. Secara istilah, manthuq berarti pengertian harfiah dari suatu lafaz yang diucapkan. Contoh dalam QS. Al-Nisa`: 3 mencantumkan hukum boleh kawin lebih dari 1 orang dengan syarat adil. Jika tidak sanggup, wajib membatasi seorang saja. Mafhum secara bahasa berarti “sesuatu yang dipahami dari suatu teks”. Secara istilah, mafhum adalah pengertian tersirat dari suatu lafaz (mafhum muwafaqah), atau pengertian kebalikan dari pengertian lafaz yang diucapkan (mafhum mukhalafah). QS. Al- Nisa`: 10 إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا mantuq dari ayat tsb menunjukkan haram memakan harta anak yatim. Mafhum muwafaqah-nya setiap tindakan yang bisa melenyapkan atau merusak harta anak yatim seperti menipu, membakar dsb adalah haram hukumnya.