زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Fiqih Munakahat Fiqih adalah satu term dalam bahasa Arab yang secara etimologi berarti “paham”. Dalam mengartikan fiqih secara terminologis Ibnu Subki dalam kitab Jam’al-Jawami’ mengartikan fiqih العلم بالاحكام الشرعية العملية المكتسب من أد لتها التفصلية. Pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amali yang diperoleh dari dalil- dalil yang tafsili.
Kata “munakahat” term yang terdapat dalam bahasa Arab yang berasal dari akar kata na- ka-ha, yang dalam bahasa Indonesia kawin atau perkawinan. Kata menikahi berarti mengawini, dan menikahkan sama dengan mengawinkan yang berarti menjadikan bersuami. Dengan demikian istilah pernikahan mempunyai arti yang sama dengan perkawinan
Pengertian nikah secara syari’iah mempunyai pengertian secara hakiki dan pengertian majazi. Pengertian nikah secara hakiki adalah bersenggama (wathi’) sedang pengertian majazinya adalah akad.. Namun pengertian yang lebih umum dipergunakan adalah pengertian bahasa secara majazi, yaitu akad.
Ulama’ hanafiyah berpendapat bahwa kata nikah itu mengandung arti secara hakiki untuk hubungan kelamin. Ulama’ Syafi’iyah berpendapat bahwa kata nikah itu berarti akad dalam arti yang sebenarnya(hakiki),
QS. Ar-Ra’d : 38 ولقد ارسلنا رسلا من قبلك وجعلنا لهم ازواجا وذرّيّة Artinya : “Dan sesungguhnya kami telah mengutus para rasul sebelum kamu (Muhammad) dan kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturuna”. وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
عن عبد الله بن مسعود ض. قال : قال رسول الله ص عن عبد الله بن مسعود ض. قال : قال رسول الله ص. : يامعشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج. فإنه اغصن للبصر واحصن للفرج. ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء.
Visi Pernikahan Islami Visi Rasulullah saw tentang keluarga adalah “baiti jannati”. Sebuah keluarga akan menjadi “surga kecil” jika ia memenuhi empat fungsi berikut
FUNGSI FISIOLOGIS 1. Tempat semua anggota keluarga FUNGSI FISIOLOGIS 1. Tempat semua anggota keluarga mendapatkan sarana berteduh yang baik & nyaman. 2. Tempat semua anggota keluarga mendapatkan kosumsi makan-minum- pakaian yang memadai. 3. Tempat suami-isteri dapat memenuhi kebutuhan biologisnya.
FUNGSI PSIKOLOGIS 1. Tempat semua anggota keluarga diterima FUNGSI PSIKOLOGIS 1. Tempat semua anggota keluarga diterima keberadaannya secara wajar & apa adanya. 2. Tempat semua anggota keluarga mendapat pengakuan secara wajar dan nyaman. 3. Tempat semua anggota keluarga mendapat dukungan psikologis bagi perkembangan jiwanya. 4. Basis pembentukan identitas, citra dan konsep diri para anggota keluarga
FUNGSI SOSIOLOGIS 1. Lingkungan pertama dan terbaik bagi FUNGSI SOSIOLOGIS 1. Lingkungan pertama dan terbaik bagi segenap anggota keluarga. 2. Unit sosial terkecil yang menjembatani interaksi positif antara individu anggota keluarga dengan masyarakat sebagai unit sosial yang lebih besar.
FUNGSI DA’WAH 1. Menjadi obyek wajib da’wah pertama bagi. sang da’i. 2 FUNGSI DA’WAH 1. Menjadi obyek wajib da’wah pertama bagi sang da’i. 2. Menjadi prototipe keluarga muslim ideal (bagian dari pesona islam) bagi masyarakat muslim dan non muslim. 3. Setiap anggota keluarga menjadi partisipan aktif-kontributif dalam da’wah. 4. Memberi antibodi/imunitas bagi anggota keluarga dari kebatilan dan kemaksiatan.
Hukum Menikah HUKUM NIKAH 1. Wajib, bila nafsu mendesak, mampu menikah dan berpeluang besar jatuh ke dalam zina. 2. Sunnah, bila nafsu mendesak, mampu menikah tetapi dapat memelihara diri dari zina. 3. Mubah, bila tak ada alasan yang mendesak/mewajibkan segera menikah dan/atau alasan yang mengharamkan menikah. 4. Makruh, bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah tetapi tidak merugikan isterinya. 5. Haram, bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah sehingga merugikan isterinya.
JENIS NIKAH 1. Perkawinan Pinang, yaitu seorang pria datang meminang seorang wanita baik secara langsung atau melalui wali si wanita, kemudian menikahinya dengan mahar. 2. Perkawinan Gadai/Pinjam, yaitu seorang isteri yang diperintah suaminya untuk berkumpul dengan pria lain hingga hamil, demi mendapatkan keturunan atau perbaikan keturunan. 3. Poliandri, yaitu sejumlah pria (biasanya kurang dari 10 orang) secara bergilir mencampuri seorang wanita dengan kesepakatan bahwa jika wanita itu hamil dan melahirkan, maka kesemua pria tersebut harus ridha bila kemudian salah satu dari merekalah yang ditunjuk oleh si wanita sebagai ayah dari anak tersebut. 4. Pelacur, yaitu seorang wanita yang memasang bendera hitam di depan rumahnya sebagai tanda siapapun yang berkehendak kepadanya boleh masuk dan menggaulinya. Bila hamil dan melahirkan, kemudian si wanita mengumpulkan seluruh pria yang pernah menyetubuhinya dan memanggil seorang dukun ahli firasat untuk meneliti nasab anak itu lalu memberikan sang bayi kepada sang ayah yang harus tak boleh menolak.
Pada masa Muhammad saw telah menjadi rasulullah, muncul pula jenis-jenis nikah dalam bentuk lain : 5. Nikah Syighar, yaitu seorang wali menikahkan putrinya kepada seorang pria dengan syarat pria tersebut menikahkannya kepada putrinya dengan tanpa mahar. 6. Nikah Mut’ah, yaitu pria yang menikahi seorang wanita untuk jangka waktu tertentu. 7. Nikah Muhallil, yaitu seorang pria A yang menyuruh/membayar (muhallal) seorang pria B (muhallil) untuk menikahi wanita yang pernah dinikahi dan dithalaq sebanyak tiga kali agar dapat dinikahi pria A setelah diceraikan oleh pria B. 8. Nikah Ahli Kitab, yaitu seorang pria mu’min yang menikahi wanita beragama samawi (Yahudi atau Nashrani). Perhatikan : Hanya jenis nikah nomor 1 (Perkawinan Pinang) yang dihalalkan dalam syari’at Islam.