Kebijakan Desentralisasi Kesehatan dan Governance Sektor Kesehatan Laksono Trisnantoro Dwi Handono Sulistyo KMPK FK UGM.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
APA OTONOMI DAERAH ? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN.
Advertisements

Tujuan Mengetahui Perbandingan antara PP No. 25 tahun 2000 dengan PP No. 38 tahun 2007 Mengetahui dan memahami Aplikasi perubahan wewenang di berbagai.
Pengembangan Kapasitas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten / Kota Dalam Kebijakan dan Manajemen Kesehatan PMPK FK UGM - Badan PSDM Kemenkes RI.
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
DESENTRALISASI KESEHATAN
UU No. 23 TAHUN 2014 IMPLIKASINYA TERHADAP SDM KESEHATAN
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014
Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Kebijakan Desentralisasi Kesehatan dan Governance Sektor Kesehatan
Laksono Trisnantoro Dwi Handono Sulistyo KMPK FK UGM
Feedback Sistem Informasi SDM Kesehatan
Administrasi dan Kebijakan Upaya Kesehatan Perorangan
dr.Andi.Hj.Hadijah Iriani R.Sp.THT.MSi Kepala bappeda kota makassar
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
DRAFT Review UU Pemerintahan Daerah (UU 23/2014) dari Perspektif Penataan Ruang: POTENSI PERMASALAHAN DAN KEBUTUHAN KLARIFIKASI Sekretariat BKPRN.
& Dana Dekonsentrasi PENYELENGGARAAN APBN DI DAERAH :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
PETA KOMPETENSI 4 Dapat menjelaskan peran BUMN dan BUMD sebagai sumber penerimaan publik 5 Dapat menjelaskan administrasi perpajakan 6 Dapat menganalisis.
Dwi Handono Sulistyo KMPK FK UGM
Strategi dan Program 5 tahunan
Laksono Trisnantoro Dwi Handono Sulistyo KMPK FK UGM
Materi 3 Manajemen RS Smt 7-AKK-Kesmas
OPTIMALISASI BOK DALAM PROGRAM PAMSIMAS/STBM TAHUN 2017
Kepala Biro Organisasi Setda Prov. Sumbar
TIPE DAN ASAS PEMERINTAHAN LOKAL
OPTIMALISASI POTENSI EKONOMI DAERAH OLEH : DEDY ARFIYANTO , SE.MM
SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH (SIPD)
UNDANG-UNDANG nomor 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT
Sistem Kesehatan di Propinsi pasca JKN
Draft Modul Sinkronisasi RPJMD dengan RPJMN Bidang Kesehatan
Struktur Organisasi: Dari Perencanaan (RENSTRA) ke Pengorganisasian
Analisis SWOT & Isu-isu Pengembangan
Oleh: Dwi Handono Sulistyo PKMK FK UGM
KUWAT SRI HUDOYO SEKRETARIS DITJEN KESEHATAN MASYARAKAT
SISTEM INFORMASI KESEHATAN NASIONAL (SIKNAS)
PERAN PENGAWASAN KFN DALAM RANGKA PENINGKATAN MUTU PRAKTIK APOTEKER
DIREKTORAT JENDERAL OTONOMI DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI
JAMPERSAL Kelompok 2.
ANALISIS SDM DI SEKTOR KESEHATAN
OTONOMI DAERAH (OTODA)
MANAJEMEN FARMASI (2SKS)
Sistem Kesehatan Nasional
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
OTONOMI DAERAH Desi Harsanti Pinuji.
Dr. Jum’atil Fajar, MHlthSc
KELOMPOK 3: OTONOMI DAERAH.
DR.Suharto,SH.,M.Hum.
ISU DAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH
“Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan“
Kom III SUHARI MM.
KELEMBAGAAN POLITIK (MENURUT UUD 1945)
Program Penyehatan Makanan
TANTANGAN DAN PELUANG PELAYANAN KESEHATAN INDONESIA
Tata Kelola Pemerintahan Desa
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
BPS KABUPATEN BULELENG
Laksono Trisnantoro Dwi Handono Sulistyo KMPK FKKMK UGM
PERSPEKTIF PERANGKAT DAERAH BERDASARKAN PP 18 TAHUN 2016
Sistem Kesehatan dan Reformasi Sektor Kesehatan
Materi-2 MATA KULIAH SIMKES S1-KESMAS-AKK
NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA (NSPK) Bidang kominfo – sub urusan aptika Firmansyah Lubis Semarang, 31 Juli 2018.
SINERGITAS PELAKSANAAN Program prioritas kesehatan
Pembiayaan Kesehatan Daerah dan Perannya pasca UU BPJS
KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN
Akreditasi institusi.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.
Akreditasi Institusi.
DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
Transcript presentasi:

Kebijakan Desentralisasi Kesehatan dan Governance Sektor Kesehatan Laksono Trisnantoro Dwi Handono Sulistyo KMPK FK UGM

Pokok Bahasan Kebijakan Desentralisasi Tata Kelola Sektor Kesehatan

Segitiga Analisis Kebijakan September Konteks Aktor/ pelaku Individu Organisasi Isi/ Konten Proses Sumber: Walt and Gilson (1994)

KEBIJAKAN DESENTRALISASI Pokok Bahasan 1:

centralization De-centralization Law 22/99 Law 32/04 Perkembangan Desentralisasi di Indonesia

6 11 Fungsi Pemerintah Pusat 5 Fungsi Pemerintah Propinsi Sisanya ada di Pemerintah Kabupaten/Kota PP No. 25 Tahun 2000 (penjabaran UU No. 22 Tahun 1999)

Sumber: Kemendagri (2015)

Lembaga Pemerintah Status Kesehatan Masyarakat Menghasilkan peningkatan Kebijakan Desentralisasi Dalam bentuk berbagai peraturan hukum Input Faktor-faktor lain Masyarakat dan Swasta Harapan 15 tahun yang lalu

Pertanyaan-pertanyaan kritis setelah 15 tahun Apakah kebijakan desentralisasi justru memperburuk status kesehatan masyarakat?

Apa kenyataannya?  Kematian ibu dan bayi serta penyakit AIDS tidak mendapat manfaat dari kebijakan desentralisasi  Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional ada kemungkinan memperburuk ketidak adilan geografis.  Mengapa? 15 tahun desentralisasi tidak berhasil menyeimbangkan fasilitas kesehatan dan sumber daya kesehatan antar propinsi/kabupaten

Analisis kematian bayi Gap membesar Desentralisasi Balitbang Kemenkes, UGM, University of Queensland

Mengapa? Periode 2000 – 2007: Ketidak jelasan peran antar level pemerintah karena PP25 yang tidak jelas 2007 – 2013: PP memperjelas peran pemerintah di berbagai level, ternyata masih banyak masalah Mengapa?

Lembaga Pemerintah Status Kesehatan Masyarakat Menghasilkan peningkatan Kebijakan Desentralisasi Dalam bentuk berbagai peraturan hukum Input Faktor-faktor lain Masyarakat dan Swasta Kenyataan hingga 2013 Masih banyak masalah

Apa saja masalahnya? 1.Pemerintah Propinsi dan Kabupaten belum memberikan perhatian besar terhadap sektor kesehatan, kecuali pengobatan gratis; 2.Politik di daerah (otonomi) mengakibatkan pembiayaan dan manajemen kesehatan di daerah kacau; 3.Pemerintah pusat belum maksimal dalam mengelola kesehatan secara desentralisasi.

1. Pemerintah Propinsi dan Kabupaten belum memberikan perhatian besar terhadap sektor kesehatan, kecuali pengobatan gratis; Pilihan kepala daerah langsung merubah pelayanan kesehatan menjadi komoditi politik; Komoditi Politik yang paling menarik adalah pelayanan kesehatan gratis; Biaya tinggi dalam pemilihan kepala daerah menyebabkan banyaknya korupsi dan tidak perhatian pada kesehatan yang bersifat promotif dan preventif Pembiayaan untuk Kerjasama lintas sektoral di daerah untuk kegiatan preventif dan promotif kesehatan belum maksimal.

2. Politik di daerah (otonomi) mengakibatkan pembiayaan dan manajemen SDM kesehatan di daerah kacau; Demokrasi di daerah menyebabkan pembiayaan untuk sektor kesehatan menjadi tidak terperhatikan Daerah yang mempunyai kemampuan fiskal rendah, cenderung melihat kesehatan sebagai sumber pendapatan atau cash-flow; Pengangkatan pejabat dinas kesehatan/rumahsakit terpengaruh oleh politik daerah

3. Pemerintah pusat belum maksimal dalam mengelola kesehatan secara desentralisasi  APBN kesehatan secara absolut meningkat tinggi namun ada hambatan (Bottleneck) dalam penyaluran ke daerah melalui mekanisme DAU, DAK, TP dan dana Dekonsentrasi;  Pencegahan dan promosi kesehatan banyak ditopang oleh dana asing yang mempunyai berbagai kendala penyaluran dan fragmentasi;  Fungsi pusat dalam NSPK belum maksimal;  Fungsi penyebaran SDM belum maksimal.

Ringkasan: Kebijakan desentralisasi di sektor kesehatan merupakan masalah teknis rumit, diperburuk dengan aspek politik daerah, psikologis, dan problem penyaluran dana pusat. Masalah teknis: Aspek pembiayaan Aspek sumber daya manusia Aspek kewenangan Aspek Informatika ……

centralization De-centralization Law 22/99 Law 32/04 Bagaimana kondisi saat ini & masa depannya? UU No. 24/2011 Ps. 60 UU No. 23/2014 Momentum

Sumber: Kemendagri (2015)

23 Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Propinsi Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten Fungsi Regulasi Fungsi Pelayanan Fungsi Pembiayaan Pendekatan Concurrent

Sumber: Kemendagri (2015)

UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Lampiran UU No. 23/2014: Tidak semua subsistem kesehatan nasional di- konkurenkan  hanya 4 subsistem  4 subsistem di pusat:  sentralisasi

Kepemimpinan & Kebijakan Kesehatan Pembiayaan Kesehatan SDM Kesehatan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan Penelitian Pengembangan Upaya Kesehatan Manajemen & Informasi Kesehatan Pemberdayaan Masyarakat Lingkungan Ekonomi Lingkungan Sosial- Agama-Budaya Lingkungan Politik & Hukum Lingkungan Fisik - Biologi Lingkungan IPTEKKES

TATA KELOLA SEKTOR KESEHATAN Pokok Bahasan 2:

Good Governance WHO: “the system through which society organizes and manages the affairs of diverse sectors and partners in order to achieve its goals”

masyarakat Pemerintah Usaha 30 Profit dan Non-profit. Milik Pemerintah-Swasta Sebagai regulator, pemberi dana dan pelaksana. Sebagai pemberi dana dan pelaksana. Sebagai pelaksana.

Beberapa Implikasi Penting UU No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 18 Tahun 2016 dalam Tata Kelola Sektor Kesehatan 32

Beberapa Implikasi, antara lain: 1.Hubungan Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota 2.Hubungan antar berbagai lembaga di sektor kesehatan: misal, Dinas Kesehatan dan RS. 33

Implikasi Hubungan Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota Ps 68 UU No. 23/14: tidak melaksanakan program strategis nasional  sanksi administratif Ps 73 UU No. 23/2014: tidak memberikan laporan penyelenggaraan pemda  sanksi administratif Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat: Ps 91 UU No. 23/14 – Ayat 3 (a): membatalkan perda kab/kota dan perbup/perwal

Implikasi terhadap RS Pasal 209 UU No. 23 Tahun 2014: tak ada lagi nomenklatur RS Pasal 21 (Provinsi) & Pasal 43 (Kab/Kota) PP No. 18 Tahun 2016 : RS sebagai UPT Dinas Kesehatan

Hubungan pusat dan propinsi-kabupaten kota: Mempengaruhi Sistem Kesehatan Kabupaten Mempengaruhi Rencana Strategis: sejak dari misi sampai program. 36

Implikasi 2: Hubungan antar berbagai lembaga di sektor kesehatan Menggunakan Konsep Governance 37

Lampiran UU No. 23 Tahun 2014 Menempatkan DInas Kesehatan sebagai pemberi ijin dan pengawas Menempatkan berbagai lembaga pemerintah sebagai unit pelayanan: 39  RSD sebagai unit pelaksana teknis  Fungsi “Pembuat” Regulasi tidak dikonkurenkan (berada di pusat)  Dinkes: “pelaksana” regulasi; bukan “pembuat” regulasi

Aspek Filosofi dan Sosiologis Filosofi: sektor kesehatan membutuhkan penetap kebijakan/regulator yang kuat Mengapa?  karena adanya kemungkinan lembaga pelayanan kesehatan (operator) tidak baik mutunya dan tidak safe.  Masyarakat harus dilindungi oleh sistem regulasi yang kuat

Fungsi melindungi masyarakat di sektor kesehatan: Dari apa? Lembaga pelayanan kesehatan yang bermutu rendah; Tenaga Kedokteran dan Kesehatan yang tidak kompeten; Pelayanan kesehatan tradisional dan alternatif yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan; Jaminan kesehatan yang tidak bermutu dan banyak fraud; Bisnis obat yang buruk; Salon kecantikan dan pelangsingan tubuh yang tidak jelas manfaatnya Penjualan makanan dan minuman yang buruk; …

Fungsi Perlindungan ini secara sosiologis:  Sangat strategis  Sangat mulia namun juga  Sangat sulit sehingga harus fokus Fungsi ini harus ada di pemerintah dan berada di Dinas Kesehatan.

masyarakat Pemerintah Usaha 43 RS Daerah sebagai UPT Dinas, menggunakan sistem keuangan BLU. Harus punya ijin Dinas Kesehatan sebagai perumpunan Dinas yang berfungsi sebagai regulator (pemberi perijinan), pemberi dana dan pelaksana. Sebagai yang dilayani. Sebagai pelaksana. Dalam Konteks Rumahsakit

Masalah Tata Kelola di daerah BPJS: – Lembaga Non Kesehatan diawasi OJK; – dibentuk berdasarkan UU – Dinas Kesehatan tidak memiliki kewenangan – Apa akibatnya?

TERIMA KASIH HP: