PROGRAM PENGENDALIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL Naning Nugrahini Subdit AIDS & PMS, Direktorat P2ML Ditjen Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan 1
OUTLINE SITUASI IMS DI DUNIA EPIDEMIOLOGI DI INDONESIA PROGRAM PENGENDALIAN IMS DI INDONESIA ISU-ISU STRATEGIS
SITUASI IMS DIDUNIA
Regional Strategy for the Prevention and Control of STI, 2007–2015 SITUASI IMS DI DUNIA Setiap tahun ada 1 juta kasus IMS baru yang sebenarnya dapat diobati,. Setengahnya berada di ASIA IMS merupakan penyebab : Infertilitas Kehamilan ektopik Kanker serviks Infeksi kongenital MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT IMS, khususnya dengan ulkus meningkatkan risiko penularan HIV Di Asia IMS tinggi Kasus HIV di Asia terbesar kedua di dunia Source: Global strategy for the prevention and control of sexually transmitted infections: 2006–2015 Regional Strategy for the Prevention and Control of STI, 2007–2015
Regional Strategy for the Prevention and Control of STI, 2007–2015 SITUASI IMS DUNIA Dari 340 juta kasus IMS setiap tahun di dunia sebagian besar disebabkan : Treponema pallidum, Neisseria gonorrhoeae,Chlamydia trachomatis, Trichomonas vaginalis terdapat di ASIA, SUB SAHARAN AFRIKA, AMERIKA LATIN dan KEP. KARIBIA Go & Chlamydia bila tidak diobati : S/d 40 % PRP (PID) 25 % infertilitas 80% bumil dengan sifilis akan : Lahir mati 40% Lahir, kemudian meninggal 20% Kongenital sifilis 20% Penyebab 21% kematian perinatal di africa Source: Global strategy for the prevention and control of sexually transmitted infections: 2006–2015 Regional Strategy for the Prevention and Control of STI, 2007–2015
SOURCE: WHO/TDR 2006 6 6
EPIDEMIOLOGI IMS DI INDONESIA
Infeksi Menular Seksual Bergejala (symptomatic) Tanpa Gejala (asymptomatic) 8 8 8
IMS-ISR : Masih kurangnya kesadaran akan kesehatan reproduksi Masalah dukungan & logistik Petugas kesehatan belum terbiasa & nyaman dengan konseling IMS Tes sifilis klasik dengan serum selain lebih sulit juga memerlukan waktu Belum merupakan kebutuhan perempuan akan kesehatan reproduksi akibat kurangnya informasi Kurangnya data dan penelitian 9
DINAMIKA PENULARAN IMS Core group Bridging population General population
HUBUNGAN IMS DAN HIV HIV IMS Perilaku seks Menurunkan imunitas Perilaku seks Jenis partner, sexual network sirkumsisi (-) Mengubah frekuensi Mengubah perjalanan penyakit Mengubah kerentanan Mengubah infectifitas
WPS Di 10 kota, Chlamydia, Gonorrhea dan Syphilis merupakan IMS yang paling sering Prevalensi IMS pada WPS Langsung antara 36% (Jawa Timur) dan 60% (DKI) terinfeksi satu dari tiga IMS. Pada WPS Tak Langsung 29% (Jawa Timur) dan 39% (DKI). Chlamydia merupakan IMS tersering pada WPS. Prevalensi Chlamydia dan Gonorrhea adalah yang tertinggi di Asia dan prevalensi Sifilis aktif pada WPS Langsung di Medan dan Jakarta sangat tinggi. Sumber: IBBS 2007
TRANSVESTITE (WARIA) Prevalensi rectal Gonorrhea atau Chlamydia 42% di Jakarta dan 55% di Bandung. Prevalensi syphilis 25% di Jakarta dan Bandung, 30% di Surabaya. Prevalensi ini menjadi yang tertingi di Asia dalam beberapa tahun terakhir (>25%). Sumber: IBBS 2007
MSM Prevalensi IMS sangat tinggi di Jakarta, Bandung dan Surabaya, terutama yang terlibat dalam seks komersial Antara 29% dan 34% MSM di 3 kota terinfksi satu atau lebih rectal STI, dengan Chlamydia (sekitar 20%) lebih sering dibanding Gonorrhea. Prevalensi of urethral STI lebih rendah, berkisar antara 5-8% di tiga kota. Sumber: IBBS 2007
IDU Prevalensi IMS pada IDU lebih rendah dibanding kelompok laki-laki berisiko lainnya. Namun prevalensi Chlamydia Trachomatis diantara IDU cukup tinggi yaitu antara 5 dan 6% di tiga kota Source: IBBS 2007
KECENDERUNGAN PEMAKAIAN KONDOM TERAKHIR & KONSISTENSI PENGGUNAAN KONDOM DIANTARA WPS, 2002 -2007
PREVALENSI SIFILIS 17 17
18 18
Prevalensi GO, CT dan sifilis pada Penjaja Seks Perempuan (PSP) sebelum dan setelah pelaksanaan PPB di tiga kota (2007) 19
Penggunaan Kondom dan Prevalensi GO dan CT pada PSP setelah Penerapan Program Pengobatan dan Kegiatan Promosi Kondom di Batu 24, Kepri 20
JUMLAH KUMULATIF KASUS AIDS 10 TAHUN TERAKHIR S/D DESEMBER 2009
PROGRAM PENGENDALIAN IMS DI INDONESIA
PENGENDALIAN IMS-ISR
PILAR PENTING PENGENDALIAN IMS Perubahan perilaku berisiko menjadi tidak berisiko Promosi dan distribusi kondom secara terus menerus Keterlibatan sektor terkait untuk menciptakan lingkungan yang kondusif Layanan IMS (dan HIV-AIDS) yang memadai, baik untuk kelompok berperilaku risti maupun non-risti.
LAYANAN IMS Layanan rutin IMS di Puskesmas / klinik IMS diagnosis, penentuan risiko, pemberian kondom, KIE, tatalaksana kasus, rujukan ke klinik VCT, skrining sifilis bumil, PKPR, dsb. Layanan skrining IMS berkala pada risti. Pelaksana PPT, pada saat diperlukan Penyediaan obat IMS
PELAYANAN MONITORING & EVALUASI Diagnosis dan pengobatan berdasarkan Pedoman Penatalaksanaan IMS, Depkes Diagnosis secara sindrom dan / atau laboratorium sederhana Universal Precaution MONITORING & EVALUASI Laporan bulanan
KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMS Tujuan: menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Infeksi Menular Seksual dan Infeksi Saluran Reproduksi yang bisa dicegah dan diobati Sasaran Prevalensi GO pada populasi berisiko tinggi menurun hingga < 10%, dan pada populasi berisiko rendah hingga < 1%. Prevalensi Sifilis pada populasi berisiko tinggi menurun hingga < 1% dan pada populasi berisiko rendah hingga < 0.1% Eliminasi kasus Chancroid dan Sifilis Kongenital Tersedianya dan tersosialisasikannya kebijakan dan pedoman yang terdistribusi hingga unit pelaksana terendah Terselenggaranya sistem surveilans IMS
Kebijakan Pelaksanaan Pengendalian IMS diarahkan untuk mendorong peran, membangun komitmen, dan menjadi bagian integral pembangunan kesehatan dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan produktif terutama bagi populasi berisiko tinggi Penatalaksanaan kasus secara cepat dan tepat, penyedian layanan yang mudah diakses dan berkualitas, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, serta pengendalian faktor risiko baik pada populasi berisiko tinggi maupun rendah. Pengembangan dan penguatan jejaring surveilans epidemiologi dengan fokus pemantauan wilayah yang banyak populasi berisiko tingginya. Pemantapan jejaring lintas program, lintas sektor, serta kemitraan dengan masyarakat termasuk swasta untuk percepatan program Penyediaan layanan IMS komprehensif di wilayah dengan prevalensi IMS dan HIV tinggi pada populasi Penjaja Seks seperti WPS
Kegiatan pokok : Penyusunan, review, revitalisasi, adopsi, adaptasi, dan implementasi kebijakan, peraturan, standar, dan juklak/juknis pencegahan dan pengendalian faktor risiko IMS. Advokasi dan sosialisasi kebijakan, peraturan, standar, dan juklak/juknis pencegahan dan pengendalian faktor risiko IMS kepada pemangku kepentingan secara berjenjang. Pemantapan jejaring kerja pencegahan, pengendalian faktor risiko dan pengobatan IMS serta melakukan koordinasi secara berjenjang dan berkesinambungan Pemantauan, penilaian, pencatatan, pelaporan, bimbingan teknis, dan monitoring pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko secara berjenjang Pelatihan petugas meliputi aspek teknis, manajemen, dan administrasi Penyusunan perencanaan dan penganggaran untuk kebutuhan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko hingga tercapai kondisi kesiapan masyarakat. Dukungan administrasi dan operasional pencegahan dan pengendalian faktor risiko, termasuk melakukan kegiatan-kegiatan inovasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
KEGIATAN YANG TELAH DILAKUKAN Penyusunan RENCANA AKSI PENGENDALIAN IMS-ISR SEBAGAI STRATEGI NASIONAL 2008 – 2012 Penguatan layanan IMS komprehensif Peningkatan pelaksanaan CUP (ketersediaan, promosi dan distribusi terbitnya Peraturan Daerah tentang Pengendalian HIV/AIDS penggunaan kondom di lingkungan kelompok berperilaku risiko tinggi Penyuluhan melalui pelatihan PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja) Terpadu tentang perilaku seks aman pada remaja dan keluarga usia produktif. Jumlah Puskesmas yang sudah menyelenggarakan PKPR sebanyak 1.376 Puskesmas dari 23 Propinsi
ISSUE STRATEGIS
Angka pemakaian kondom yang masih rendah Masih tingginya penularan IMS dan HIV Sub populasi risti dan populasi antara (Ibu rumah tangga dan anak-anak di wilayah “HOT SPOT”cenderung meningkat. Angka pemakaian kondom yang masih rendah Stigmatisasi di masyarakat pada umumnya Terbatasnya Ketersediaan layanan kesehatan komprehensif terkait IMS, HIV dan AIDS Jumlah & kualitas fasiltas kesehatan masih belum dapat memenuhi kebutuhan. Layanan promosi kesehatan, pemeriksaan, pengobatan dan perawatan belum menjangkau semua provinsi dan kab/kota Penerapan UP belum optimal. Dukungan logistik belum optimal Terbatasnya jumlah tenaga kesehatan terlatih dan terampil
Pengelolaan dan Pembiayaan Program Alokasi anggaran pemerintah masih rendah (30%) Kemitraan, kerjasama LP LS, swasta belum optimum Peran dan kontribusi berbagai sektor strategis dalam merespon HIV belum optimal Partisipasi masyarakat dalam penerapan pola hidup sehat dan rendah risiko penularan belum dilaksanakan secara stratejik melalui kerjasama multi pihak baik sektor pemerintah, swasta, dan LSM.
PENUTUP Tantangan dan peluang situasi IMS – ISR pengembangan program secara komprehensif dituangkan dalam bentuk Renstra Kegiatan program pengendalian IMS - ISR komprehensif, integratif, melibatkan semua mitra terkait Sehingga perlu kerja sama dan koordinasi ditingkatkan sesuai tupoksi masing masing
Terimakasih 35