Fatwa tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Syariah Dipresentasikan di : 2nd International Islamic Healthcare Conference and Expo (IHEX) 2019 JCC Jakarta, 22 Maret 2019 Fatwa tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Syariah Ustadz Dr. Oni Sahroni, MA Anggota Dewan Syariah Nasional MUI
DAFTAR ISI 1 BPJS Haram Karena 3 Hal 2 3 Skema BPJS Kesehatan Syariah BPJS Konvensional diperbolehkan dalam kondisi Darurat 2 3 Skema BPJS Kesehatan Syariah
Transaksi transfer of risk. Skema BPJS Kesehatan Tiga hal yang tidak sesuai syariah 1 3 Transaksi transfer of risk. Sistem pembayaran kapitasi Iuran premi dibayar pasti biaya pertanggungan risiko tidak pasti Peserta BPJS 2 Pinjaman berbunga dalam penempatan premi Tidak diperkenankan dalam Islam. di antaranya : Deposito bank konvensional atau obligasi yang berbasis pinjaman berbunga,
Transaksi transfer of risk. Skema BPJS Kesehatan Tiga hal yang tidak sesuai syariah 1 Menurut fikih skema tersebut tidak diperkenankan karena mengandung gharar (ketidakpastian) sesuai dengan hadits Rasulullah SAW dari Abu Hurairah, Transaksi transfer of risk. Iuran premi dibayar pasti نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ “Rasulullah melarang jual beli gharar.” (HR Muslim) biaya pertanggungan risiko tidak pasti Peserta BPJS Bisa terjadi surplus underwriting, yaitu premi yang dibayarkan lebih besar daripada biaya pertanggungan Defisit underwriting, yaitu biaya pertanggungan lebih besar daripada premi yang dibayarkan.
Sistem pembayaran ini adalah Skema BPJS Kesehatan Tiga hal yang tidak sesuai syariah 3 Sistem pembayaran kapitasi sistem pembayaran yang dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama khususnya pelayanan Rawat jalan Tingkat Pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yang didasarkan pada jumlah peserta yang terdaftar di faskes tersebut dikalikan dengan besaran kapitasi per jiwa. Sistem pembayaran ini adalah Pembayaran di muka atau prospektif dengan konsekuensi pelayanan kesehatan dilakukan secara pra upaya atau sebelum peserta BPJS jatuh sakit. Sistem ini mendorong Faskes Tingkat Pertama untuk bertindak secara efektif dan efisien serta mengutamakan kegiatan promotif dan preventif.
Skema BPJS Kesehatan Tiga hal yang tidak sesuai syariah 3
Skema BPJS Kesehatan Tiga hal yang tidak sesuai syariah 1 2 3 Dalam kondisi darurat diperkenankan menjadi peserta BPJS kesehatan dengan kriteria : Transaksi transfer of risk. Tidak ada alternatif lain yang halal atau tersedia yang halal, tetapi sulit dipenuhi, Tingkat kebutuhan akan mitigasi kesehatan merupakan kebutuhan sekunder atau primer, dan Kebolehan tersebut temporal (selama tidak ada BPJS Kesehatan yang sesuai syariah). Pinjaman berbunga dalam penempatan premi Sistem pembayaran kapitasi Beberapa kondisi darurat Tuntutan undang-undang yang tidak bisa dielakkan. Masyarakat yang tidak mampu finansialnya. karena asuransi syariah swasta mahal.
Skema BPJS Kesehatan Tiga hal yang tidak sesuai syariah 1 2 3 Transaksi transfer of risk. a kebutuhan kesehatan adalah kebutuhan asasi setiap masyarakat (hifdzu al-jism) yang wajib dipenuhi. Pinjaman berbunga dalam penempatan premi BPJS konvensional adalah satu-satunya asuransi termurah di tanah air yang mampu menutupi seluruh risiko peserta asuransi, khususnya rawat jalan. Sistem pembayaran kapitasi b Ketidakikutsertaan dalam BPJS Kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu akan mengakibatkan risiko sakit, berutang, dan bahaya lain karena tidak terantisipasi. c الضَّرَرُ يُزَالُ “segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan” Akibat-akibat tersebut adalah bahaya (dharar) yang harus dihindari, sesuai dengan kaidah; Hukum boleh ini hanya berlaku selama belum tersedianya BPJS Kesehatan syariah dan otoritas berkewajiban membuka BPJS kesehatan syariah
Transaksi tabarru atau hibah atau tanahud. BPJS Kesehatan Skema Syariah 1 Transaksi tabarru atau hibah atau tanahud. Iuran premi bukan harga beli Tapi sebagai tabarru atau hibah Peserta BPJS 2 Total premi yang dibayarkan Penempatan premi harus di instrumen yang sesuai syariah Peserta Kolektif
Transaksi tabarru atau hibah atau tanahud. BPJS Kesehatan Skema Syariah 1 Transaksi tabarru atau hibah atau tanahud. Maka nasabah tersebut tidak dizalimi atau dirugikan karena dananya digunakan untuk peserta lain karena sudah melepaskan haknya kepada peserta kolektif. Iuran premi bukan harga beli Tapi sebagai tabarru atau hibah Peserta BPJS Total premi yang dibayarkan Pada saat terjadi surplus underwriting Pada saat terjadi Defisit underwriting Tidak ada hak orang lain yang terzalimi karena digunakan untuk membayar klaimnya. Sebab setiap orang sudah melepaskan haknya untuk memberikan premi kepada kelompok peserta BPJS Syariah. Peserta Kolektif
BPJS Kesehatan Skema Syariah 2 Deposito bank syariah Fatwa DSN MUI No.03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito 2 Instrumen sukuk yang sudah sesuai syariah Fatwa DSN MUI No.69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Penempatan premi harus di instrumen yang sesuai syariah
Fatwa DSN MUI No.98/DSN MUI/XII/2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Syariah telah menegaskan rambu-rambu agar penyelenggaraannya sesuai syariah. BPJS Kesehatan harus memberikan kemudahan bagi semua peserta BPJS untuk mendapatkan pelayanan yang baik sesuai dengan hak mereka; memberikan informasi yang jelas kepada Peserta Individu terkait jumlah iuran dan manfaat atau cakupan layanan fasilitas kesehatan yang ditanggung, mengupayakan agar besaran pembayaran imbalan dan membayarnya kepada fasilitas layanan kesehatan (Faskes) melalui sistem yang adil dan transparan. 1
Fatwa DSN MUI No.98/DSN MUI/XII/2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Syariah telah menegaskan rambu-rambu agar penyelenggaraannya sesuai syariah BPJS Kesehatan harus memberikan kemudahan bagi semua peserta BPJS untuk mendapatkan pelayanan yang baik sesuai dengan hak mereka; memberikan informasi yang jelas kepada Peserta Individu terkait jumlah iuran dan manfaat atau cakupan layanan fasilitas kesehatan yang ditanggung, mengupayakan agar besaran pembayaran imbalan dan membayarnya kepada fasilitas layanan kesehatan (Faskes) melalui sistem yang adil dan transparan. PERTAMA
Fatwa DSN MUI No.98/DSN MUI/XII/2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Syariah telah menegaskan rambu-rambu agar penyelenggaraannya sesuai syariah BPJS Kesehatan wajib menunaikan kewajibannya dengan baik kepada Faskes sesuai perjanjian; Faskes wajib memberikan layanan kesehatan kepada Peserta-Individu; wajib menolong pasien dan dilarang menolak dan/atau mengabaikannya; wajib memberikan imbal jasa yang berasal dari BPJS Kesehatan kepada para dokter dan paramedik serta semua unsur di dalam Faskes. KEDUA
Fatwa DSN MUI No.98/DSN MUI/XII/2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Syariah telah menegaskan rambu-rambu agar penyelenggaraannya sesuai syariah Pemerintah wajib menghibahkan dana untuk menutupi negatif DJS (Dana Jaminan Sosial). Dalam hal pemeritah belum memiliki alokasi anggaran untuk menanggulangi DJS bernilai negatif, pemerintah dapat menalanginya dengan akad qardh. Dalam hal pemerintah belum menghibahkan dana untuk mencukupi DJS yang bernilai negatif, maka BPJS Kesehatan wajib memberikan dana talangan kepada DJS dengan menggunakan akad qardh atau kafalah. KETIGA
Fatwa DSN MUI No.98/DSN MUI/XII/2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Syariah telah menegaskan rambu-rambu agar penyelenggaraannya sesuai syariah KEEMPAT BPJS Kesehatan dapat memberikan talangan berdasarkan akad kafalah atau qardh kepada aset DJS untuk menanggulangi kesulitan likuiditas. Dalam hal BPJS Kesehatan tidak dapat memberikan talangan, atau dapat memberikan talangan namun tidak mencukupi untuk menanggulangi kesulitan likuiditas aset Dana Jaminan Kesehatan, pemerintah dapat memberikan talangan berdasarkan akad kafalah atau qardh.
Fatwa DSN MUI No.98/DSN MUI/XII/2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Syariah telah menegaskan rambu-rambu agar penyelenggaraannya sesuai syariah BPJS Kesehatan wajib memiliki rekening penampungan DJS pada bank syariah. BPJS Kesehatan sebagai wakil peserta-Kolektif wajib melakukan pengelolaan portofolio DJS sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, dan tidak boleh mengembangkan DJS pada kegiatan usaha dan/atau transaksi keuangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. KELIMA
Fatwa DSN MUI No.98/DSN MUI/XII/2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Syariah telah menegaskan rambu-rambu agar penyelenggaraannya sesuai syariah KEENAM BPJS Kesehatan boleh mengenakan sanksi kepada pemberi kerja atau peserta-Individu jika terlambat membayar iuran karena lalai, tetapi jika karena sebab yang benar menurut syariah, maka BPJS Kesehatan tidak boleh mengenakan sanksi. Dan dana sanksi wajib diakumulasikan ke dalam Dana Jaminan Sosial. BPJS Kesehatan boleh dikenakan sanksi karena terlambat dalam pembayaran imbalan kepada Faskes sesuai nilai syariah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan wajib dipergunakan untuk Dana Sosial.
Di antara landasan rambu-rambu BPJS Kesehatan Syariah di atas adalah riwayat ; “Rasulullah SAW menyuruh kami untuk menebus kaum muslimin yang menjadi tawanan dan memberikan permintaan mereka. Kemudian Beliau bersabda: ”Siapa saja yang meninggalkan harta maka itu bagi ahli warisnya, dan siapa saja yang meninggalkan hutang, maka itu menjadi tanggungjawabku dan tanggung jawab pemerintah sesudahku untuk mengalokasikannya dari perbendaharaan Negara.” (HR. Thabrani). Sebagaimana juga Keputusan Majma’ al-Fiqh al-Islami al-Dauli li al-Ta’awun al-Islami No. 2/9: “Bahwa akad yang sesuai dengan Islam adalah akad asuransi yang didasarkan pada akad tabarru’ dan ta’awun.” Dan rekomendasi seminar at-Tasyri’ al-Islami tahun 1972 di Libya: “Jaminan sosial harus diperluas supaya setiap keluarga merasa terjamin karena ada yang menjamin pendapatannya saat keluarga meninggal, pensiunnya atau sebab – sebab pendapatan terputus lainnya. Asuransi kesehatan dibolehkan berdasarkan maslahat yang harus ditunaikan oleh negara. Begitu pula asuransi sosial sangat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi negara-negara miskin yang tidak bisa memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat secara cuma-cuma.”