Deki Giatama SMA Negeri 1 Tasikmalaya
Ciri-ciri biografi Berbentuk cerita/narasi Kisah hidup orang/tokoh yang dapat diteladani Menceritakan peristiwa penting (pendidikan, identitas, karier, dan permasalahan yang dihadapi) Nilai-nilai keteladanan dan pelajaran bagi kehidupan Struktur Orientasi Peristiwa Reorientasi Kebahasaan Waktu lampau Rujukan Kata ganti Jenis kata Deskripsi-narasi Jenis biografi Penulis Persoalan Penerbit Isi izin
Pantun Kalau ada jarum patah Jangan dimasukkan ke dalam peti Kalau ada kataku yang salah Jangan dimasukan ke dalam hati Karmina Dahulu parang, sekarang besi (a) Dahulu sayang sekarang benci (a) Gurindam Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b ) Bagai rumah tiada bertiang ( b ) Syair Pada zaman dahulu kala (a) Tersebutlah sebuah cerita (a) Sebuah negeri yang aman sentosa (a) Dipimpin sang raja nan bijaksana (a) Talibun Kalau anak pergi ke pekan Yu beli belanak pun beli sampiran Ikan panjang beli dahulu Kalau anak pergi berjalan Ibu cari sanak pun cari isi Induk semang cari dahulu Mantra Rezeki Sir putih herang sari putih rasa tunggal (a) Tunggal ajining putih (b) Hurip ti abu ti abah puah-puah wareg (c) kewibawaan Iman Ikhlas Muktas (a) Ubag-abig BilisaniEmpuani (b)
Puisi Lama adalah bentuk karangan yang terkikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris serta ditandai oleh bahasa yang padat. Jenis Puisi Lama a.Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib b.Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka c.Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek d.Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat e.Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita g) Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris
Ciri-ciri dari jenis puisi lama MANTRA Ø Berirama akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde. Ø Bersifat lisan, sakti atau magis Ø Adanya perulangan Ø Metafora merupakan unsur penting Ø Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius PANTUN Ø Setiap bait terdiri 4 baris Ø Baris 1 dan 2 sebagai sampiran Ø Baris 3 dan 4 merupakan isi Ø Bersajak a – b – a – b Ø Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata Ø Berasal dari Melayu (Indonesia)
KARMINA Ø Setiap bait merupakan bagian dari keseluruhan. Ø Bersajak aa-aa, aa-bb Ø Bersifat epik: mengisahkan seorang pahlawan. Ø Tidak memiliki sampiran, hanya memiliki isi. Ø Semua baris diawali huruf capital. Ø Semua baris diakhiri koma, kecuali baris ke-4 diakhiri tanda titik. Ø Mengandung dua hal yang bertentangan yaitu rayuan dan perintah. Gurindam Ø Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian Ø baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi. Syair Ø Terdiri dari 4 baris Ø Berirama aaaa Ø Keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair
Talibun Ø Jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya. Ø Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi. Ø Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi. Ø Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c. Ø Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
yaitu puisi yang muncul pada Angkatan Pujangga Baru, karena pengaruh kesustraan Barat. Puisi baru ialah puisi yang lebih bebas dalam menggunakan irama ( persajakan ), lebih bebas dalam memilih kata, perbandingan-perbandingan dan irama.
Bentuk puisi baru berdasarkan isinya: 1.PUISI EPIK, yaitu suatu puisi yang didalamnya mangandung cerita kepahlawanan, baik kepahlawanan yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan maupun sejarah. Puisi epik dibedakan menjadi folk epic, yakni jika nilai akhir puisi itu dinyanyikan, dan literary epik, yakni jika nilai akhir puisi untuk dibaca, dipahami, dan diresapi maknanya. 2. PUISI NARATIF, yakni puisi yang di dalamnya mengandung suatu cerita, mejadi pelaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalin suatu cerita. Jenis puisi yang termasuk dalam jenis puisi naratif adalah balada yang dibedakan menjadi folk ballad dan literary ballad. Ini adalah ragam puisi yang berkisah tentang kehidupan manusia dengan segala macam sifat pengasihnya, kecemburuan, kedenkian, ketakutan, kepedihan, dan keriangan. Jenis puisi lain yang termasuk dalam puisi naratif adalah poetic tale, yaitu puisi yan berisi dongeng- dongeng rakyat.
3. PUISI LIRIK, yakni puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana batin yang melingkupinya. Jenis puisi lirik umumnya paling banyak terdapat dalam khazanah sastra modern Indonesia. Misalnya, dalam puisi-puisi Chairil Anwar, Sapardi Djoko Darmono, dan lain-lain. 4. PUISI DRAMATIK, yakni salah satu jenis puisi yang secara objektif menggambarkan perilaku seseorang, baik lewat lakuan, dialog, maupun monolog sehingga mengandung suatu gambaran kisan tertentu. Dalam puisi dramatik dapat saja penyair berkisah tentang dirinya atau orang lain yang diwakilinya lewat monolog. 5. PUISI DIDAKTIK, yakni puisi yang mengandung nilai-nilai kependidikan yang umumnya ditampilkan secara eksplisit. 6. PUISI SATIRE, yakni puisi yang mengandung sindiran atau kritik tentang kepincangan atau ketidakberesan kehidupan suatu kelompok maupun suatu masyarakat.
7. ROMANSA, yakni puisi yang berisi luapan rasa cinta seseorang terhadap sang kekasih. 8. ELEGI, yakni puisi ratapan yang mengungkapkan rasa pedih dan kedukaan seseorang. 9. ODE, yakni puisi yang berisi pujian terhadap seseorang yang memiliki jasa atau sikap kepahlawanan. 10. HYMNE, yakni puisi yang berisi pujian kepada Tuhan maupun ungkapan rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air.
Richard dalam Hendry (2015: 9) menjelaskan bahwa. Suatu puisi mengandung suatu makna keseluruhan yang merupakan perpaduan dari tema penyair (yaitu mengenai inti pokok puisi itu), perasaannya (yaitu sikap sang penyair terhadap bahan atau objeknya). Nadanya (yaitu sikap sang penyair terhadap pembaca atau penikmatnya), dan amanat (yaitu maksud dan tujuan sang penyair).”
AKU Karya Chairil Anwar Kalau sampai waktuku ‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi
Makna puisi bisa dilakukan dengan mengamati dan memahami puisi pada tiap-tiap larik, tiap-tiap bait dan hubungan antar keduanya. Tema pada puisi merupakan ide dasar yang menjadi acuan dalam penulisan puisi. Tema juga merupakan roh atau jiwa puisi, yakni dengan memerhatikan ide pada tiap bait sehingga merucut pada satu kesatuan utuh secara keseluruhan. Suasana puisi adalah gambaran jiwa yang terbangun dari isi bait-bait puisi (gembira, bahagia, sedih, haru, kecewa, gelisah, berontak, tenang, pasrah, bingung, sepi, syahdu, bimbang, dan lain sebagainya.
DIKSI RIMA GAYA BAHASA IMAJI KATA KONKRET TIFOGRAF
Redaksi PM (2012: 24) mengungkapkan, Diksi adalah pemilihan kata untuk menyampaikan gagasan secara tepat. tepat, padat, dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca Kata-kata dalam puisi harus singkat, padat, dan sarat akan makna
Waluyo (1987: 73) “Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Rima untuk mengganti istilah persajakan pada sistem lama karena diharapkan penempatan bunyi dan pengulangannya tidak hanya pada akhir baris, namun juga keseluruhan baris dan bait, dengan pengulangan bunyi itu puisi menjadi merdu jika dibaca.”
Tjahyono (1988: 52-57) mengemukakan jenis-jenis rima itu antara lain : A. Menurut bunyinya: 1. Rima sempurna Bila seluruh suku akhir sama bunyinya, misalnya: Awan-lawan 2. Rima tak sempurna Bila sebagian suku akhir sama bunyinya, misalnya: Panjang-senang 3. Asonansi Perulangan bunyi vokal dalam satu kata, misalnya: Benam-kelam-keledai-merapi 4. Aliterasi Perulangan bunyi konsonan dengan setiap kata secara berurutan, misalnya: Bukan beta bijak berperi Runtuh ripuk tamanmu rampak Mukanya merah menahan marah 5. Disonansi (Rima Rangka) Bila konsonan-konsonan yang membentuk kata itu sama, namun vokalnya berbeda, misalnya: Giling-gulung Jinjing-junjung 6. Rima mutlak Bila seluruh bunyi kata-kata itu sama, misalnya: Laut biru Langit biru Hati biru
B. Menurut letaknya dalam baris puisi: 1.Rima depan Bila kata pada permulaan kata sama, misalnya: Sering saya susah sesat Sebab madahan tidak nak datang Sering saya sulit menekat Sebab terkurung lukisan mamang (Rustam Effendi) 2. Rima tengah Bila kata atau suku kata di tengah baris suatu puisi sama, misalnya: Kalau padi kata padi Jangan saya tertampi-tampi Kalau jadi kata padi Jangan saya menanti-nanti 3. Rima akhir Bila perulangan kata terletak pada akhir baris, misalnya: Di mata air, di dasar kolam Kucari jawab teka-teki alam Di warna bunga yang kembang Kucari jawaban, penghilang bimbang 4. Rima tegak Bila kata pada akhir baris sama dengan kata pada permulaan baris berikutnya, misalnya: Uri manis tembuni manis Manis sampai ke muka sayang 5. Rima datar Bila perulangan bunyi itu terdapat pada satu baris, misalnya: Air mengalir menghilir sungai Mega berlaga dalam tangga senja
C. Menurut letaknya dalam bait puisi: 1. Rima silang Bila baris pertama berima dengan baris ketiga, dan baris kedua berima dengan baris keempat, misalnya: Habis tanah kami dijual Tanah subur, tanah pusaka Kami ini amat sial Habis kepunyaan belaka (Marius Ramis Dayoh) 2. Rima berpeluk Bila baris pertama berima dengan baris keempat, dan baris kedua berima dengan baris ketiga, misalnya: Berhambur daun, dibadai angin, Pakaian dahan, beribu-ribuan, Berkalang kabut, tak ketentuan, Menakut hati, menggoyangkan batin. (Hujan Badai – Rustam Effendi) 3. Rima terus atau Rima rangkai Bila baris terakhir puisi itu keseluruhannya memiliki rima yang sama, misalnya: Lagi suatu, wahai saudara Menyebabkan daku malu bicara. Kaumku tidak terpelihara Lantaran daku merasa sengsara. (DR. Mandank) Rima berpasangan atau 4. Rima Kembar Bila baris yang berima itu berpasang-pasang, misalnya: Sambil menggeletar sekujur batangmu Tegak dan merunduk memandahkan baitmu Sungguh meresap dalam hati nuraniku Karena lagumu ittifak dalam duka cintaku. (Desau Pimping, N.Adil) 5. Rima Patah Bila salah satu baris tidak mengikuti rima baris lainnya dalam satu bait, misalnya: Sejak senja hendak bernaung Ketika syamsiar darah tertuntung Sampai gelap veersayap maung Tidak berbalas diseiran alam (Rifai Ali)
Hendry (2013: 4) berpendapat, “Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk mengingkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda lain yang lebih umum serta menimbulkan konotasi tertentu.” Hendry (2013: 6) mengelompokan gaya bahasa sebagai berikut. Gaya bahasa perbandingan. Gaya bahasa pertentangan. Gaya bahasa pertautan. Gaya bahasa perulangan
Suherli (2016: 263) menyatakan, “Pengimajian adalah kata atau susunan yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. sejalan dengan pendapat tersebut, Hendry (2015: 30) menjelaskan bahwa pilihan serta penggunaan kata-kata yang tepat itu dapat memperkuat serta memperjelas imajinasi pikiran manusia dan dapat pula mendorong imajinasi untuk menjelmakan gambaran yang nyata. Jenis-jenis Imaji (pembayangan) Imaji penglihatan (visual)Seolah dapat dilihat Imaji pendengaran (audio)Seolah dapat didengar Imaji penciumanSeolah dapat dicium aroma Imaji gerakSeolah ada gerakan atau tindakan Imaji perabaSeolah dapat dirasa oleh kulit Imaji taktil (perasaan)Seolah merasakan sesuatu rasa
Kata konkret sangat berkaitan erat dengan diksi dan pengimajian karena dengan kata konkret akan lebih memperjelas makna sehingga makna akan sampai secara utuh kepada pembaca. Hal tersebut sejalan dengan Suherli, dkk (2016: 265) menyatakan, “Kata konkret adalah kata yang memungkinkan munculnya imaji karena dapat ditangkap indra. Ini berkaitan dengan kemampuan wujud fisik objek yang dimaksud dalam kata itu untuk membangkitkan imajinasi pembaca.”
Contohnya dalam puisi yang berjudul Karangan Bunga karya Taupiq Ismail terdapat kata-kata yang memperjelas makna dari puisi tersebut yaitu “ini dari kami bertiga, pita hitam pada karangan bunga, sebab kami ikut berduka, bagi kakak yang ditembak mati siang tadi” dari larik puisi tersebut sangat jelas makna yang disampaikan oleh penyair yaitu rasa duka. Rasa duka tersebut dikonkretkan dengan kata “Pita hitam pada karangan bunga” pita hitam menunjukan bahwa ada rasa duka yang ingin disampaikan.
CARA AKSARA Karya Deki Giatama Aku mencintaimu bagai ejaan. Ia perlahan namun paham. Ia terbata namun hati kena. Aku mencintaimu bagai aksara. Ia tak usah nyaring. Bising dalam sunyi. Aku mencintaimu dengan cukup sabar Kadang takut terputus atau termakan aksara. Namun, biarlah menjadi yang terpanjatkan doa. Aku Ingin Sapardi Djoko Damono Aku ingin mencintaimu dengan sederhana Dengan kata yang tak sempat diucapkan Kayu pada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana Dengan kata yang tak semapat di ucapkan Hujan pada awan yang menjadikannya tiada
Mencari Matahari Karya Ratna Ayu Budiarti pada binar bulat bola matamu aku melihat cahaya dan dalam keremangan senja kita pun pasrah pada gejolak yang gelisah, melebur jutaan rindu dan kenangan- sebuah penantian - hasrat ini serupa api berkobar menjilat angkasa membakar mimpi yang semakin sendu di langit jiwa kugoreskan setumpuk tanya untukmu, adakah kau melihatnya jadi rangkaian asa? "aku tidak segila itu!", katamu ah, benarkah? lantas ciumanmu yang liar kemarin harus kuartikan sebagai apa? langit masih bisu, dan aku tetap saja mencari matahari sampai hari ini
(Danarto) Shang Hai Sutardji Calzoum Bachri Ping di atas pong Pong di atas ping Ping-ping bilang pong Pong-pong bilang ping Mau pong ? bilang ping Mau mau bilang pong Mau ping ? bilang pong Mau mau bilang ping Ya pong ya ping Ya ping ya pong Tak ya pong tak ya ping Ya tak ping ya tak pong Ku tak punya ping Pingir ping ku mau pong Tak-tak bilang ping Pinggir pong ku mau ping Tak-tak bilang pong Sembilu jarakMu merancap nyaring.
NYANYIAN ANGSA karya W.S Rendra Majikan rumah pelacuran berkata kepadanya: “Sudah dua minggu kamu berbaring. Sakitmu makin menjadi. Kamu tak lagi hasilkan uang. Malahan kapadaku kamu berhutang. Ini biaya melulu. Aku tak kuat lagi. Hari ini kamu harus pergi.” (Malaikat penjaga Firdaus. Wajahnya tegas dan dengki dengan pedang yang menyala menuding kepadaku. Maka darahku terus beku. Maria Zaitun namaku. Pelacur yang sengsara. Kurang cantik dan agak tua). Jam dua-belas siang hari. Matahari terik di tengah langit. Tak ada angin. Tak mega. Maria Zaitun ke luar rumah pelacuran. Tanpa koper. Tak ada lagi miliknya. Teman-temannya membuang muka. Sempoyongan ia berjalan. Badannya demam. Sipilis membakar tubuhnya