PERILAKU KORPORASI DALAM TINDAKPIDANA KORUPSI

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERAN SERTA APARATUR PEMERINTAH DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI dan KPK Whistleblower’s system Jakarta, 17 SEPTEMBER 2013.
Advertisements

PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Peran Pegawai Pemerintah sebagai Partisipan dalam Membangun Budaya Hukum Bangsa Penerangan Hukum Puspenkum Kejaksaan Agung R.I.
Rumusan Tindak Pidana Korupsi
Gaya Khas Hukum Ari Wibowo, SHI., SH., MH.
PENYELIDIKAN & PENYIDIKAN
PENYIDIKAN PAJAK Kep-272/PJ/2002.
Proses Hukum di KPPU Laporan Pemeriksaan pendahuluan
Aspek Kerahasiaan dalam kegiatan Perusahaan
JENIS DAN BENTUK KORUPSI
1 Pertemuan #11 PENYIDIKAN DALAM PERPAJAKAN Matakuliah: F0442 / Ketentuan Umum Perpajakan Tahun: 2006 Versi: 1.
PERTEMUAN 10 SURAT PEMBERITAHUAN 8 MEI 2011 Surat Pemberitahuan.
Tindak Pidana di Bidang Perbankan & Money Laundering
IMPLIKASI HUKUM PENGADAAN BARANG JASA PEMERINTAH
PENYIDIKAN PAJAK XIV DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Bank dan Lembaga keuangan 1 PTA 2015/2016
PERTEMUAN KE-5.
KETENTUAN TENTANG POLITIK UANG dalam UU No. 10 Tahun 2016
Oleh : Sutio Jumagi Akhirno, S.H.,M.Hum.
E-LEARNING MATA KULIAH. : PERPAJAKAN 1 DOSEN. : MOMO KELAS
PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN MATERI DASAR HUKUM PENYIDIKAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DIKLAT TEKNIS PENGAWASAN.
PENGADILAN PAJAK UU. NOMOR 14 TAHUN 2002
PENYIDIKAN NEGARA.
PERTEMUAN 16.
Hukum Acara Pidana Hak Tersangka dan Terdakwa
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Bab XII Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
KULIAH KE-11 PENAGIHAN PAJAK
KULIAH KE-15 PENYIDIKAN DAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
Drs. AGUS ANDRIANTO, S.H. PERAN POLDA DALAM PENEGAKKAN HUKUM
TUJUAN PENGATURAN PENYELENGGARAAN PONDOKAN
Penyitaan.
PENUNTUTAN Dr. SETYO UTOMO,SH., M.Hum.
KANIT I RESUM SAT RESKRIM POLRES BOGOR
legal aspek produk teknik informatika & komunikasi -PATEN ( 2) -
PENGANTAR ILMU POLITIK
HUKUM ACARA PIDANA Disampaikan pada Pertemuan Ke-9
TINDAK PIDANA PERPAJAKAN
KEPAILITAN DAN PERSEROAN TERBATAS
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN Dan PENYIDIKAN PAJAK
Pencegahan Perkawinan
PERTEMUAN KE-7 KEBERATAN DAN BANDING
PERTEMUAN KE- 7 KEBERATAN DAN BANDING
PERTEMUAN 10 SURAT PEMBERITAHUAN 8 MEI 2011 Surat Pemberitahuan.
Perumusan Delik yang Berasal dari KUHP
Asas, Fungsi dan Tujuan Bank
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
PENYIDIKAN.
Hukum acara pidana Pengantar ilmu hukum.
KULIAH KE – 8 PEMERIKSAAN PAJAK
HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA
Kewenangan DJBC Kewenangan Administratif: Kewenangan Yudikatif:
PENGANTAR ALAT BUKTI.
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
Pemberian Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak
PERKULIAHAN VII.
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
PRAPERADILAN DAN BANTUAN HUKUM
Kelompok VIII Venna Melinda Putri Pertiwi
RUANG LINGKUP KORUPSI.
Mahkamah Konstitusi. Rifqi Ridlo Phahlevy.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (JENIS-JENIS PHK)
“Undang-undang no.18 tahun 2009” “Bab XI - bab XIII”
PENYITAAN DAN PERAMPASAN HARTA KEKAYAAN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG BERASAL DARI TINDAK PIDANA KORUPSI Disusun.
PENGERTIAN ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN. Hukum dalam proyek Hukum kontrak konstruksi merupakan hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata.
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN DALAM KUHAP TERHADAP INDIKASI TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Sendawar , Maret 2019.
PROSEDUR TINDAKAN KEPOLISIAN TERHADAP PEJABAT NEGARA
TATA CARA PENANGANAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHATIDAK SEHAT PERATURAN KOMISI NO 1 TAHUN 2010 PERATURAN KOMISI NO 1 TAHUN 2010 PERATURAN KOMISI.
Transcript presentasi:

PERILAKU KORPORASI DALAM TINDAKPIDANA KORUPSI PELATIHAN DAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PENYIDIK TIPIDKOR POLRI DISELENGGARAKAN BADAN RESERSE KRIMINAL POLRI DIREKTORAT TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh: Prof. Dr. H. Dwidja Priyatno, SH.,MH.,Sp.N. HOTEL ROYAL KUNINGAN Jalan Kuningan Persada Kav. 2, Setiabudi Jakarta Selatan

Pendahuluan TRANS BORDER CRIME Kemajuan Peradaban, Budaya & IPTEK Ketergantungan Ekonomi antar Negara TRANS BORDER CRIME Money Laundering Price Fixing False Advertising Environmental Crime Kejahatan Korporasi Melampaui Batas Negara Perkara dengan subjek hukum korporasi yang diajukan dalam proses pidana masih sangat terbatas, salah satu penyebabnya adalah prosedur dan tata cara pemeriksaan korporasi sebagai pelaku tindak pidana masih belum jelas, oleh karena itu dipandang perlu adanya pedoman bagi aparat penegak hukum dalam penanganan perkara pidana yang dilakukan oleh korporasi

Korporasi…? Pengertian Korporasi Menurut Berbagai Sumber Soetan. K. Malikul Adil, Satjipto Raharjo Undang-Undang Korporasi…? Black’s Law Dictionary Subekti dan Tjitrosudiblo Rudi Prasetyo

KORPORASI Pengertian Soetan. K. Malikul Adil, Menguraikan pengertian korporasi secara etimologis. Korporasi (corporatie, Belanda), corporation (Inggris), corporation (Jerman) berasal dari kata “corporatio” dalam bahasa latin. Seperti halnya dengan kata-kata lain yang berakhir “tio”, maka ”corporatio” sebagai kata benda (substantivum), berasal dari kata kerja ”corporare”, yang banyak dipakai orang pada zaman abad pertengahan atau sesudah itu. “corporer” sendiri berasal dari kata ”corpus” (Indonesia=badan), yang berarti: Memberikan badan atau membadankan Dengan demikian maka akhirnya ”corporatio” itu berarti hasil dari pekerjaan membadankan, dengan lain perkataan badan yang dijadikan orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan terhadap badan manusia, yang terjadi menurut alam. .Soetan. K. Malikoel Adil, Pembaharuan Hukum Perdata Kita, (Jakarta, PT. Pembangunan, 1955), hlm 83. Pengertian KORPORASI Soetan. K. Malikul Adil,

KORPORASI Pengertian Satjipto Raharjo, “Korporasi adalah suatu badan hasil ciptaan hukum. Badan yang diciptakannya itu terdiri dari “corpus”, yaitu struktur fisiknya dan kedalamnya hukum memasukkan unsur “animus” yang membuat badan itu mempunyai kepribadian. Oleh karena badan hukum itu merupakan ciptaan hukum maka kecuali penciptaanya, kematiannyapun juga ditentukan oleh hukum. Subekti dan Tjitrosudiblo, Korporasi adalah suatu perseroan yang merupakan badan hukum”. Rudi Prasetyo “Kata korporasi sebutan yang lazim dipergunakan di kalangan pakar hukum pidana untuk menyebut apa yang biasa dalam bidang hukum lain, khususnya bidang hukum perdata, sebagai badan hukum, atau yang dalam bahasa belanda disebut sebagai rechtspersoon, atau yang dalam bahasa inggris disebut legal entities atau corporation

KORPORASI Pengertian Black’s Law Dictionary, menyatakan: “An entity (usually a business ) having authority under law to act as a single person distinct from the shareholders who own it and having rights to issue stock and exist indefinitely, a group or succession of persons established in accordance with legal rules into a legal or juristic person that has legal personality distinct from the natural persons who make it up, exists indefinitely apart from them, and has the legal powers that is constitution gives it.” Garner, Bryan A. (Editor in Chief), Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, (St Paul, Minim, West Publising Co, 1999), hlm 341. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, 2001, hlm 596, Korporasi : 1. Badan usaha yang sah; badan hukum; 2. Perusahaan atau badan usaha yang sangat besar atau beberapa perusahaan yang dikelola dan dijalankan sebagai suatu perusahaan besar.

Pengertian KORPORASI Pengertian/ definisi korporasi , dapat ditemukan dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika Pasal 1 angka 13. Undang- Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal 1 angka 19. Undang- Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo. Undang- Undang no 20 tahun 2001. Pasal 1 angka 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang- Undang Nomor 8 tahun 2010, Pasal 1 angka 10 , tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang pada intinya mengatakan. “Korporasi adalah kumpulan orang atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”. Rumusan tersebut juga terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Perma No 13 Tahun 2016. Hanya ada tambahan pengertian Korporasi Induk ( parent company) adalah perusahaan berbadan hukum yang memiliki dua atau lebih anak perusahaan yang disebut perusahaan susidairi yang juga memiliki status badan hukum tersendiri. (Pasal 1 angka 2 PERMA 13 tahun 2016) Isi rumusan tersebut sama dengan Rancangan Undang-undang Republik Indonesia Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana 2015, Pasal 189, (Jakarta, Penyampaian RUU KUHP 2015 oleh Presiden RI Bapak Joko Widodo, kepada Ketua DPR RI, 05 Juni 2015

Model-Model Pertanggung-jawaban Pidana Korporasi 1. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggung jawab; 2. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus bertanggung jawab 3. Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggung jawab.

Korporasi Sebagai Pelaku Tindak Pidana Korporasi sebagai pelaku tindak pidana, dewasa ini sudah tidak ada permasalahan lagi, sebab peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia sudah mengatur hal tersebut. Bahkan dalam Perma 13 Tahun 2016, dinyatakan dalam Pasal 3, Tindak pidana oleh Korporasi merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh orang berdasarkan hubungan kerja, atau berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama -sama yang bertindak untuk dan atas nama korporasi di dalam maupun di luar lingkungan korporasi.

Pandangan Para Ahli ‘T HART Hukum (pidana) harus dilihat sebagai suatu bentuk penyaluran pengejawatahan kekuasaan, yang dikarakteristikan oleh aspek-aspek instrumen tujuan rasional dan aspek-aspek pembatasan kekuasaan yang kritis. Kedua aspek ini, satu sama lain, saling terkait dengan erat. “Tiada pidana tanpa kesalahan berarti bahwa untuk pemidanaan tidak hanya disyaratkan bahwa seseorang telah berbuat tidak patut secara objektif, tetapi juga bahwa perbuatan tidak patut itu dapat dicelakan padanya”

Pandangan Para Ahli Suprapto Van Bemmelen dan Remmelink, Sahwa korporasi dapat memiliki kesalahan, seperti apa yang dikemukakannya. Yaitu : badan-badan bisa didapat kesalahan, bila kesengajaan atau kelalaian terdapat pada orang-orang yang menjadi alat-alatnya. Kesalahan itu tidak bersifat individu, karena hal itu mengenai badan sebagai suatu kolektivitet. Van Bemmelen dan Remmelink, Sehubungan dengan kesalahan yang terdapat pada korporasi menyatakan: bahwa pengetahuan bersama dari sebagian besar anggota dapat dianggap sebagai kesengajaan badan hukum itu, jika mungkin dari setiap orang yang bertindak untuk korporasi itu jika dikumpulkan akan dapat merupakan kesalahan besar dari korporasi itu sendiri. Dengan demikian, Suprapto, van Bemmelen maupun Remmelink, mengakui bahwa korporasi tetap dapat mempunyai kesalahan dengan kontruksi bahwa kesalahan tersebut diambil dari para pengurus atau anggota direksi.

Kontruksi Pertanggung-jawaban (Toerekeningsconstructie) Kesengajaan dan Kealpaan Pada Korporasi Apakah dan bagaimana badan hukum/korporasi yang tidak memiliki jiwa kemanusiaan (menselijke psyche), dan unsur-unsur psychis (de psychische bestanddlen), dapat memenuhi unsur-unsur kesengajaan atau “opzet” dan kealpaan Suprapto Remmelink D. Schaffmeister Pengetahuan bersama dari sebagian besar anggota direksi dapat di anggap sebagai kesenjangan badan hukum itu Kesalahan Kolektif, Pada badan-badan bisa didapatkan kesalahan bila kesengajaan atau kelalaian terdapat pada orang-orang yang menjadi alat-alatnya Kontruksi Pertanggung-jawaban (Toerekeningsconstructie) Dalam praktek terdapat kemungkinan bahwa badan hukum bertindak alpa, sedangkan perorangan mempunyai kesengajaan, misalnya jika seorang pengawas (opzichter) dari suatu perusahaan, guna mengisi kantongnya sendiri (om de eigen beurs te spekken), menghubungi suatu perusahaan kebersihan sampah yang tidak dapat dipercaya, sedangkan si badan hukum sama sekali tidak mengawasi pelaksanaan pembersihan sampah tersebut

Jadi kriterianya dicari pada wewenang pada badan hukum Bagaimana tentang badan hukum publik apabila melakukan suatu tindak pidana dapat dipertanggung-jawabkan? Batasan tentang badan hukum publik, badan hukum itu dianggap mempunyai kekuasaan sebagai penguasa, jika badan hukum tersebut dapat mengambil keputusan-keputusan dan membuat peraturan-peraturan yang mengikat orang lain, yang tidak tergabung di dalam badan hukum tersebut Jadi kriterianya dicari pada wewenang pada badan hukum

Penuntutan & Pemindanaan Korporasi Bentuk Penutupan Seluruh Atau Bagian Usaha Dilakukan Secara Hati-hati Yang akan menderta tidak hanya yang berbuat salah buruh, pemegang saham para konsumen suatu pabrik Disebabkan Karena Dampak Putusan Tersebut Sangat Luas mencegah dampak negatif pemindanaan korporasi Mengasuransikan Efek pemindanaan terhadap korporasi yang mempunyai dampak negatif dapat dihindarkan. Di berbagai negara menurut penulis, untuk penuntutan dan pemindanaan korporasi biasanya dianut apa yang dinamakan “’bipunishment provision” artinya baik pelaku (pengurus) maupun koprporasi itu sendiri dapat dijadikan subjek pemindanaan. Clinard dan Yeager mengemukakan kriteria kapan seharusnya sanksi pidana di arahkan pada korporasi. Apabila kriteria tersebut tidak ada, maka lebih baik sanksi perdatalah yang digunakan

Kriteria Sanksi Pidana Diarahkan pada Korporasi: The Degree Of Loss To The Public. (Derajat Kerugian Terhadap Publik) The Level Of Complicity By High Corporate Managers. (Tingkat Keterlibatan Oleh Jajaran Manager Korporasi) The Duration Of Violation.(Lamanya Pelanggaran) The Frequency Of The Violation By The Corporation. (Frenkuensi Pelanggaran Oleh Korporasi) Evidence Of Intent To Violate. (Alat Bukti Yang Dimaksudkan Untuk Melakukan Pelanggaran) Evindence Of Extortion, As In Bribry Cases. (Alat Bukti Pemerasan , Semisal Dalam Kasus-kasus Suap) The Degree Of Notoriety Engendered By The Media. (Derajat Pengetahuan Publik Tentang Hal-hal Negatif Yang Ditimbulkan Oleh Pemberitaan Media) Precedent In Law. (Jurisprudensi) The History Of Serious, Violation By The Corporation. (Riwayat Pelanggaran-pelanggaran Serius Korporasi) Deterrence Potential. (Kemungkinan Pencegahan) The Degree Of Cooperation Evinced By The Corporation. (Derajat Kerja Sama Korporasi Yang Ditunjukkan Oleh Korporasi.

Putusan Pengadilan di Indonesia kepada Korporasi (1) Pada era tahun 60 an, Hanya terdapat Putusan Mahkamah Agung R.I. tanggal 1 Maret 1969 No. 136/Kr/1966, menyatakan bahwa Badan hukum yaitu: P.T. Kosmo dan P.T Sinar Sahara tidak dapat disita. Hal ini memperkuat dalil, bahwa badan hukum BUKAN OBJEK HUKUM, tetapi sebagai subjek hukum, yang tidak dapat disita. Pada dewasa ini sudah cukup banyak putusan pengadilan yang menempatkan korporasi sebagai subjek tindak pidana seperti kasus dalam amar putusan PN BANJARMASIN Nomor 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm Tahun 2011 tanggal register 12-07-2010, tanggal dibacakan 09-06-2011 PT Giri Jaladhi Wana (PT GJW) menyatakan terdakwa PT GIRI JALADHI WANA telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana dalam Dakwaan Primair, menjatuhkan pidana kepada terdakwa PT Giri Jaladhi Wana oleh karena itu dengan pidana denda sebesar Rp. 1.300.000.000 (Satu Milyar Tiga Ratus Juta Rupiah), menjatuhkan pidana tambahan berupa penutupan sementara PT Giri Jaladhi Wana selama 6 (enam) bulan. Putusan tersebut dilakukan banding dan sudah diputus oleh Pengadilan Tinggi Banjarmasin (Pengadilan Tipikor Nomor 04/PID.SUS/2011/PT.BJM.

Putusan Pengadilan di Indonesia kepada Korporasi (2) Putusan pengadilan tinggi bandung, nomor putusan 344/pid/sus/2013/PT.Bdg pada tanggal 18 november 2013. Pengadilan tinggi bandung yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam tingkat banding, menjatuhkan putusan sebagai berikut, dalam perkara para terdakwa bernama lengkap Chrisdianto Rahardjo sebagai direktur utama PT Albasi Priangan Lestari sebagai terdakwa I dan perusahaan PT albasi priangan lestari sebagai terdakwa II. ‘ Setelah membaca putusan pengadilan negeri ciamis tanggal 5 september 2013, nomor 155/pid.Sus/2013/PN.Cms yang amarnya menyatakan terdakwa I Chrisdianto Rahardjo dan terdakwa II PT albasi priangan lestari, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “pelanggaran baku mutu air limbah”, menjatuhkan pidana oleh karenanya kepada terdakwa I tersebut dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan, dengan ketentuan pidana tersebut tidak perlu dijalankan kecuali apabila dalam tenggang waktu selama 7 (tujuh) bulan dengan putusan hakim, terdakwa telah melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum, menjatuhkan pula pidana terhadap terdakwa II oleh karenanya dengan denda sebesar Rp. 100.000.000, - (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 1 (satu) bulan. Catatan penulis kurungan pengganti denda untuk korporasi tidak dapat dijalankan, seharusnya putusannya tersebut harusnya, apabila demda tidak dibayar diambil dari kekayaan atau keuntungan yang di dapat oleh korporasi.

Putusan Pengadilan di Indonesia kepada Korporasi (3) Kasus selanjutnya Mahkamah Agung menolak banding PT Kalista Alam, perusahaan sawit di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Nangroe Aceh Darussalam. Perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan perindustrian ini terbukti membakar lahannya sendiri. Dalam vonis Mahkamah Agung yang diputuskan pada tanggal 28 Agustus 2015 atas nomor perkara 651 K/PDT/2015 menyatakan terdakwa PT Kalista Alam yang diwakili oleh Subianto Rusid selaku Direktur PT Kalista Alam telah terbukti melakukan pembakaran lahan. PT Kalista Alam terbukti melanggar Pasal 69 ayat (1) huruf H Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dilakukan berlanjut juncto pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Putusan tersebut juga menyatakan bahwa untuk memulihkan lahan gambut yang rusak seluas 1.000 hektar, PT Kalista Alam harus membayar kerugian sejumlah Rp. 366 Miliar lebih atas perbuatan mereka. Febriana Firdaus @febrofirdaus Published 12.20.PM September 15, 2015, Mahkamah Agung Hukum Perusahaan Pembakar Lahan Rp 366 Miliar, diakses 1/1/2017, jam 11.09 PM

Pengertian Korupsi 7 Kelompok Undang-Undang Korupsi 13 Pasal 30 Jenis Bahasa Latin (corruptio) dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut: Korupsi sebagian besar melibatkan 2 aktor yakni Pemerintah dan Sektor Swasta & Masyarakat Sipil yang jadi korban. (TI – Jeremy Pope)‏ Undang-Undang Korupsi UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU. No. 20 Tahun 2001 13 Pasal 30 Jenis 1. Kerugian Keuangan Negara Perbuatan Melawan Hukum Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana 2. Suap Menyuap 3. Penggelapan dalam Jabatan 7 Kelompok Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara 4. Pemerasan 5. Pengadaan Barang 6. Benturan Kepentingan dlm Pengadaan 7. Gratifikasi

Yang Dimaksud dengan Korupsi 30 Bentuk / Jenis Tindak Pidana Korupsi Yang Dimaksud dengan Korupsi ....? 1. Kerugian Keuangan Negara Pasal 2 Pasal 3 2. Suap – Menyuap Pasal 5 ayat (1) huruf a Pasal 5 ayat (1) huruf b Pasal 5 ayat (2) Pasal 6 ayat (1) huruf a Pasal 6 ayat (1) huruf b Pasal 6 ayat (2) Pasal 11 Pasal 12 huruf a Pasal 12 huruf b Pasal 12 huruf c Pasal 12 huruf d Pasal 13 Penggelapan dalam jabatan Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 huruf a Pasal 10 huruf b Pasal 10 huruf c Pemerasan Pasal 12 huruf e Pasal 12 huruf g Pasal 12 huruf h Perbuatan curang Pasal 7 ayat (1) huruf a Pasal 7 ayat (1)huruf b Pasal 7 ayat (1) huruf c Pasal 7 ayat (1) huruf d Pasal 7 ayat 2 Benturan kepentingan dalam pengadaan Pasal 12 huruf I Gratifikasi Pasal 12 B jo. Pasal 12 C Definisi Korupsi secara gamblang dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU 31/1999 jo UU 20/2001

Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan TPK 2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan tidak benar [ Pasal 22 jo. Pasal 28 ] 6. Saksi yang membuka identitas pelapor [ Pasal 24 jo. Pasal 31 ] 1. Merintangi Proses pemeriksaan perkara Korupsi [ Pasal 21 ] 5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu 4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu [ Pasal 22 jo. Pasal 35 ] 3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka [ Pasal 22 jo. Pasal 29 ]

Tipologi/ Bentuk/ Jenis Korupsi Jenis korupsi ini menunjukkan adanya kesepakatan yang besifat timbal balik , yang terjadi antara pihak pemberi dan pihak penerima, demi keuntungan kedua belah pihak, yang biasanya terjadi pada dunia usaha/bisnis dengan pihak pemerintah. 1. Transactive Corruption Adalah memberikan suatu jasa atau barang tertentu kepada pihak lain demi keuntungan di masa depan. 4. Investive Corruption Yaitu pihak yang akan dirugikan terpaksa ikut terlibat di dalamnya atau membuat pihak tertentu terjebak bahkan menjadi korban perbuatan korupsi 5. Defensive corruption Korupsi kekerabatan, penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk membagi keuntungan bagi teman , sanak saudara dan kroninya. 2. Nepotistic Corruption Yaitu korupsi yang dilakukan seseorang, tidak ada orang lain atau pihak yang terlibat 6. Autogenic Corruption Korupsi yang dilakukan secara memeras, yaitu korupsi yang dilakukan dengan cara pemaksaan kepada suatu pihak, yang pada umumnya dilakukan dengan cara ancaman, teror, penekanan terhadap kepentingn orang-orang dan hal-hal yang dimiliki 3. Exfortive Corruption Korupsi dukungan (support) dan tidak ada orang atau pihak lain yang terlibat 7. Supportive Corruption

Modus Operandi Korupsi BUMN Lembaga Pemerintah/Birokrat Impor gula oleh Bulog melalui perusahaan yang menggunakan dokumen palsu, kredit macet pada berbagai bank dengan agunan fiktif dan jaminan fiktif, manipulasi dana pensiun, dokumen eksport fiktif (Kasus BNI Cabang Utama Kebayoran Baru). Lembaga Pemerintah/Birokrat MO, berhubungan dengan proyek jasa konstruksi /pembangunan, pengadaan barang dan jasa dalam bentuk komisi proyek, biaya servis pejabat tinggi. Perjalanan dinas fiktif,penggelembungan harga barang dan jasa, mark up dana operasi dan kesejahteraan DPR/D Kementrian di Pemerintahan Manipulasi pembangunan gedung sekolah dengan laporan pekerjaan fiktif,manipulasi biaya paspor palsu pada kantor imigrasi dengan identitas dan paspor palsu, penggelembungan pembelian peralatan, seperti peraltan kesehatan, mark up pembelian helikopter, dugaan manupulasi e KTP dsb 3.Koperasi Pembelian cengkeh fiktif, pemberian investasi fiktif, pemalsuan data dalam neraca, pemalsuan kuitansi faktur pembelian, uang simpan pinjam yang berasal dari uang kredit yang dibagi-bagi untuk kepentingan pribadi

Tata Cara Penanganaan Perkara PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA KORPORASI & PENGURUS Pasal 3 Tindak pidana oleh korporasi merupakan tindakan pidana yang di lakukan oleh orang berdasarkan hubungan kerja, atau berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak untuk dan atas nama korporasi di dalam maupun di luar lingkungan korporasi. Pasal 4 Korporasi dapat di mintakan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan pidana korporasi dalam undang-undang yang mengatur tentang korporasi. (2) Dalam menjatuhkan pidana terhadap korporasi, hakim dapat menilai kesalahan korporasi sebagaimana ayat (1) antara lain : Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tundak pidana tersebut di lakukan untuk kepentingan korporasi ; Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana ; atau Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang di perlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih bersar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana. Pasal 5 Dalam hal seorang atau lebih pengurus korporasi berhenti, atau meninggal dunia tidak mengakibatkan hilangnya pertanggungjawaban korporasi Tata Cara Penanganaan Perkara (Perma 13 Tahun 2016) Pasal 3 Pasal 4 (1), (2) Pasal 5

Pemeriksaan Korporasi 2. Pasal 10 1. Pasal 9 Ayat (1),(2),(3) 3. Pasal 11 Ayat (1),(2),(3),(4) Pemeriksaan Korporasi 6. Pasal 14 Ayat (1),(2) 4. Pasal 12 Ayat (1),(2) 5. Pasal 13 Ayat (1),(2),(3),(4)

Pemeriksaan Korporasi Pasal 9 Pemanggilan terhadap korporasi di tunjukan dan di sampaikan kepada korporasi ke alamat tempat kedudukan korporasi atau tempat korporasi tersebut beroperasi. Dalam hal alamat sebagaimana di maksud pada ayat (1) tidak di ketahui, pemanggilan di tunjukan kepada korporasi dan di sampaikan melalui alamat tempat tinggal salah satu pengurus. Dalam hal tempat tinggal maupun tempat kediaman pengurus tidak di ketahui, surat panggilan di sampaikan melalui salah satu media masa cetak atau elektronik dan di tempelkan pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut. Pasal 10 Isi surat panggilan terhadap korporasi setidaknya memuat: nama korporasi ; tempat kedudukan ; kebangsaan korporasi; status korporasi dalam perkara pidana (sanksi atau tersangka atau terdakwa); waktu dan tempat dilakukannya pemeriksaan; dan ringkasan dugaan peristiwa pidana terkait pemanggilan tersebut. Pemeriksaan Korporasi Pasal 9 Ayat (1),(2),(3) Pasal 10 Pasal 11 Ayat (1),(2),(3),(4) Pasal 12 Ayat (1),(2) Pasal 13 Ayat (1),(2),(3),(4) Pasal 14 Ayat (1),(2)

Pemeriksaan Korporasi Pasal 11 (1) Pemeriksaan terhadap korporasi sebagai tersangka pada tingkat penidikan di wakli seorang pengurus. (2) Penyidik yang melakukan pemeriksaan terhadap korporasi memanggil korporasi yang di wakili pengurus sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dengan surat yang sah. (3) Pengurus yang mewakili korporasi dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) wajib hadir dalam pemeriksaan. (4) Dalam hal korporasi telah di panggil secara patut tidak hadir, menolak hadir atau tidak menunjuk pengurus untuk menwakili korporasi dalam pemeriksaan, maka penyidik menentukan salah seorang pengurus untuk mewakili korporasi dan memanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas kepada petugas untuk membawa pengurus tersebut secara paksa. Pasal 12 (1) Surat dakwaan terhadap Korporasi dibuat sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). (2) Bentuk surat dakwaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merujuk pada ketentuan Pasal 143 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan penyesuaian isi surat dakwaan sebagai berikut: nama Korporasi, tempat, tanggal pendirian dan/atau nomor anggaran dasar/akta pendirian/ peraturan/ dokumen/ perjanjian serta perubahan terakhir, tempat kedudukan, kebangsaan Korporasi, jenis Korporasi, bentuk kegiatan/usaha dan identitas pengurus yang mewakili; dan uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Pemeriksaan Korporasi Pasal 9 Ayat (1),(2),(3) Pasal 10 Pasal 11 Ayat (1),(2),(3),(4) Pasal 12 Ayat (1),(2) Pasal 13 Ayat (1),(2),(3),(4) Pasal 14 Ayat (1),(2)

Pemeriksaan Korporasi Pasal 13 (1) Pengurus yang mewakili Korporasi pada tingkat penyidikan wajib pula hadir pada pemeriksaan Korporasi dalam sidang Pengadilan. (2) Jika Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak hadir karena berhalangan sementara atau tetap, hakim/ketua sidang memerintahkan penuntut umum agar menentukan dan menghadirkan Pengurus lainnya untuk mewakili Korporasi sebagai terdakwa dalam pemeriksaan di sidang Pengadilan. (3) Dalam hal Pengurus yang mewakili Korporasi sebagai terdakwa telah dipanggil secara patut tidak hadir dalam pemeriksaan tanpa alasan yang sah, hakim/ketua sidang menunda persidangan dan memerintahkan kepada penuntut umum agar memanggil kembali Pengurus yang mewakili Korporasi tersebut untuk hadir pada hari sidang berikutnya. (4) Dalam hal Pengurus tidak hadir pada persidangan dimaksud pada ayat(3), hakim/ketua sidang memerintahkan penuntut umum supaya Pengurus tersebut dihadirkan secara paksa pada persidangan berikutnya. Pasal 14 (1) Keterangan Korporasi merupakan alat bukti yang sah. (2) Sistem pembuktian dalam penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh Korporasi mengikuti Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan ketentuan hukum acara yang diatur khusus dalam undang-undang lainnya. Pemeriksaan Korporasi Pasal 9 Ayat (1),(2),(3) Pasal 10 Pasal 11 Ayat (1),(2),(3),(4) Pasal 12 Ayat (1),(2) Pasal 13 Ayat (1),(2),(3),(4) Pasal 14 Ayat (1),(2)

Penanganan Harta Kekayaan Korporasi (1) Harta kekayaan Korporasi yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). (2) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi atau dapat mengalami penurunan nilai ekonomis, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya benda tersebut dapat diamankan atau dilelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Harta kekayaan yang dilelang, sebagaimana dimaksud ayat (2), tidak dapat dibeli oleh tersangka atau terdakwa dan/atau pihak yang mempunyai hubungan keluarga sedarah sampai derajat kedua, hubungan semenda, hubungankeuangan, hubungan kerja/manajemen, hubungan kepemilikan dan/atau hubungan lain dengan tersangka atau terdakwa tersebut. Penanganan Harta Kekayaan Korporasi

Penanganan Harta Kekayaan Korporasi Dalam hal benda sitaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), telah dilelang dan penetapan tersangka terhadap Korporasi dinyatakan tidak sah oleh putusan praperadilan atau penyidikan maupun penuntutan terhadap Korporasi dihentikan berdasarkan surat penetapan penghentian penyidikan atau penuntutan, maka uang hasil penjualan lelang barang sitaan harus dikembalikan kepada yang berhak paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak putusan praperadilan berkekuatan hukum tetap atau sejak surat penetapan penghentian penyidikan atau penuntutan berlaku. (5) Dalam hal benda sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dan pada ayat(3) telah dilelang, namun berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap dinyatakan benda sitaan tersebut tidak dirampas untuk negara, maka uang hasil penjualan lelang barang sitaan harus dikembalikan kepada yang berhak paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap. (6) Dalam hal dari penyimpanan uang hasil lelang benda sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau ayat (3) terdapat bunga keuntungan maka perampasan atau pengembalian uang hasil lelang benda sitaan juga disertai dengan bunga keuntungan yang diperoleh dari penyimpanan uang hasil lelang benda sitaan tersebut. (Pasal 21) Penanganan Harta Kekayaan Korporasi