Kekerasan terhadap Perempuan Chairanisa Anwar, SST., MKM
Pengertian Menurut UU No 23 Tahun 2004 didefinisikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Tahun 2015, Komisi Nasional Perempuan menyatakan terjadi sedikitnya 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan, atau rata-rata 881 kasus setiap hari. Dibanding tahun sebelumnya, angka ini meningkat 9%. Serangkaian penelitian, hampir semua kasus kekerasan tersebut juga menjadi faktor-faktor yang memicu terjadinya berbagai jenis kekerasan lainnya terhadap perempuan, terutama perdagangan manusia (human trafficking) dan pemiskinan kaum perempuan atau feminisasi kemiskinan.
Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan Kekerasan fisik meliputi segala bentuk kekerasan yang menyakiti fisik, mulai dari dorongan, cubitan, tendangan, jambakan, pukulan, cekikan, bekapan, luka bakar, pemukulan dengan alat pemukul, kekerasan dengan benda tajam, siraman air panas atau zat kimia, menenggelamkan dan penembakan.
Kekerasan psikologis Menurut Pasal 7 UU No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, kekerasan psikologis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Berbagai bentuk kekerasan psikologis antara lain, penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan diri, mengurung seseorang dari dunia luar, mengancam atau menakut-nakuti.
Kekerasan seksual Kekerasan seksual adalah setiap penyerangan atau kekerasan yang bersifat seksual, baik telah terjadi persetubuhan atau tidak, baik ada atau tidaknya hubungan antara korban dan pelaku kekerasan.
Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perkosaan, pemaksaan perkawinan, sterilisasi paksa, perbudakan seksual, penyiksaan seksual dan pelacuran paksa, yang bisa diproses secara hukum pidana.
Aspek Hukum Undang-Undang Dasar 1945, terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan perlindungan hak asasi manusia, tercantum dalam Pasal 28D, 28G, 28I, dan 28J. UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHP, Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP UU Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
Penyebab Kekerasan Perempuan tidak diadili Komnas Perempuan sebelumnya juga menyampaikan 40 persen kasus kekerasan seksual berhenti di tingkat kepolisian. Hal ini biasanya didominasi oleh proses pembuktian yang tersendat. Sedangkan hanya 10 persen yang dilanjutkan ke pengadilan. Proses pembuktian di tingkat penyidikan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan sering mengalami kendala. Berbeda dengan kasus perkosaan yang bisa dibuktikan dengan visum, pelecehan seksual seperti diraba, tidak ada pembekasan di visum et repertum.