POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN CURUP REAKSI OBAT MERUGIKAN (ADVERSE DRUG REACTION/ADRs) VERA ASTUTI, S Farm.,APT
REAKSI OBAT MERUGIKAN (ROM) Reaksi obat yang merugikan (ROM) adalah setiap efek yang tidak diduga dan tidak dimaksudkan akibat pemberian obat pada dosis terapetik. ROM biasa juga disebut EFEK SAMPING OBAT (ESO)
ROM/ ADRs Defenisi WHO : Reaksi obat yang merugikan adalah berbagai macam bentuk respon terhadap obat yang berbahaya, tidak diinginkan, yang terjadi pada dosis obat yang digunakan manusia untuk pencegahan, diagnosa atau terapi
KLASIFIKASI ROM ROM di bagi menjadi 2 kelompok besar yaitu : 1. Tipe A Tipe A ini timbul karena aksi farmakologi dari obat 2. Tipe B Tipe B, ditunjukkan dengan adanya kelainan atau respon baru terhadap obat.
Tipe A Tipe B 1. Berhubungan dengan dosis 2. Jelas farmakologinya 3. Bisa diidentifikasi 4. Relative umum/biasa 5. Bisa diprediksi 6. Jarang berakibat fatal 1. Sedikit hubungannya dengan dosis 2. Tidak jelas 3. Sukar diidentifikasi 4. Luar biasa/tidak umum 5. Tidak bisa diprediksi 6. Sering berakibat fatal/serius
ROM Tipe A Reaksi tipe A ini berhubungan dengan farmakologi obat seperti dosis obat yang berlebihan, gabungan efek farmakologi atau efek reaksi balik. Macam-macam ROM tipe A : Keracunan Toleransi Habituasi / ketagihan Habituasi / ketagihan Ketergantungan / adiksi Ketergantungan / adiksi
1.KERACUNAN a.Dosis obat yang berlebihan Banyak ROM yang dialami pasien karena menerima dosis tinggi yang tidak tepat. Tp bisa juga terjadi karena karakteristik masing-masing pasien itu sendiri. Misalnya, adanya kerusakan hati atau renal pd pasien bisa menyebabkan klirens obat berkurang sehingga kadar obat dalam plasma jadi meningkat → efek obat lebih lama di dalam tubuh → bisa mencapai efek toksik, walaupun pemberiannya pd dosis normal. Ex : Pemberian digoksin & gentamisin pd pasien gagal ginjal ; atau pemberian analgetik narkotik, fenitoin atau ketokonazol pd pasien gagal hati.
b.Perubahan dalam formulasi obat Bisa mengakibatkan perubahan bioavaibilitas obat & mempercepat terjadinya ROM. Contoh : fenitoin (anti epilepsi), jika bahan pembantu dalam kapsulnya diganti menjadi laktosa, maka fenitoin banyak yang larut dalam darah → banyak diabsorbsi → kadar dalam darah ↑ → toksik. Sedangkan jika bahan pembantu dalam kapsulnya tetap kalsium sulfat dihidrat, maka kalsium sulfat akan membentuk kelat fenitoin yang tidak larut dalam darah → tidak bisa diabsorbsi → ↓ kadar fenitoin dalam darah → tidak menyebabkan toksik.
c. Gabungan efek farmakologi Sedikit sekali obat yang mempunyai efek terapi tunggal di dalam tubuh, pada umumnya obat memiliki beberapa efek farmakologi di dlm tubuh.Sewaktu obat digunakan untuk aksi farmakologi tunggal, efek farmakologi lainnya mungkin akan menjadi efek sampingnya. Contoh : CTM untuk obat alergi, bisa juga menyebabkan kantuk & efek antikolinergik (mulut kering, mata kabur, gangguan saluran pencernaan).
d. Efek reaksi balik Pada sebagian obat, penghentian tiba-tiba setelah penggunaan yang lama juga bisa menimbulkan ROM, contohnya : klonidin, benzodiazepin, glukokortikoid - Klonidin Mrp obat antihipertensi, dgn mekanisme kerja meningkatkan penyimpanan katekolamin saraf dengan menghambat pengeluaran neurotransmiternya → tek. Darah ↓. Penghentian efek ini secara tiba-tiba akan mengeluarkan katekolamin yg disimpan yg mengakibatkan munculnya efek simpatomimetik → tek. Darah ↑ lagi. - Benzodiazepin Efek benzodiazepin adalah ketergantungan fisik dan jiwa bila digunakan dalam waktu yang lama yakni beberapa bulan atau beberapa tahun. Jika pemberiannya dihentikan tiba-tiba akan menimbulkan reaksi obstinensi seperti gelisah dan disporia. Agar gejala ini dpt dihindari maka perlu penurunan dosis secara perlahan-lahan.
2.TOLERANSI OBAT Adalah resistensi yang terjadi sebagai akibat pemakaian obat yang menahun. Untuk memperoleh efek yang sama, dibutuhkan makin banyak obat → dosis makin tinggi → kemungkinan timbulnya ROM lebih besar. Contoh : barbiturat.
3.HABITUASI / KETAGIHAN Adalah kejadian pemakaian obat secara menahun yang menyebabkan gangguan emosi bila pemberian obat itu dihentikan. Contoh : merokok (nikotin), minum kopi (kafein)
4.ADIKSI / KETERGANTUNGAN Adalah kejadian pemberian obat yang menyebabkan toleransi dan penghentiannya menyebabkan timbulnya sindrom gejala putus obat (withdrawal syndrome). Adalah kejadian pemberian obat yang menyebabkan toleransi dan penghentiannya menyebabkan timbulnya sindrom gejala putus obat (withdrawal syndrome). Contoh : morfin
ROM Tipe B Reaksi tipe B adlh suatu bentuk reaksi alergi obat. Reaksi alergi adalah idiosinkrasi, bahwa dia tidak menyerupai aksi farmakologi dari obat tetapi adlh dasar imunologi yang menghasilkan gejala dengan batasan dari urtikaria ringan atau pyreksia sampai kelainan serum, diskrasia darah atau anafilaksis yang mungkin akan fatal. Macam-macam ROM tipe B : Alergi / hipersensitivitas Idiosinkrasi
1.ALERGI / HIPERSENSITIF Adalah respons imunologis tubuh terhadap substansi asing yang masuk yang disebut antigen. Gejala yang tampak : lesi kulit, bronkospasme dan edema larings (sesak napas dan batuk), reaksi anafilaktik (syok) Faktor yang mempengaruhi reaksi alergi : Rute pemberian Ex. : Reaksi anafilaksis lebih sering terjadi bila obat digunakan secara parentral dari pada oral → tanyakan riwayat alergi pasien.
ReaksiObat AnafilaksisPireksia Gangguan hematologi, agranulositosis Anemia aplastik Anemia haemolitik Hepatitis Penyakit serum Urtikaria Eritema multtiform Fotosensitivitas Lupus erimateus Penisillin, dimetil klortetrasiklin, vankomisin Penisilin, fenitoin Sulfonamida, sulfonilurea Kloramfenikol Penisilin, sulfonamida, mtldopa Fenotiazin Penisilin, aspirin Aspirin, penisilin Sulfonamid, barbiturat, fenitoin Sulfonamid, tiazid, tetrasiklin Hidralazin, INH, fenitoin
2.IDIOSINKRASI Adalah efek abnormal dari obat terhadap seseorang. Penyebab idiosinkrasi adalah faktor genetik abnormal. Contoh : a.Morfin yang biasanya mengakibatkan depresi, pada orang tertentu malah menimbulkan eksitasi. B.Pasien yang menderita defisiensi glukosa-6 fosfat dehidroginase akan mudah terserang haemolisis yang diinduksi oleh primaquin, sulfonamida, & quinin.
INTERAKSI OBAT Interaksi obat dengan obat sangat berpotensi menyebabkan efek- efek yang merugikan dan sebagian besar harus dikenali. Interaksi obat dengan obat berupa : 1.I. farmasetik 2.I. farmakokinetik 3.I. farmakodinamik Interaksi ini dapat : a.Meningkatkan toksisitas, atau b.Mengurangi khasiat terapetik dari suatu obat Interaksi obat dengan obat → TIDAK DIGOLONGKAN SBG ROM
1.INT. FARMASETIK Interaksi farmasetik berhubungan dengan sifat fisiko kimia obat dan menyebabkan : potensinya hilang, atau peningkatan toksisitas Pada umumnya, interaksi ini timbul di luar tubuh dan mengakibatkan in aktivasi suatu obat. Contoh : a.Penambahan obat yang tidak bercampur dengan cairan infus. Ex. :Pencampuran penisillin pd infus dextrosa → krn penisilin labil pd pH rendah → potensi penisilin berkurang b. Penggabungan gentamisin dan karbenisilin pada suatu sediaan → salah satunya menjadi in aktiv.
2.INT. FARMAKOKINETIK Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat merubah ADME (absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi) dari obat yang lain. Interaksi ini mengakibatkan peningkatan atau penurunan konsentrasi dalam plasma yang berhubungan dengan meningkatnya atau berkurangnya efek farmakologi. Interaksi farmakokinetik dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat interaksi obat sbb :
Klasifikasi Interaksi Farmakokinetik Obat Berdasarkan Tempat Aksinya TempatMekanisme Saluran gastrointestinal Ikatan protein plasma Ikatan jaringan Metabolisme hati Ekskresi ginjal Absorpsi, adsorbsi PendesakanPendesakan Induksi, inhibisi Persaingan terhadap sekresi tubula
Interaksi Gastrointestinal (GI) Interaksi Gastrointestinal (GI) Interaksi yang mempengaruhi absorpsi banyak terjadi pd terapi obat oral. Obat-obat yang merubah gerakan GI mempengaruhi absorpsi obat tersebut atau obat lain. Contoh : 1).Obat-obat anti kolinergik (propantelin) → me(-)i gerakan GI → me(-)i laju pengosongan lambung → penurunan laju absorpsi untuk PCT, etanol dan HCT → sedikit yang diabsorpsi → efek ber(-). 2).Obat-obat kolinergik (metoklopramid) → memperc. Laju pengosongan lambung → me↑ kan laju absorpsi PCT, etanol & HCT → efek me↑. 3).Beberapa obat secara langsung dapat memperlambat absorpsi obat lain, ex. Antasida (volumenius) mengurangi jumlah absorpsi dari CPZ, simetidin, digoksin, ranitidin, & tetrasiklin. 4).Zat-zat pengadsorpsi (ex. Kaolin, pektin, norit) mengurangi avaibilitas dari obat oral
Desakan protein plasma Desakan protein plasma Interaksi yang melibatkan pendesakan dari tempat ikatan protein ini menyebabkan level obat bebas tinggi sementara. Peningkatan level obat bebas ini harus diperhatikan baik terhadap peningkatan efek farmakologi atau menyebabkan efek toksik yang merugikan. Contoh : Contoh : 1).Kerja antikoagulan dari warfarin meningkat dengan pemberian fenilbutazon
Desakan jaringan Desakan jaringan Masih sedikit informasi yang didapat pada interaksi pengikatan jaringan. Contoh : Peningkatan 2x lipat konsentrasi digoksin yang tinggi di dalam plasma penting untuk diamati sesudah pemberian quinidin. Konsentrasi digoksin yang tinggi dalam plasma ini berhubungan dengan pendesakan digoksin dari jaringan non jantung oleh quinidin.
Metabolisme obat dihati Metabolisme obat dihati 1). Inhibisi enzim → kemampuan beberapa obat untuk menghambat metabolisme hati dari obat lain sehingga obat banyak dalam darah karena tidak dapat diekskresikan yang akan menyebabkan efek yang merugikan. Contoh : Antagonis H-reseptor (Simetidin) meningkatkan kadar plasma dari warfarin, teofilin, fenitoin, karbamazepin → haemorhage.
2).Induksi enzim Sebaliknya, beberapa obat dapat menginduksi metabolisme obat lain, sehingga klirens metabolik dari obat lain tersebut akan meningkat. Induksi ini terjadi melalui peningkatan hidroksilasi oleh enzim mikrosoml hati. Beberapa penginduksi enzim mikrosomal hati P-450 : barbiturat, fenitoin, karbamazepin, etanol, rifampisin, dan griseofulvin.
Ekskresi ginjal Ekskresi ginjal Suatu obat berpotensi untuk mempengaruhi filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus atau sekresi tubulus aktif dari obat yang lain, wslsupun secara klinik signifikan jarang terjadi. Ex. :1). Indometasin dapat mempertinggi konsentrasi litium dlm plasma 2). Probenecid menghambat sekresi tubulus dari indometasin, penisilin, & metotreksat.
3.INT. FARMAKODINAMIK Interaksi farmakodinamik terjadi ketika 2 obat bereaksi pada : a.reseptor farmakologi yang sama, b.tempat aksi atau sistem fisiologi yang sama Di antara banyak efek merugikan yang serius adalah obat-obat dengan komponen yang dapat menekan susunan saraf pusat. Ex. : pemberian bersamaan obat- obat depresan seperti alkohol atau anti histamin kepada pasien penerima sedativ, hipnotik atau anxiolitik.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA ROM : 1. OBAT Terdiri dari sifat fisikokimia obat, profil farmakokinetika, formulasi seperti bahan pembantu, menaikkan dosis obat, mengganti rute pemberian dan interval pemberian obat, atau memakai obat dengan merk dagang lain 2. PASIEN a.Umur Lansia, anak-anak dan neonatus perlu dimodifikasi dosis obatnya. b.Jenis kelamin Perempuan pada umumnya minum obat lebih banyak dari laki-laki, sehingga kemungkinan mengalami ROM juga makin besar.
c. Kehamilan Ibu hamil lebih rentan mengalami ROM d. Faktor genetik Ibu hamil lebih rentan mengalami ROM d. Faktor genetik e. Keadaan nutrisi f. Keadaan penyakit Misalnya pasien dengan gagal ginjal diberi digoksin dengan dosis normal, digoksin akan tertimbun dan dapat menimbulkan keracunan digoksin. Atau pasien dengan sirosis hati dapat menimbun obat-obat yang dimetabolisme di hati Misalnya pasien dengan gagal ginjal diberi digoksin dengan dosis normal, digoksin akan tertimbun dan dapat menimbulkan keracunan digoksin. Atau pasien dengan sirosis hati dapat menimbun obat-obat yang dimetabolisme di hati
3. Faktor Eksternal a.Terapi obat yang bersamaan Makin banyak obat, makin besar kemungkinan efek samping b.Minum alkohol, rokok, polusi lingkungan dan faktor-faktor yang belum diketahui. b.Minum alkohol, rokok, polusi lingkungan dan faktor-faktor yang belum diketahui.
DOSIS OBAT Dosis toksik Dosis toksik Adalah dosis yang dapat menimbulkan gejala keracunan. Dosis maksimal Adalah dosis terbesar yang dapat menimbulkan efek terapetik dan belum mencapai efek toksik. Dosis terapetik Adalah dosis yang dapat menimbulkan efek penyembuhan Dosis minimal Adalah dosis paling kecil yang masih mempunyai efek terapetik
Dosis terapetik dipengaruhi oleh : Umur Umur Berat badan Berat badan Jenis kelamin Jenis kelamin Waktu pemberian obat Waktu pemberian obat Cara pemberian obat Cara pemberian obat Kombinasi obat Kombinasi obat Kecepatan pengeluaran obat Kecepatan pengeluaran obat