Undang-undang No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Implikasinya terhadap eksistensi PTS Oleh: Drs. H. Tjuk Subchan Sulchan (Ketua ABP-PTSI Jawa Tengah) Disampaikan dalam Rapat koordinasi PTS Kopertis wilayah VI Jateng Tanggal 17 September 2012 di Poncowati Patra Jasa Hotel Semarang
1. Latar Belakang 1.1 ‘Akibat dibatalkannya UU BHP, maka sesuai dengan Pasal 53 ayat (3)¹ Undang-undang Sisdiknas perlu disusun kembali Undang-undang tentang badan hukum pendidikan yang sesuai dengan undang-undang Sisdiknas’ (Rangkuman Catatan Rapat Pemusyawaratan Hakim (RPH) Perkara No. 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 Tentang UU Sisdiknas dan UU Badan Hukum Pendidikan)
2. Masalah Substansial 2.1. Bagi PTS, pengaturan di dalam UU No. 20/2003, PP No. 17/2010, dan PP No. 66/2010 ( dengan segala kekurangannya) dianggap cukup dan tidak diperlukan lagi UU Tentang Pendidikan Tinggi Jika akan diterbitkan PP baru yang mengatur tentang PTN, dunia pendidikan tinggi swasta dan badan penyelenggaranya sangat mendukung.
2. 2. Perlunya pemberian otonomi yang seluas-. luasnya kepada badan 2.2. Perlunya pemberian otonomi yang seluas- luasnya kepada badan penyelenggara Perguruan Tinggi untuk mengelola dan menyelenggarakan otonomi akademik dan otonomi nonakademik. Di sisi lain jangan ada diskriminasi dalam mendapatkan bantuan pendanaan uang kuliah bagi mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS. Sebagai warga negara Indonesia, mereka harus diperlakukan sama.
2. 3. Intervensi pemerintah dalam penentuan 2.3. Intervensi pemerintah dalam penentuan kurikulum dan metode pembelajaran seperti tertuang dalam pasal 33 ayat 8 seharusnya bisa dihindari karena merupakan domain akademik internal PTS sehingga tidak perlu diatur dengan peraturan menteri karena hanya akan menghambat kreatifitas dan perkembangan PTS
2. 4. Pada saat ini jumlah PTS ada. sekitar. 3000 buah, yang 2.4. Pada saat ini jumlah PTS ada sekitar 3000 buah, yang secara kuantitatif dan kualitatif sangat beragam visi dan misinya. Oleh karena itu, tidak mungkin diseragamkan di dalam pengelolaan dan penyelenggaraannya.
PP No. 66/2010 Pasal 58G ayat (1) yang menyatakan: “Organ dan pengelolaan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat menggunakan tata kelola yang ditetapkan oleh badan hukum nirlaba yang sah berdasarkan ketentuan perundang-undangan”.
2.5.UUD’45 menyatakan bahwa pemerintah bertanggungjawab terhadap pendidikan anak bangsa. Kenyataannya sikap diskriminatif pemerintah dalam mengelola PTN sangat berbeda dibandingkan terhadap PTS. Pemerintah melalui APBN/APBD mendukung penuh PTN, sementara PTS yang didirikan masyarakat dan jumlahnya mencapai lebih 3000 dibandingkan PTN yang hanya 100, tidak mendapat dukungan yang memadai dari pemerintah, ibaratnya mau hidup syukur, mau mati ya Alhamdulillah.
2. 7. 2. Rekruitmen mahasiswa tiap tahun 2.7.2.Rekruitmen mahasiswa tiap tahun hanya merupakan ajang pamer kehebatan PTN dengan seabreg fasilitas yang disediakan pemerintah Hal ini dirasakan tidak adil, karena terjadi pembiaran oleh pemerintah terhadap PTN yang semakin menggila dalam meraup calon mahasiswa baru yang bisa diibaratkan sebagai kapal keruk. Disisi lain banyak PTS yang dengan susah payah menjaring calon mahasiswa tetapi ujung-ujungnya dengan mudahnya “diambil“ oleh PTN dengan segala cara.
Sudah banyak PTS yang tutup karena tidak memperoleh siswa yang memadai, masukan dan saran agar ada quota untuk PTN agar bisa sama-sama hidup berdampingan dengan PTS tidak digubris oleh pemerintah, ada kesan pemerintah sengaja melakukan pembiaran pada PTS, padahal masyarakat (PTS) juga punya kontribusi yang besar pada penerimaan negara melalui pajak dan lain-lain yang digunakan untuk antara lain membiayai PTN.
3. Dampak dan implikasinya UU No. 12/2012 terhadap eksistensi PTS 3.1. Setelah mendengar berbagai saran dan masukan dari masyarakat peduli pendidikan, ABP-PTSI, APTISI dll, akhirnya pembuat UU mengadakan perubahan dan penyesuaian untuk mengakomodasikan hal-hal yang belum tertampung dan termuat dalam RUU-PT demi perkembangandan eksistensi PTS yang lebih berkualitas, antara lain: a. Pasal 60 ayat 2 dan 3 yang menegaskan bahwa PTS di selenggarakan oleh Badan Hukum nirlaba yang berbentuk Yayasan
b. Pasal 66 ayat 3 menegaskan bahwa statuta PTS b. Pasal 66 ayat 3 menegaskan bahwa statuta PTS ditetapkan dengan surat keputusan Badan Penyelenggara, bukan oleh senat universitas ataupun Rektor. Hal ini menunjukkan kewenangan untuk menentukan tata kelola dan struktur organisasi PTS ada pada Badan Penyelenggara (Yayasan) c. Pasal 67 menyatakan bahwa otonomi PTS diatur oleh Badan Penyelenggara (Yayasan)
d. Pasal 69 ayat 2 menegaskan bahwa dosen d. Pasal 69 ayat 2 menegaskan bahwa dosen dan tenaga kependidikan diangkat dan ditempatkan oleh Badan Penyelenggara (Yayasan) e. Pasal 70 ayat 3 menegaskan bahwa dosen dan tenaga kependidikan diberikan gaji pokok dan tunjangan oleh Badan Penyelenggara (Yayasan)
f. Pasal 33 ayat 5 menyatakan bahwa PTS f. Pasal 33 ayat 5 menyatakan bahwa PTS langsung mendapatkan status terakriditasi pada saat memperoleh izin penyelenggaraan program studi g. Pasal 55 ayat 4 s/d 6 yang mengatur adanya lembaga akreditasi mandiri disamping BAN – PT untuk memenuhi kebutuhan dan percepatan akreditasi bagi PT dan program studi.
h. Pasal 89 ayat 1 b menyatakan bahwa PTS h. Pasal 89 ayat 1 b menyatakan bahwa PTS memperoleh bantuan tunjangan profesi dosen, tunjangan kehormatan professor, serta investasi dan pengembangan. Pasal 89 ayat 1 c menyatakan bahwa mahasiswa memperoleh dukungan biaya untuk mengikuti pendidikan tinggi.
3.2. Disisi lain UU No. 12/2012 ini juga mengatur tentang pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikandari negara lain (PTS Asing), asal memenuhi syarat dan mengikuti ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Meskipun demikian, munculnya ketentuan ini sangat mencemaskan dunia pendidikan Indonesia, mengingat dari 3100 PT yang ada sudah menimbulkan kompetisi yang tidak sehat karena dominasi PTN, sehingga 3000 PTS hanya kebagian kue kecil yang sudah tidak memadai. Apalagi kalau ditambah dengan PT-PT baru dari luar negeri yang tentunya tampil dengan performance lebih baik dan lebih berkualitas.
3. 3. Pasal 80 ayat 2 yang menyatakan bahwa 3.3. Pasal 80 ayat 2 yang menyatakan bahwa pemerintah/Diknas akan membuka PTN baru ditiap-tiap ibu kota propinsi patut di acungi jempol untuk kemudahan akses pendidikan bagi masyarakat luas. Tetapi akan lebih bermakna apabila PTN yang akan didirikan tersebut diarahkan ke wilayah perbatasan yang memang belum ada PTNnya, sehingga suasana kondusif dan kompetitif dapat tetap terjaga dengan baik.
4. Hal lain yang perlu mendapat perhatian di luar UU 12 / 2012 antara lain: 4.1.Kebijakan merobah PTN berbasis agama menjadi PTN umum perlu di tinjau ulang apakah relevan karena maksud dan tujuan pendirian PTN berbasis agama sudah jelas dan berbeda dengan prinsip PTN. Dampak lain dengan perubahan status ini bisa mematikan PTS yang sudah ada diwilayah tersebut.
4.2. Berikutnya kebijakan mem PTN kan PTS juga menimbulkan kegalauan para pengelola PTS di sekitarnya karena menyebabkan penurunan mahasiswa yang diperoleh PTS yang sudah ada di wilayah itu.
5. Kesimpulan 5.1. UU no 12/2012 telah banyak mengakomodir kepentingan PTS dan Badan Penyelenggaranya yang menyangkut tata kelola, kewenangan dalam pengangkatan dan pemberhentian karyawan, guru dan dosen.
5.2.Badan Penyelenggara PTS menetapkan statuta dan otonomi PT sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
5.3. Dengan sudah diakomodasikannya hampir semua tuntutan dari PTS dan Badan penyelenggaranya, apakah masih diperlukan uji materi terhadap UU no 12 / 2012 ke MK ? - Bisa ya, bisa tidak, tergantung bagaimana sikap, perlakuan dan kebijakan pemerintah terhadap eksistensi dan hak hidup PTS menyangkut kepentingan mereka untuk memperoleh dukungan, bimbingan dan support yang bisa mendukung hak hidup mereka secara bermatabat - Dan itu semua harus tercantum dengan tegas dan jelas dan tidak diskriminatif dalam PP yang akan diberlakukan